"Nongkrong di warung kopi, Nyentil sana dan sini
Sekedar suara rakyat kecil, Bukannya mau usil"
Begitu
bunyi lirik lagu Obrolan Warung Kopi
milik Warkop DKI, yang menyiratkan peran mereka, yang bukan sebatas pelawak
biasa, melainkan tukang sentil sana-sini yang mewakili keresahan rakyat melalui
banyolan. Atas nama modernisasi, esensi tersebut memudar, bahkan nyaris
sepenuhnya lenyap, sejak proyek reborn pertama
diluncurkan empat tahun lalu. Modernisasi salah kaprah, yang cuma meng-upgrade gaya, biaya, serta teknologi,
tapi tidak humor, apalagi sentilannya.
Bahkan
setelah Warkop DKI Reborn 3 (2019) mengganti
sosok-sosok yang terlibat, baik di depan maupun belakang layar, hasilnya masih
sama, kalau tidak lebih buruk. Perolehan jumlah penonton yang menurun drastis
(sekitar 843 ribu) seolah membuktikan bahwa publik sudah lelah dengan proyek reborn, yang alih-alih “melahirkan
kembali”, justru terasa asing ini.
Melanjutkan
kisah film sebelumnya, trio Dono (Aliando Syarief), Kasino (Adipati Dolken),
dan Indro (Randy Nidji) terlibat petualangan di Maroko, guna menyelamatkan Inka
(Salshabilla Adriani). Dibantu gadis setempat, Aisyah (Aurora Ribero), ketiganya
mesti menghadapi barisan penjahat, termasuk bos mafia bernama Aminta Bacem,
yang diperankan oleh “kembaran” Amitabh Bachhan, Rajkumar Bakhtiani. Memang
Rajkumar sangat mirip dengan sang aktor legendaris, tapi di luar itu, tidak ada
kualitas apa pun yang ia tawarkan.
Apakah
kalian ingat alasan Dono-Kasino-Indro sampai di Maroko? Apakah kalian ingat
kalau semua kekacauan ini bermula saat Komandan Cok (Indro Warkop) merekrut
mereka untuk membongkar praktek pencucian uang di industri film yang dilakukan
oleh Amir Muka (Ganindra Bimo)? Wajar jika tidak. Sebab naskah buatan sutradara
Rako Prijanto dan Anggoro Saronto membuang persoalan di atas.
Selama
sekitar 103 menit, Warkop DKI Reborn 4 hanya
meninggalkan satu poin: Trio protagonisnya harus menyelamatkan Inka. Perjalanan
103 menit yang dibungkus penceritaan berantakan, di mana satu adegan dengan
adegan berikutnya, dipaksakan saling berkaitan, atau malah tanpa kaitan sama
sekali. Penyuntingan buruk yang menciptakan transisi-transisi kasar pun semakin
menambah sakit kepala kala menonton.
Kelemahan
itu sejatinya bisa disangkal dengan opini, “film Warkop DKI bukan soal kerapian
bercerita”. Tidak salah. Tapi bagaimana terkait kemampuannya menghibur lewat
perpaduan aksi dan komedi? Rako bukan sutradara yang piawai mengolah aksi. Tentu
saja saya mengatakan itu bukan didasari keinginan melihat laga sekelas The Raid, melainkan ketiadaan antusiasme.
Eksekusinya tak bertenaga.
Sedangkan
humornya, meski masih dibarengi efek suara konyol ala sinetron murahan, dan
lebih sederhana (baca: kurang kreatif) dibanding film-film sebelumnya (Dua seri
Jangkrik Boss dengan keanehan khas
Anggy Umbara, Warkop DKI Reborn 3 dengan
visualisasi lawakan dari kaset Warkop DKI), masih bisa memancing beberapa tawa berkat
penampilan trio aktor utama. Adipati bukanlah Kasino. Setidaknya, akan sulit
baginya meniru cara bicara Kasino. Sesuatu yang ia sadari, sehingga memilih fokus
pada gestur dan ekspresi jenaka. Aliando, biarpun diganggu riasan buruk, mampu
meneruskan pencapaian Abimana dalam menghidupkan kembali sosok Dono di layar
lebar. Sedangkan Randy lebih subtil, namun jika ditanya, “Siapa yang paling
mirip luar-dalam dengan Warkop DKI asli?”, saya bakal menyebut namanya.
Sayang,
performa mereka jadi tak maksimal akibat materi yang hit-and-miss, pula kental seksime. Benar bahwa film-film Warkop DKI
rilisan Soraya tampil serupa, tapi bukan berarti harus diikuti. Bukankah ini
modernisasi? Hal-hal seperti inilah yang mestinya mendapatkan upgrade. Bukan skala, teknologi, apalagi
penambahan twist tak perlu yang
seolah jadi suatu keharusan agar sebuah film dipandang “keren”.
Available on DISNEY+ HOTSTAR
Baru nonton kemarin, kok ngasih 2 Bintang Mas?
BalasHapusEntah ya, saya lebih nggak sreg sama Warkop DKI 4 ini. Ceritanya itu muter kemana-mana, yang nyambung sama part 3-nya itu setengah jam terakhir, itupun disisipi adegan-adegan yang bener-bener Enggak penting. Endingnya pun terasa mendadak.
Saya lebih suka adegan sebelum opening, yang trio indro berkumpul.
Mas, apakah penyebab kesemerawutan film reborn ini, karena otak asli cerita dan komedi adalah alm. Om kas dan om don? Sehingga om indro kesulitan mepresentasikan peran alm dibalik layar? Ataukah karena produser/pihak crew yang menghandle film ini?
BalasHapusKalo saya baca dari artikel mengenai warkop, memang otak kewarkopan adalah om dono dan terutama mas kasino sebagai leader warkop tersebut.
emang lu bisa bikin film? sok ngerti lu
BalasHapusUntungnya bisa bro
Hapus@Jazuke ngakak baca komen lu. 2021 masih ada aja ya komen naif kayak gini
BalasHapus