Sejak The Raid 12 tahun lalu, saya tidak pernah mendapati audiens JAFF bereaksi seheboh para penonton yang mengisi studio tempat diputarnya Jatuh Cinta Seperti di Film-Film. Tawa dan tepuk tangan silih berganti terdengar. Mungkin karena karya terbaru Yandy Laurens ini menyentil banyak lapisan industri film Indonesia yang kerap dijadikan bahan gosip (persepsi negatif publik terhadap film hitam putih, lip service tamu gala premier, polah pelaku industri di balik layar, dll.).
Di mata para penikmat film, Jatuh Cinta Seperti di Film-Film memang akan terasa dekat. Apalagi Yandy mendesain filmnya sebagai tontonan meta, di mana Ringgo Agus Rahman dan Nirina Zubir masing-masing memerankan karakter yang juga punya nama panggilan "Gus" dan "Na", sedangkan Dion Wiyoko dan Julie Estelle memainkan diri mereka sendiri.
Alurnya membicarakan "film dalam film". Bagus (Ringgo Agus Rahman) adalah penulis naskah yang tengah mengusulkan ide terbaru pada sang produser, Yoram (Alex Abbad), yakni sebuah film hitam putih mengenai penulis naskah yang ingin menuangkan rasa cintanya terhadap si pujaan hati melalui karyanya. Pada kenyataannya memang itulah yang Bagus rasakan. Diam-diam ia menyukai teman lamanya, Hana (Nirina Zubir), yang baru beberapa bulan menjanda. Bagus berharap naskah barunya ini bisa menjadi hadiah bagi Hana.
Jatuh Cinta Seperti di Film-Film dibuka selama beberapa menit dengan format berwarna, sebelum warna itu memudar seiring rasio layar yang melebar. Pilihan teknis yang berani tersebut bukan semata bentuk gaya-gayaan, melainkan alat yang Yandy Laurens pakai untuk menguatkan narasi, kala lenyapnya kemeriahan warna justru membantu memperluas perspektif alih-alih menyempitkannya.
Begitulah proses yang Bagus alami. Dia yakin naskahnya bakal jadi kado romantis. Dia yakin perasaan Hana yang enggan jatuh cinta lagi sepeninggal sang suami adalah false belief. Dia yakin proses menulis ini akan membantunya memahami duka yang Hana rasakan. Dia yakin merahasiakan naskah itu sebelum gala premier bakal memberi efek kejut yang positif, biarpun Bagus telah berkali-kali diingatkan oleh sahabatnya, Celine (Sheila Dara), agar meminta izin Hana lebih dahulu.
Yandy bak sedang mengkritisi dirinya sendiri, juga para penulis naskah lain di luar sana. Benarkah ketika seorang penulis bertutur soal isu atau sosok tertentu, mereka benar-benar menaruh kepedulian? Ataukah (baik secara sadar atau tidak) mereka sebatas memedulikan pencapaian pribadi?
Di suatu adegan, kita melihat Hana tenggelam dalam tangis, sementara di saat bersamaan terdengar voice over Bagus dan Yoram, yang dengan santai membahas kesedihan si wanita. Apa yang bagi Hana merupakan luka tak tertahankan, rupanya cuma materi cerita di mata Bagus. Sebagai sutradara, Yandy memang jagonya merumuskan momen sederhana tetapi menggetarkan semacam itu. Saya tidak merasa dimanipulasi. Dampak emosi apa pun yang muncul adalah hasil proses mengenali tiap karakter beserta permasalahan mereka.
Tentu Yandy tidak seorang diri. Jajaran pemain pun berkontribusi besar menyalurkan rasa kepada penonton. Ketika dinamika Sheila Dara dan Dion Wiyoko sebagai pasangan suami istri yang agak eksentrik hadir selaku penyegar suasana, Ringgo Agus Rahman dan Nirina Zubir jadi motor penggerak rasa.
Ringgo melakoni tugas luar biasa berat. Dia mesti menghidupkan sosok menyebalkan yang dikuasai ego, sembari menjaga supaya tetap tersisa ruang di hati penonton untuk kelak memaafkannya. Sedangkan Nirina menghadirkan penampilan terbaik sepanjang karir layar lebarnya yang bermula hampir dua dekade lalu. Bahkan sejak pertama kali kita melihat wajah Hana, sorot mata Nirina sudah sedemikian kuat mengoyak-oyak perasaan.
