(REVIEW MENGANDUNG SPOILER!)
Di Intruder, sang protagonis meragukan
identitas seorang wanita yang mengaku sebagai adiknya yang telah lama
menghilang. Lucunya, debut penyutradaraan sekaligus penulisan naskah Son
Won-pyeong ini pun seolah mengalami krisis identitas. Ingin menjadi thriller-misteri “berbobot” seputar
psikis manusia? Atau film genre kelas
B yang sepenuhnya meninggalkan logika? Di beberapa kesempatan, filmnya berusaha
dikemas elegan, namun di kesempatan lain, saya merasa naskahnya ditulis oleh
Uya Kuya yang tengah berambisi membuat Parasite
versinya.
Enam bulan berlalu sejak Kang Seo-jin (Kim Mu-yeol) kehilangan sang istri
akibat tabrak lari. Perasaan bersalah, ditambah belum berhasilnya polisi
meringkus si pelaku, membuat hidup Seo-jin berantakan. Pekerjaannya kacau, pun
puterinya, Ye-na (Park Min-ha), kerap terlantar. Pada sebuah presentasi proyek,
Seo-jin mengalami serangan kepanikan tatkala diminta menjawab, apa definisi
rumah baginya. Sepeninggal istrinya, kata “rumah” terdengar mengerikan bagi
Seo-jin, yang tak lagi merasa punya tempat untuk pulang. Padahal ia seorang
arsitek.
Seo-jin rutin menjalani terapi hipnosis di tempat praktek temannya, Dr.
Han (Seo Hyun-woo). Melalui hipnosis, Seo-jin mengunjungi memori ketika sang
istri meninggal di depan matanya, guna mengungkap identitas pelaku. Tapi di
tiap sesi, Seo-jin selalu berujung terlempar ke ingatan 25 tahun lalu, di mana
sang adik, Yoo-jin, menghilang. Hingga suatu hari, Yoo-jin (Song Ji-hyo)
mendadak pulang.
Hasil tes DNA menunjukkan kecocokan sebesar 99,99%. Pun kedua orang tua
Seo-jin, khususnya sang ibu, amat bahagia menyambut kepulangan puteri mereka. Tapi
ia tetap menaruh rasa curiga. Apakah wanita ini penipu? Ataukah ia memang
Yoo-jin, dan kecurigaan itu cuma dampak ketidakstabilan mental Seo-jin? Protagonis
kita pun melakukan investigasi lewat berbagai cara, mulai dari meminta bantuan
polisi, hingga menggunakan hipnosis, mengunjungi memori masa lalunya guna
mencari kebenaran.
Tapi bisakah hipnosis melakukan itu? Tidak. Tidak setepat dan sedetail
itu, hingga suatu memori bisa diakses sefleksibel rekaman video yang dapat di-enchance. Anda takkan bisa mengingat
wajah seseorang, jika pada kejadian, anda tidak secara jelas merekam wajah
tersebut. Intruder bahkan melangkah
lebih jauh terkait elemen manipulasi pikiran, kala mengungkap bahwa
antagonisnya juga memakai metode serupa, hanya saja, lebih dekat ke arah mistis
(seperti gendam?) ketimbang medis. Penulis naskahnya tak cukup peduli untuk
menjelaskan lebih jauh pada penontonnya, dan meminta kita menerima begitu saja,
kalau metode itu bisa diterapkan.
Sebenarnya hal-hal di atas sah, selama di saat bersamaan, Intruder tidak berusaha menjadi sajian “sok
mahal dan thoughtful” yang bicara
soal keluarga dan dinamika psikis manusia, termasuk pemahaman mengenai
bagaimana seseorang dalam titik terapuhnya, cenderung rentan terseret ke dalam
radikalisme berkedok agama. Padahal film ini berpotensi jadi thriller intens yang mencuatkan sederet
pertanyaan sepanjang durasi.
Di jajaran pemain, Kim Mu-yeol cukup solid sebagai pria kacau, sebagai unreliable narrator yang patut kita
ragukan perkataannya. Sedangkan Song Ji-hyo (menurunkan berat badannya sebanyak
7 kg) tampil baik, dalam berakting memerankan wanita yang sedang berakting. Matanya
menyiratkan ketidakberesan, menyimpan rahasia yang selain Seo-jin, hanya bisa
terbaca oleh penonton, yang memang sejak awal sudah diset untuk mencurigainya. Sosoknya
creepy, meski modus operandinya patut
dipertanyakan. Kenapa harus menunggu 6 bulan? Kenapa repot-report membuat
skenario kompleks yang berisiko di saat sumber dayanya memadai untuk melakukan
cara yang jauh lebih gampang?
Available on KLIK FILM
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar