01/05/24

REVIEW - CIVIL WAR

0 View

Melalui Civil War yang jadi film termahal produksi A24 sampai saat ini (50 juta dollar), Alex Garland bukan sedang menudingkan jari ke pihak tertentu, melainkan Amerika Serikat secara menyeluruh. Dilukiskannya gambaran kemungkinan masa depan, di saat negara yang terpolarisasi berujung meruntuhkan dirinya sendiri. Tidak ada benar atau salah. Hanya kehancuran dan kematian. 

Alkisah perang sipil tengah pecah di Amerika. Garland tak menjabarkan alasan pastinya, sebab penonton cukup memahami satu hal: kebencian mengakar terlampau kuat di sana. Para loyalis pendukung pemerintahan presiden yang telah menjabat selama tiga periode berhadapan dengan beberapa faksi yang tersebar di berbagai daerah. Lee Smith (Kirsten Dunst), si jurnalis perang ternama, turut meliput peperangan tersebut di garis depan. 

Joel (Wagner Moura) dari Reuters, Sammy (Stephen McKinley Henderson) si jurnalis senior The New York Times, dan Jessie (Cailee Spaeny) yang amat mengidolakan Lee, turut serta dalam liputan berbahaya tersebut. 

Terdapat satu poin menarik, di mana keempat karakternya nampak seperti perwujudan sebuah keluarga (ayah, ibu, anak, kakek) yang tengah melakukan road trip. Seiring waktu ikatan di antara mereka menguat, pun di sepanjang perjalanan, masing-masing memperoleh pelajaran berharga. Bedanya, bukan kehidupan yang mereka saksikan, tapi bau busuk kematian. 

Selama 109 menit, Civil War menempatkan karakternya dalam beragam skenario berbahaya, yang masing-masing mewakili gagasan Garland tentang bagaimana rupa suatu negeri yang dikuasai kebencian. Kita tak pernah mengetahui alasan di balik perang sipilnya, dan bisa saja, orang-orang bersenjata yang karakternya temui pun tidak benar-benar memahami, atau telah melupakan alasan tersebut. Mungkin mereka cuma menikmati kebebasan meluapkan amarah dan kebencian atas nama perang. 

Dari situlah kita memahami keresahan Lee, yang diperankan oleh Kirsten Dunst dengan kematangan dan kekokohan hasil gemblengan realita pahit. Berkali-kali ia lolos dari medan perang untuk menginformasikan horor di garis depan lewat foto-fotonya, tapi mengapa peristiwa serupa senantiasa terulang? Apakah profesinya yang konon penuh jasa itu sungguh berdampak? Apakah umat manusia dengan segala hasrat keji mereka memang sudah tak tertolong lagi?  

Dibantu tata suara mumpuni yang bakal membuat penonton merasa diletakkan di tengah baku tembak sungguhan, Garland menyajikan ketegangan lewat keping-keping peristiwa yang protagonisnya alami. Jadilah film perang yang tak kalah mengerikan dibanding horor. 

Ada kengerian yang bersumber dari implikasi mengenai bakal bagaimana kondisi dunia selepas filmnya usai (imajinasi penonton), ada pula kengerian yang berasal dari paparan lebih gamblang tatkala Garland secara efektif memvisualisasikan kondisi perang sipil tersebut. Menonton Civil War seperti menyaksikan cuplikan hari kiamat dengan atmosfer menghantui yang sukar dihapus dari ingatan. 

Satu hal yang agak disayangkan adalah terkait tendensi Garland untuk menjauh dari sudut pandang para jurnalis, menyoroti pusat peperangan secara lebih dekat, guna menghadirkan spektakel yang lebih besar. Hasilnya lebih seru, lebih epik, namun realisme dan keintiman filmnya justru melemah.

Garland memilih jurnalis sebagai protagonis untuk menekankan netralitas Civil War. Bukan berarti sang sineas kurang tegas bersuara. Sebaliknya, poin tersebut membuktikan kalau Garland tidak naif dengan memandang salah satu pihak politik lebih baik dari yang lain. Perjalanan para jurnalisnya merupakan proses menangkap realita secara apa adanya, dan akhirnya realita tersebut cuma menunjukkan potret kematian.

25 komentar :

  1. Anonim12:07 PM

    Menonton Civil War seperti menyaksikan cuplikan MK

    BalasHapus
  2. Anonim12:07 PM

    ora mutu iki film

    BalasHapus
  3. Anonim12:08 PM

    film komedi negara jadikan mainan anak kecil

    BalasHapus
  4. Anonim12:09 PM

    presiden 3 periode itu keren pastinya

    BalasHapus
  5. Anonim12:09 PM

    civil war dikira lanjutan film wakanda ganti pimpinan, njrit

    BalasHapus
  6. Pembasmi Anonim Caper1:25 PM

    Semangat anonim goblok capernya

    BalasHapus
  7. Anonim3:04 PM

    Naskah lele laila emang joss aye aye

    BalasHapus
  8. Anonim5:02 PM

    jelek film nya

    BalasHapus
  9. Anonim5:02 PM

    kecewa dikira bagus ternyata sinting banget ini film

    BalasHapus
  10. Anonim5:03 PM

    wow seharusnya di banned nggak boleh masuk bioskop ini film

    BalasHapus
  11. Anonim5:03 PM

    jurnalistik cakep

    BalasHapus
  12. Anonim5:03 PM

    daerah konflik nggak mutu

    BalasHapus
  13. Anonim5:04 PM

    ini film marvel yang bagus sekali

    BalasHapus
  14. Anonim5:05 PM

    kok nggak ada jagoan superhero nya, prank

    BalasHapus
  15. Anonim5:06 PM

    ini akibat tony stark tewas sehingga terjadinya CIVIL WAR

    BalasHapus
  16. Anonim5:08 PM

    slowburn movie

    BalasHapus
  17. Anonim5:08 PM

    nggak cocok tontonan bocil

    BalasHapus
  18. Anonim5:10 PM

    kisah frustasinya mantan pacar spiderman, Kirsten Dunst

    BalasHapus
  19. Anonim7:21 PM

    gue malah milih film Indonesia dulu : TAOL dan Menjelang Ajal

    BalasHapus
  20. Anonim9:09 PM

    toxic ya ampun serem sekali kakak

    BalasHapus
  21. neeznutz7:30 PM

    entah kenapa selalu suka liat gedung putih ancur, padahal bukan warga sana wkwkw

    BalasHapus
  22. Anonim7:40 PM

    di film Civil War, senang banget puas lihat presiden 3 periode di eksekusi langsung sampai mati

    BalasHapus
  23. Anonim7:41 PM

    ending nya luar biasa, istana presiden meledak

    BalasHapus
  24. Anonim7:41 PM

    film nya berasa mirip...

    BalasHapus