Dipresentasikan dengan format hitam putih, mengedepankan dialog ala trilogi Before milik Richard Linklater, apakah itu menjadikan film ini suguhan arthouse? Tidak. Dia tampil menyenangkan, dengan selipan humor maupun beberapa kejutan terkait "film dalam film" miliknya. Jatuh Cinta Seperti di Film-Film takkan mengalienasi penonton golongan apa pun. Dia akan membantumu menguatkan, atau menemukan kembali perasaan cinta. Baik cinta antar manusia, maupun terhadap medium bernama sinema.
(JAFF 2023)
biasa aja nothing spesial
BalasHapusfilm bagus seperti ini nggak bakalan bertahan di layar bioskop dan terbatas pula tayang nya
BalasHapuskarya terbaru Yandy Laurens kalah berkelas dengan Lele Laila
BalasHapus"Karya terbaru Yandy Laurens kalah berkelas dengan Lele Laila" Kalah darimana coba? Gw nonton trailernya aja dialognya jauh lebih bagus dan enak didengar daripada dialog dialognya tulisan Lele 😂
HapusIni anonim caper kayaknya tiap review ngomongi lele laila terus, kalo lo memang gak senang dm aja orangnya jangan nyampah terus disini ketahuan kalo hidup lo gak ada guna
Hapusfilm horror banget, takut gue seseram itu filmnya menusuk hati
BalasHapusOmg, orang kayak gini bikin industri film kagak maju
Hapusskip, tunggu tayang di netflix aja
BalasHapusKadang sbingung dengan akun anonim di blog ini pengen cari perhatian terus di tiap review yang penting komen isinya perhomoan ataupun ngatain lele Laila dan sebagainya, yakin sih yg anonim ini cowok pengangguran gak berguna
BalasHapusBacot, cek notif michat sono takut pelanggan setia udah nungguin
HapusMending cek mamak Lo, kali aja yang mesan mamak kau di michat banyak anonim goblok
Hapuswah bagus banget ini film
BalasHapusketika pas tayang, kagak nonton
cuma bisa komentar julid
skor film ini : 7/10
film terbaik 2023
BalasHapusgue udah nonton
BalasHapusgue komentar
bagus ini film
sayang nanti pas tayang di bioskop, nggak ada yang nonton
film ini emang film horror karena memotret realita nyata, bagus & wajib di tonton
BalasHapusrekomendasi
fakta memang tidak bisa berbohong
BalasHapusfilm horror masih mendominasi bioskop
film festival jarang di minati, sebagus apapun
jarang film festival sekaligus sebagai film yang disukai masyarakat apalagi sampai tembus 1 juta, ada namun jarang
itulah realita
sebagaimana film ini untuk segmen penonton tertentu
goodluck di bioskop jika tayang
Terus kenapa? Banyak penonton juga belum tentu orang suka semua filmnya. Toh juga banyak film Indonesia yang gak laku tapi tidak merubah fakta kalo filmnya bagus. Budi Pekerti belum nyampe 1 juta penonton tapi tidak merubah fakta kalo filmnya bagus. Gw masih mending ngambil Budi Pekerti daripada film horor Indonesia yang formulanya sama persis dan melelahkan 😂
HapusBodo amat mau sejuta atau semilliar, kalo filmnya udah bagus. Gw seneng seneng aja. Blade Runner yang pertama aja flop di box office pas tayang, sekarang statusnya dijadikan film yang klasik 🤷
thanks atas review nya mas rasyid
BalasHapusSetuju banget!!!!! Nirina sama Ringgo calon FFI Best Actor dan Best Actress tahun depan sih fix! Menurut lo bang Nirina layak menang disini ama di HEART waktu 2006? Kalo gua sih disini daripada di HEART.
BalasHapusOMG, film bagus tayang terbatas di layar bioskop, cek aja jadual tayang, WTF
BalasHapusnggak kuat gue nonton nya, sakit hati gue, ini film anjay banget bagusssssss
BalasHapusfilm khusus penonton segmen tertentu, bagus ini film
BalasHapusjatuh cinta seperti di film film horror
BalasHapuspenonton adalah juri terbaik
BalasHapusbusyet dah, film nya bicara doang, bagus ini keren
BalasHapusYg pada komen negatif doang nyari apa sih? Segitu menyedihkannya kehidupan kalian sampe hrs cari perhatian disini ya? Dasar sampah 🤣
BalasHapusKelar nonton kemarin. Bener2 film meta dan looping sekali. Bebas dan berani. Jadi paham posternya kenapa harus seperti itu. 9/10
BalasHapusluar biasa bertahan di layar bioskop
BalasHapustembus 500 ribuan penonton, so keren
BalasHapussekeren itu film hitam putih
BalasHapus