Merupakan remake film
Jerman berjudul We Monsters (2015), The Lie sebenarnya berpotensi jadi media
percontohan, soal bagaimana menggeser drama keluarga getir khas sineas Eropa, ke
arah thriller/horor yang lebih
bersahabat bagi penonton luas. Sayang, Veena Sud yang berperan selaku sutradara
sekaligus penulis naskah, terlalu banyak melucuti eksplorasi terkait dampak
perceraian terhadap anak, yang sejatinya adalah pondasi segala permasalahan
karakternya.
Kayla (Joey King) nama protagonis kita. Seorang gadis yang
merasa tak menerima kasih sayang selepas perceraian orang tuanya. Dia tinggal
bersama sang ibu, Rebecca (Mireille Enos), yang berporfesi sebagai pengacara korporat,
setelah memutuskan keluar dari kepolisian. Sedangkan ayahnya, Jay (Peter
Sarsgaard), masih kukuh mengejar kesuksesan lewat jalur musik. Hari itu tiba
giliran Jay mengantar Kayla ke sekolah balet. Di tengah jalan, keduanya bertemu
Brittany (Devery Jacobs), sahabat Kayla yang juga hendak menuju sekolah
tersebut. Kayla pun mengajak Brittany ikut di mobil mereka.
Karena ingin buang air, Brittany meminta Jay menghentikan
mobil di tengah area antah berantah. Bersama Kayla, Brittany memasuki hutan,
namun tak lama kemudian, Jay mendengar teriakan puterinya. Jay bergegas
mencari, dan menemukan Kayla menangis, duduk di tepi jembatan, seolah hendak
melompat ke sungai yang mengalir deras di bawah. Lalu Kayla mengaku sudah
mendorong Brittany. Selain arus deras, jarak yang cukup tinggi dengan jembatan,
ditambah kondisi sungai di musim dingin, membuat Jay yakin Brittany sudah tak
tertolong.
Jay putuskan untuk menyembunyikan perbuatan Kayla. Rebecca
awalnya menolak, tapi begitu memikirkan rentetan konsekuensi yang bisa dihadapi
puterinya, ia pun setuju. Sebuah kebohongan, yang nantinya berujung menciptakan
kebohongan-kebohongan lain. Ya, seperti judulnya, The Lie bicara mengenai dampak kebohongan, dan naskah Veena Sud
cukup cerdik memanfaatkan tema tersebut sebagai materi thriller.
Kebohongan kerap kita jadikan jalan keluar dari permasalahan.
Di sini, kita diajak satu kebohongan berujung kebohongan lain, yang bukannya
menyelesaikan, justru menambah masalah. Andai kebohongan pertama tak terucap,
semuanya takkan terjadi. Pertanyaannya, manakah “kebohongan pertama” itu?
Latar bersalju yang dingin, memberikan atmosfer kelam yang
sesuai, selaku panggung bagi Veena Sud memamerkan kapasitas penyutradaraannya,
yang mampu membangun tensi secara perlahan. Intensitasnya merambat, sambil
sesekali, tiap dibutuhkan, bisa tiba-tiba mencengkeram. Sud bak
bersenang-senang mempermainkan penontonnya, membuat kita geregetan melihat para
protagonisnya melakukan kesalahan demi kesalahan.
Tapi seperti sudah disinggung di atas, The Lie nyaris sepenuhnya menanggalkan eksplorasi terkait dampak
perceraian pada anak, khususnya remaja. Apa yang nampak di layar hanya
simplifikasi, di mana dampak tersebut hanya dipakai sebagai justifikasi
keputusan-keputusan bodoh Kayla. Tiada penelusuran maupun diskusi lebih lanjut.
Saya pun tak merasa The
Lie memilih ending yang tepat.
Terhitung ada dua momen yang dapat dipakai mengakhiri kisah secara lebih baik. Momen
pertama yang bertempat di meja makan adalah opsi paling berisiko, mengingat
penonton arus utama takkan menyukai ambiguitas. Tapi sebagai penutup, momen itu
sempurna menangkap ironi dari kebersamaan keluarga, sekaligus menyentil
pemaknaan atas konsep “keluarga saling melindungi”.
Kemudian datanglah twist,
yang untuk penonton film genre veteran,
tentunya takkan sulit ditebak. Twist yang
berusaha keras ditutupi, sampai pada titik di mana filmnya terkesan mencurangi
penonton, dengan memanfaatkan ketidakstabilan mental karakternya, selaku remaja
korban perceraian. The Lie pun bisa
diakhiri sesaat setelah twist itu,
yang walau bermasalah, tetap mengandung ironi mencekat sebagai resolusi. Tapi The Lie merasa penonton butuh kejelasan,
sehingga baru menyudahi ceritanya selepas eksposisi panjang, dan shot penutup yang bertujuan
menghembuskan harapan, ketimbang menguatkan kegetiran akibat efek domino
kebohongan.
Available on PRIME
VIDEO
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar