09/06/23

REVIEW - STAR SYNDROME

0 View

Di luar persoalan fisik, ada hal lain yang sering dilupakan (atau lebih tepatnya enggan diterima) oleh seseorang seiring bertambahnya usia. Generasi baru akan menggantikan tempat kita, dengan terobosan pola pikir mereka, didukung perkembangan teknologi yang makin sulit dikejar para sesepuh. Kita tidak lagi relevan. 

Jay Adi (Gilang Dirga) pernah menguasai industri musik Indonesia di pertengahan hingga akhir 2000-an bersama grupnya, Jay and the Others. Mengusung gaya pop rock melayu, rekor 10 juta pengguna RBT (ring back tone) untuk lagunya pernah diraih. 

Ah, masa itu. Masa di mana penjualan album fisik mulai meredup, dan RBT menjadi alternatif pundi-pundi uang para musisi. Sebagaimana Jay and the Others yang hanya mendulang kesuksesan di album perdana, kala itu deretan band bernuansa melayu rutin datang dan pergi. Status "one hit wonder" pun banyak disematkan. 

Naskahnya ditulis oleh Rino Sarjono (Negeri 5 Menara, Jagat Arwah), tapi jejak Soleh Solihun selaku sutradara tampak nyata. Star Syndrome bukan debut penyutradaraan Soleh, namun berbeda dengan Mau Jadi Apa? (2017) atau Reuni Z (2018), mantan jurnalis majalah Rolling Stone Indonesia tersebut menelusuri area yang benar-benar ia kuasai dalam film ini. 

Alhasil filmnya dipenuhi seluk-beluk industri musik kita. Tentang riders aneh para musisi, benturan artis dengan label, hingga beragam banyolan yang tentunya dikemas dengan gaya "nyeleneh tapi cerdas" khas Soleh. Misal saat tanpa harus terlalu gamblang, diselipkannya lelucon "Pak Dadang". 

Rasanya bukan kebetulan juga saat tampilan Jay, dengan rambut keriting serta kumisnya, mengingatkan ke Giring, ex-vokalis Nidji. Apalagi saat Randy muncul memerankan Jet, kibordis Jay and the Others yang menyimpan kekesalan terhadap si mantan vokalis. 

Saya yakin Soleh sendiri kerap menemukan musisi "has-been" seperti Jay di dunia nyata, dan pengalaman itu membantu memuluskan penceritaan Star Syndrome. Belasan tahun selepas puncak kejayaannya, Jay berupaya membangkitkan karirnya yang telah redup. Sewaktu ia dan sang manajer, Zul (Tanta Ginting), mulai putus asa, datanglah harapan dalam diri Nur (Kezia Aletheia). 

Setelah cuma bernyanyi untuk jingle bikinan Dudi (Tora Sudiro), suara emas Nur sampai ke telinga Jay, yang mengajak si gadis berduet di lagu barunya. Awalnya semua berlangsung mulus, hingga Jay sadar kalau wajah industri musik tanah air telah berubah. Tapi maukah Jay ikut berubah?

Keengganan generasi tua untuk mengikuti perkembangan zaman, kukuh menganggap perspektifnya paling superior, selalu jadi sumber kegagalan mereka mempertahankan relevansi. Star Syndrome menyentil tendensi tadi. Filmnya bukan ingin membuang para senior, melainkan sebuah pengingat agar terus beradaptasi, sembari menekan ambisi (berlebih) untuk menjadi sorotan utama. Kita sudah pernah bersinar, sekarang biarkan cahaya itu menyinari muda-mudi. Klimaksnya mewakili pesan itu, saat Jay dan Nur "berduet" di atas panggung, dalam adegan hangat yang menunjukkan pendewasaan Soleh sebagai sutradara. 

Jangan lupakan jasa dua pemainnya. Kalau selama ini lebih sering mengisi posisi pendukung, Gilang Dirga dan Kezia Aletheia akhirnya berkesempatan memamerkan talenta terbaik mereka. Keduanya sama-sama piawai meleburkan drama dengan komedi. Pasca berhasil melahirkan karakter adorable dalam diri Nur, saya menantikan Kezia mengisi peran-peran utama lainnya. 

Alur Star Syndrome memang masih bergerak sesuai pola formulaik, pun jika membicarakan eksplorasi, mayoritas belum beranjak jauh dari permukaan. Penokohan Nur sebatas "gadis miskin jago tarik suara", sementara Jay hanya "mantan bintang yang egois". Tidak banyak kompleksitas. 

Lebih jauh lagi, detail-detail seperti titik balik yang karakternya alami, digarap agak buru-buru, seolah hanya demi memenuhi kewajiban "bercerita sesuai textbook". Tapi biarlah itu jadi pekerjaan rumah Soleh di film keempatnya kelak. Sekarang, nikmati dulu momen di mana seorang Soleh Solihun bertransformasi sebagai sineas kompeten.    

17 komentar :

  1. Anonim6:01 AM

    KOCAK PARAH INI FILM

    BalasHapus
  2. Sengaja cari review dulu sebelum nonton filmnya,lumayan tergambar seperti apa filmnya

    BalasHapus
  3. Anonim3:18 PM

    Pemilihan Gilang Dirga sbg pemeran utama menegaskan kalau pemeran utama film itu sebenernya bisa banget dicomot dari kelompok manapun di industri hiburan, termasuk presenter dangdut sekalipun.

    BalasHapus
  4. Jay Jay Okocha6:07 PM

    Parah bet di medan dikit bgt layarnya

    BalasHapus
  5. Anonim8:29 PM

    benar benar drama kocak muncrat abis ini film terbaik di bulan juni 2023, terbaik dari yang terbaik

    BalasHapus
  6. Anonim3:57 AM

    Film Super Kocak

    BalasHapus
  7. Anonim3:58 AM

    Skor film star syndrome : 8/10

    BalasHapus
  8. Anonim3:58 AM

    Ngakak abis dari awal film sampai akhir film

    BalasHapus
  9. Anonim10:03 AM

    lah hilang dari layar bioskop, gue belum nonton....

    BalasHapus
  10. Anonim6:28 PM

    film bagus kurang promosi ancur jadinya di bioskop

    BalasHapus
  11. Anonim6:29 PM

    protes film horror murahan nggak mutu di bioskop

    diberi film bagus di bioskop, nggak di tonton, duh...

    BalasHapus
  12. Anonim5:14 AM

    tenang aja ini film nanti laku di streaming

    BalasHapus
  13. Anonim10:00 AM

    hilang tak berkesan

    BalasHapus
  14. Anonim1:48 PM

    konyol film ini

    BalasHapus
  15. Anonim12:19 PM

    dasar, diberikan film bagus malah nggak di tonton, di beri horror protes...

    BalasHapus
  16. Anonim3:01 AM

    thanks mr.rasyid

    BalasHapus