Insidious: The Red Door punya intensi baik. Sebagai installment kelima, timbul kesadaran untuk tidak melakukan repetisi dari segi penceritaan. Kembali menyoroti jajaran karakter dari dua film pertama, daripada pengulangan, filmnya menggiring dinamika keluarga disfungsional ke area yang lebih kompleks. Ada niat membawa kesegaran, tapi naskah dangkal ditambah teror tak memorable justru melahirkan produk berlawanan: sebuah epilog yang tidak perlu.
Sebuah tendensi Hollywood sewaktu membuat sekuel adalah memecah hubungan karakter, sekuat apa pun ikatan yang penonton saksikan di film-film sebelumnya. Naskah buatan Scott Teems (Halloween Kills) mengambil langkah serupa. Sembilan tahun pasca peristiwa Insidious: Chapter 2 (2013), kondisi Keluarga Lambert tak lagi sama. Josh (Patrick Wilson) dan Renai (Rose Byrne) bercerai, sedangkan si putera sulung, Dalton (Ty Simpkins) tumbuh jadi remaja pemberontak.
The Red Door mengulik gagasan perihal repressed memory, di mana individu kesulitan mengingat kenangan traumatis dari masa lalu sebagai mekanisme pertahanan diri. Ingatan Josh dan Dalton tentang perjalanan mereka di The Further ditekan, namun tak pernah benar-benar lenyap. Memori kelam Dalton perlahan timbul ke permukaan ketika menjalani kelas melukis. Sebuah poin menarik soal bagaimana seni bisa menggali sisi terdalam manusia, yang sayangnya enggan filmnya soroti lebih jauh.
Cukup lama The Red Door berkutat dalam drama. Praktis sekitar 30 menit pertamanya murni dipakai memperkenalkan penonton kepada pergolakan mental para protagonis. Psikis Josh berada di titik terendah. Ingatannya kabur, emosinya tidak stabil. Sosok ayah yang biasanya digambarkan selaku pelindung justru berpotensi jadi penghancur akibat kerapuhannya.
Tapi potensi dinamika keluarga disfungsional tersebut gagal melangkah lebih jauh, akibat eksplorasi naskahnya terkait luka serta rasa bersalah Josh, juga unsur transgenerational trauma yang mempengaruhi sang karakter, hanya berkutat di permukaan. Alhasil, tujuan menutup franchise lewat konklusi emosional pun gagal dicapai.
Selain memerankan figur ayah yang tidak stabil, Patrick Wilson turut melakoni debut sebagai sutradara. Menilik beberapa teror, misalnya penampakan unik nan mencekam yang memanfaatkan jendela, sejatinya Wilson cukup berani menerapkan kesunyian guna membangun kengerian. Tapi ketika dituntut melempar jumpscare, jam terbang minimnya begitu kentara.
Di luar ide-ide yang cenderung generik, banyak jumpscare milik The Red Door punya eksekusi murahan. Ketika dahulu James Wan memacu adrenalin dengan teknik "hantu agresif", Wilson menghilangkan poin tersebut, yang menjadi pembeda antara Insidious dengan banyak horor medioker. Para hantu sebatas setor muka, ditambah penyuntingan yang sengaja menghilangkan transisi, semata-mata agar suatu penampakan terasa lebih mengagetkan. Film ini tidak ada bedanya dengan video screamer yang banyak bertebaran di internet. Murahan.
keren banget ini film drama daripada film bocil mission impossible
BalasHapusgue sudah nonton film ini bagus, bukan film murahan, alur cerita menarik, tidak ada lagi musik score yang meledakkan telinga
BalasHapusYah murahan tp bisa buat drpd omdo doang by teori basi
BalasHapusMurahan tapi lo rate 2,5. goblok
BalasHapusSKOR FILM INSIDIOUS: THE RED DOOR" : 9/10
BalasHapusINI FILM DRAMA KEREN BIKIN MATA HARUS MELEK TERUS KARENA BANYAK PENAMPAKAN YANG TIDAK TERLIHAT JIKA MATA KITA MISS AJA/MATA MENOLEH SEDIKIT/MENUTUP MATA SEDIKIT PASTI TIDAK MELIHAT, MEMINIMALISIR JUMP SCARE & TIDAK ADA TERIAKAN KERAS MUSIK SEPERTI FILM SERI SEBELUMNYA
DEBUT PENYUTRADARAAN YANG BERHASIL
9 ndasmuuuu, gen z kalo ngasih nilai suka gak pake otak emang
HapusPatrick Wilson berhasil membawa film INSIDIOUS: THE RED DOOR ke arah alur cerita yang lebih baik
BalasHapusJUMP SACRE IDIOT berhasil di hilangkan oleh baik menjadi film drama thriller yang lebih menakutkan
Komennya ababil semua. Tipikal penonton bioskop FOMO. Najis gw bacanya
BalasHapusKomennya pada marah-marah. Ya suka suka yang bikin review lah. Kalo gak sepakat ya tinggal bikin aja review lainnya. Simpel.
