REVIEW - LUDO

5 komentar

Pernah merasa hidup anda dipenuhi takdir-takdir misterius, seolah Tuhan sedang bermain gim di mana manusia merupakan bidaknya? Film antologi yang disutradarai sekaligus ditulis naskahnya oleh Anurag Basu ini, menerjemahkan situasi tersebut secara metaforikal, mengibaratkannya sebagai permainan Ludo, di mana para pemain menggerakkan bidak-bidak dalam perjalanan menuju ke “rumah”.  

Ludo memiliki empat segmen yang saling terkoneksi secara tak terduga, layaknya suratan takdir yang aneh. Penghubung tiap segmen adalah obrolan dua pria. Satu berpakaian hitam selaku perwujudan Yamraj (Anurag Basu), satunya berpakaian putih selaku perwujudan Chitragupta (Rahul Bagga). Keduanya mengawasi seluruh kejadian, sembari bermain Ludo dan membicarakan soal kehidupan, kematian, serta takdir.

Sebagaimana sebuah dadu, Sattu (Pankaj Tripathi), seorang gangster paling ditakuti yang dianggap tidak bisa mati, menentukan nasib semua bidak. Pun serupa Ludo, masing-masing cerita direpresentasikan oleh warna. Sisi merah adalah cerita Bittu (Abhishek Bachchan), mantan tangan kanan Sattu, yang baru keluar dari penjara saat mendapati mantan istrinya sudah menikahi pria lain, sementara puterinya yang masih kecil menganggap pria itu sebagai ayah kandungnya.

Di sisi kuning ada Akash (Aditya Roy Kapur) dan Shruti (Sanya Malhotra), yang berusaha mencari pelaku penyebaran video seks mereka, sebelum calon suami Shruti mengetahuinya, sebelum pernikahan yang tinggal hitungan hari. Rahul (Rohit Suresh Saraf) ada sisi biru. Setelah tidak sengaja menyaksikan pembunuhan yang dilakukan oleh Sattu, ia dan seorang perawat bernama Sheeja (Pearle Maaney), malah berpeluang mendapatkan harta yang disembunyikan oleh gang Sattu. Terakhir adalah sisi hijau, yang mengisahkan soal penjahat kampung bernama Alu (Rajkummar Rao), yang rela mengorbankan segalanya demi Pinky (Fatima Sana Shaikh), termasuk membebaskan suami sang pujaan hati yang dituduh melakukan pembunuhan.

Biarpun masing-masing segmen punya konflik serta tone berlainan, semuanya terhubung lewat benang merah, berupa perjuangan karakternya memperbaiki hidup, di mana dalam tiap perjuangan, selalu diwarnai ambiguitas moral, juga pengorbanan demi orang-orang tercinta. Semua karakter melakukan kekeliruan, bahkan kriminalitas, baik bersifat kecil maupun besar (pembunuhan). Tapi begitu menyentuh konklusi, akan sulit menetapkan mana benar dan salah. Apalagi jika dibenturkan dengan bahasan religiusitas. Siapa pantas masuk surga? Siapa yang mesti berakhir di neraka?

Ludo bakal mengingatkan pada  deretan hyperlink cinema bertema kriminalitas (saya yakin banyak komentar terkait fillm ini menyebut nama Quentin Tarantino dan Pulp Fiction), namun selipan religiusitas tadi memberinya identitas tersendiri, yang hanya bisa dilahirkan sineas India. Merangkai antologi, apalagi ditambah gaya hyperlink, di mana setiap segmen saling berkaitan langsung dalam struktur alur multilinear, tentu bukan perkara gampang. Walau akhirnya kerap membuat dampak emosi tidak sekuat harapan, Anurag Basu sanggup menciptakan ikatan luar biasa rapi di naskahnya. Meski diisi begitu banyak tokoh serta konflik, tidak sulit memahami alur penuh konflik, twist, dan koneksi-koneksi tak terduga milik filmnya.

Satu elemen berisiko adalah terkait penggambaran karakter wanita, yang hampir seluruhnya merupakan sosok oportunis yang enggan memedulikan perjuangan sang pria, bahkan memanfaatkan itu sebagai alat manipulasi. Sebaliknya, obsesi karakter prianya diglorifikasi sebagai bentuk heroisme. Apakah Anurag Basu pernah disakiti sedemikian parah oleh seorang wanita? Beruntung, konklusinya mampu dibawa ke ranah heartful, dalam penutup memuaskan penuh haru yang mempresentasikan buah manis atas perjuangan demi cinta. Baik cinta bagi pasangan, atau keluarga sebagaimana kisah mengenai Bittu, yang hadir begitu kuat hingga pantas dijadikan film panjang tersendiri.

Berdurasi 150 menit, Ludo memang berlangsung agak terlalu panjang akibat beberapa perhentian tak perlu, namun berkat penceritaan mulus Anurag Basu, pula performa memikat ensemble cast-nya (Abhishek Bachchan si “pria bermuka preman berhati Hello Kitty” dan Pankaj Tripathi si gangster intimidatif jadi dua penampil paling berkesan), tidak satu momen pun dari Ludo terasa membosankan.


Available on NETFLIX

5 komentar :

Comment Page:
Unknown mengatakan...

Jangan lupakan si kecil yg membuat orang tua "sibuk" nya panik, keren loh dia hehehe

agoesinema mengatakan...

Sanya Maholtra, "anak baba Aamir Khan" yg semakin menanjak karirnya.
Film2nya unik Pataakha, The Photograph, Badhaai Ho,Ludo

Goks mengatakan...

Tau dr mana dia anak aamir khan ?

Goks mengatakan...

Ulasan paling masuk untuk film ludo mnrtku.

Anonim mengatakan...

Anak Amir Khan di film Dangal