REVIEW - MENCURI RADEN SALEH
Mencuri Raden Saleh punya segudang alasan untuk diragukan. Genre yang kurang lazim di perfilman Indonesia, kapasitas Angga Dwimas Sasongko mengarahkan aksi yang tak sekuat drama, jajaran bintang idola anak muda yang sekilas dipilih cuma demi mengejar untung, hingga trailer yang tak spesial biarpun jauh dari buruk. Hasilnya? Surprise, this is one of our best blockbusters in years.
Salah satu upaya terbaru film Indonesia merambah heist adalah lewat The Professionals (2016) yang luar biasa canggung, akibat memandang genre ini sebatas mementingkan karakter ganteng dan cantik bertingkah sok keren, sembari mengenakan setelan mahal. Mencuri Raden Saleh juga dipenuhi karakter ganteng dan keren, tapi mereka bukan sekadar pajangan.
Ditulis oleh Angga bersama Husein M. Atmodjo (Midnight Show, 22 Menit, Perburuan), naskahnya tahu cara mengelola karakter. Buktinya, ia rela menghabiskan banyak porsi guna mengupas jati diri mereka, walau harus membuat filmnya berdurasi 154 menit (andai di bawah dua jam, hasilnya pasti hambar).
Piko (Iqbaal Ramadhan) dan Ucup (Angga Yunanda) bekerja sama dalam bisnis pemalsuan lukisan. Piko adalah pemalsu handal, sedangkan sebagai peretas, Ucup mampu memperoleh data yang diperlukan agar lukisan itu terlihat seasli mungkin. Piko mengumpulkan uang demi dua hal: membahagiakan kekasihnya, Sarah (Aghniny Haque), yang sedang berjuang menembus tim PON, dan membebaskan ayahnya, Budiman (Dwi Sasono), dari penjara.
Maka ketika datang tawaran besar dari mantan presiden, Permadi (Tio Pakusadewo), untuk mencuri lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh yang disimpan di istana negara, Piko tak kuasa menolak. Tim pun dikumpulkan: Gofar (Umay Shahab) si mekanik, Tuktuk (Ari Irham) si driver, dan Fella (Rachel Amanda) si bandar judi yang jadi tambahan sumber daya sekaligus otak rencana.
Kita tahu jati diri, motivasi, dan terpenting, kemampuan mereka. Naskahnya meluangkan waktu, memberi porsi merata, supaya penonton yakin mereka merupakan ahli di bidang masing-masing. Kecuali Tuktuk. Mencuri Raden Saleh tak punya sekuen kebut-kebutan memadai sebagai pembuktian kualitas Tuktuk.
Deretan karakternya pun hidup berkat performa tiap pemain. Iqbaal mengeksplorasi sisinya yang lebih tertutup, Angga Yunanda berevolusi jadi lead matang yang tampil lepas (I didn't know he can be this cool), Umay menampilkan akting dramatik, juga komedik melalui celetukan naturalnya. Mudah mendukung perjuangan mereka. Perjuangan yang senada dengan esensi lukisannya selaku simbol perlawanan terhadap kelicikan para pemegang kekuatan.
Mengenai lukisan, keberhasilan filmnya mereproduksi karya Raden Saleh (konon dibuat oleh seorang pelukis maestro yang tentu saja tak bisa diungkap identitasnya) juga suatu pencapaian, sekaligus bukti bahwa Angga memedulikan detail. Total lima kanvas dibuat dalam beragam fase (sketsa hingga hasil akhir).
Menyebut naskahnya mulus total mungkin kurang tepat. Beberapa detail rencana terkadang diolah kurang matang, pun twist-nya agak bergantung pada kebetulan, pula membuat ceritanya lebih rumit dari yang dibutuhkan. Tapi secara keseluruhan, alurnya cukup "belokan" sehingga dua setengah jam durasi terisi padat, entah berupa konflik interpersonal atau terkait jalannya misi. Tentu misinya tak berjalan mudah. Terjadi kegagalan yang sekilas nampak bodoh, namun kebodohan berujung kesalahan itu masuk akal, sebab tokoh-tokohnya bukanlah pencuri profesional.
Meski tersisa sedikit keluhan, pengarahan aksi Angga kentara mengalami peningkatan. Terlebih, kali ini lubangnya tak terlalu mengganggu berkat iringan musik gubahan Abel Huray yang menyokong intensitas adegan. Bintangnya tentu Aghniny. Kita tahu kemampuan bela dirinya mumpuni, tapi baru di Mencuri Raden Saleh potensinya benar-benar dimaksimalkan. Kamera menangkap seluruh karisma serta gestur Aghniny, seolah ia (kamera) sendiri dibuat kagum olehnya. Aksinya menghajar musuh dalam balutan gaun merah merupakan puncak. Kemunculan Reza Hilman (juga menjabat koreografer film ini) di momen tersebut mungkin terkesan tiba-tiba, pula tanpa substansi berarti selain sebuah easter eggs, namun menyaksikan kombinasi dua jagoan bela diri tetap mengandung daya pikat tersendiri.
Mencuri Raden Saleh membuktikan betapa industri kita sejatinya telah sangat siap melangkah lebih jauh dalam hal penambahan variasi. Bukan lagi di tahap "mari apresiasi karya unik anak bangsa". Sineas kita sudah menjalankan tugasnya. Sekarang semua terletak di tangan publik, untuk menentukan seberapa jauh upaya menambah keberagaman bakal melangkah.
13 komentar :
Comment Page:Baca review ini jadi ingat aku nonton Ben & Jody karna review Movfreak dan tida menyesalll :D
Tp aku ttp berusaha skeptis dulu karna cast2nya menurutku terlalu bocil (I never really like Ari Irham, Angga, Iqbal dan Rachel's performance :|) dan trailernya meragukan. Tapi yaa, aku harap hasil akhir habis aku nonton nanti bs sepuas hbs nonton BenJod :D
gan ada nomere WA gak..
Tuktuk man of the match ½ babak haha
blibli.com...fullo...para aktor muda yang berbakat....segar ini film...masuk ajang penghargaan...visinema picture pasti selalu menghasilkan film2 terbaik
mengapa film ini di bintangi aktor bocil muda...terjawab tuntas dalam film ini....keren
Gue yakin di salah satu draft skenario nya ada sekuen kebut-kebutan buat Tuktuk, cuma dipotong, mungkin karena budget atau perijininan jalanan kota yg sulit atau kendala lainnya
Memang bagus sih filmnya, beli popcorn sampe nggk kemakan..
mirip oceans 12( 2004)... Indonesia harus nunggu 18 thn untuk ini... lebih baik telat daripada tidak sama sekali
sambil makan aja bang :)
Amazing siih iindonesia bisa buat film semenyenangkan ini. Besok weekend siap angkut ponakan untuk nonton film ini
Curiga ada kelanjutannya
trilogy mencuri raden saleh...lanjut...bagian ke-2 dan ke-3
ini film tuh seruu bgt
Posting Komentar