BalasHapuswah ngeri ngeri sedap ini film benar benar film drama non jump scare, setiap penampakan benar benar sunyi senyap bagaikan operasi rahasia
BalasHapusboleh ya mas rasyid, saya komentar, karena saya sudah nonton kemarin malam
saya komentar, saya sudah nonton film di bioskop
SKIP, FILM KOMEDI TOLOL BANGET.....
BalasHapusoalahhhhhh, penampakannya LGBT+, parah keren ini, maknyusssss
BalasHapusGw jadi pembaca setia MOVFREAK udah 5 tahun lebih kayaknya , dulu komentar2nya mengundang diskusi tapi kena sekarang kayak banyak bocil dan anonim ga jelas ya?
BalasHapusKayaknya itu semacam orang2 yg nggak seneng dengan blog ini. Kek haters gitu mungkin. Jangan2 malah agen2 sineas yang filmnya dikritik karena jelek pada nyerang semua. Sengaja. Yah oknum bang.
HapusAsli sih, ini ada apa kok tiba2 isi komennya jelek banget
HapusNgapain nonton di bioskop buang-buang duit, tanggal 20an juga digitalnya rilis
BalasHapusabis nonton, baru bisa komentar dong
BalasHapusKomennya kenapa ya? Kalo ga paham apa itu resensi film, gak usah banyak bacot deh. Review itu gunanya untuk memberi kritik serta saran apa aja sih yg kurang dri filmnya. Dulu sesi komennya gak gini deh. Kok sekarang sampah bgt sih? Tunggu lu semua tumbuh jemb*t aja deh baru komen. Gak usah sok paham sama film. Semangat ya bang buat reviewnya. Hiraukan aja bocah2 labil ga jelas itu.
BalasHapusbusyet dah, banyak orangtua bawa balita & bocil nonton film insidious di bioskop, sesuatu banget dah...
BalasHapusbocil & balita malah ketawa nonton ini film bikin suasana horror menjadi komedi
film yang benar-benar sunyi senyap, film drama yang bercerita trauma keluarga turun temurun di masa lalu, sekarang dan akan datang
BalasHapusthanks mr.rasyid
BalasHapusterimakasih mas rasyid atas review nya
BalasHapusBisa ga ya kolom komentarnya dimatiin aja, males isinya sampah2 doang. Padahal dulu kolom komentar isinya utk diskusi
BalasHapusulasannya terimakasih mas rasyid
BalasHapusgreatjob, mr. rasyid
BalasHapusSelalu suka baca review film disini walaupun dr dulu silent reader. Kaget pas baca komennya di review ini, bener bener bocah kmrn sore. Kalopun gak setuju dengan review Mas Rasyid, bisa bikin review sendiri atau simply diem aja. Semangat trs Mas Rasyid, banyak pembaca setia blog ini dan nungguin review film disini walaupun silent reader seperti saya🤭💪
BalasHapussudah nonton film ini, lumayan lah nggak pakai lagi teknis jumpscare berlebihan
BalasHapusthanks mas rasyid
ditunggu review film oppenheimer ya mas rasyid. hehehe thank u :))
BalasHapusthanks mas rasyid
BalasHapustiap review bagus mas, salam
BalasHapus😍😍😍
BalasHapusAda bocil kemarin sore, awam film tapi pengin eksis dg sahut2an sama diri sendiri, ngetroll di kolom komentar. Niatnya caper, sayangnya dicuekkin sama Rasyid. Haha.
BalasHapussudah nonton film nya, nggak keren
BalasHapusskip, tunggu netflix
BalasHapusfilm komedi berasa horror
BalasHapusfilm komedi terbaik
BalasHapusFILM HORROR PALING TARIK CUAN DI LAYAR BIOSKOP, KEREN MANTAP ABIS
BalasHapusFilm Paling Wajib Tonton
BalasHapusluar biasa ini film komedi
BalasHapusada film triple XXX horror, nah ini dia film nya
BalasHapusFilm usang, dengan formula usang yang membosankan. Bolehlah untuk film pengantar tidur 👍
BalasHapusFilm Drama Keluarga Terbaik
BalasHapusJadi Pengen Boker
BalasHapusFilm masih bertahan di layar bioskop
BalasHapusmemuaskan penonton
BalasHapus