REVIEW - CIVIL WAR

25 komentar

Melalui Civil War yang jadi film termahal produksi A24 sampai saat ini (50 juta dollar), Alex Garland bukan sedang menudingkan jari ke pihak tertentu, melainkan Amerika Serikat secara menyeluruh. Dilukiskannya gambaran kemungkinan masa depan, di saat negara yang terpolarisasi berujung meruntuhkan dirinya sendiri. Tidak ada benar atau salah. Hanya kehancuran dan kematian. 

Alkisah perang sipil tengah pecah di Amerika. Garland tak menjabarkan alasan pastinya, sebab penonton cukup memahami satu hal: kebencian mengakar terlampau kuat di sana. Para loyalis pendukung pemerintahan presiden yang telah menjabat selama tiga periode berhadapan dengan beberapa faksi yang tersebar di berbagai daerah. Lee Smith (Kirsten Dunst), si jurnalis perang ternama, turut meliput peperangan tersebut di garis depan. 

Joel (Wagner Moura) dari Reuters, Sammy (Stephen McKinley Henderson) si jurnalis senior The New York Times, dan Jessie (Cailee Spaeny) yang amat mengidolakan Lee, turut serta dalam liputan berbahaya tersebut. 

Terdapat satu poin menarik, di mana keempat karakternya nampak seperti perwujudan sebuah keluarga (ayah, ibu, anak, kakek) yang tengah melakukan road trip. Seiring waktu ikatan di antara mereka menguat, pun di sepanjang perjalanan, masing-masing memperoleh pelajaran berharga. Bedanya, bukan kehidupan yang mereka saksikan, tapi bau busuk kematian. 

Selama 109 menit, Civil War menempatkan karakternya dalam beragam skenario berbahaya, yang masing-masing mewakili gagasan Garland tentang bagaimana rupa suatu negeri yang dikuasai kebencian. Kita tak pernah mengetahui alasan di balik perang sipilnya, dan bisa saja, orang-orang bersenjata yang karakternya temui pun tidak benar-benar memahami, atau telah melupakan alasan tersebut. Mungkin mereka cuma menikmati kebebasan meluapkan amarah dan kebencian atas nama perang. 

Dari situlah kita memahami keresahan Lee, yang diperankan oleh Kirsten Dunst dengan kematangan dan kekokohan hasil gemblengan realita pahit. Berkali-kali ia lolos dari medan perang untuk menginformasikan horor di garis depan lewat foto-fotonya, tapi mengapa peristiwa serupa senantiasa terulang? Apakah profesinya yang konon penuh jasa itu sungguh berdampak? Apakah umat manusia dengan segala hasrat keji mereka memang sudah tak tertolong lagi?  

Dibantu tata suara mumpuni yang bakal membuat penonton merasa diletakkan di tengah baku tembak sungguhan, Garland menyajikan ketegangan lewat keping-keping peristiwa yang protagonisnya alami. Jadilah film perang yang tak kalah mengerikan dibanding horor. 

Ada kengerian yang bersumber dari implikasi mengenai bakal bagaimana kondisi dunia selepas filmnya usai (imajinasi penonton), ada pula kengerian yang berasal dari paparan lebih gamblang tatkala Garland secara efektif memvisualisasikan kondisi perang sipil tersebut. Menonton Civil War seperti menyaksikan cuplikan hari kiamat dengan atmosfer menghantui yang sukar dihapus dari ingatan. 

Satu hal yang agak disayangkan adalah terkait tendensi Garland untuk menjauh dari sudut pandang para jurnalis, menyoroti pusat peperangan secara lebih dekat, guna menghadirkan spektakel yang lebih besar. Hasilnya lebih seru, lebih epik, namun realisme dan keintiman filmnya justru melemah.

Garland memilih jurnalis sebagai protagonis untuk menekankan netralitas Civil War. Bukan berarti sang sineas kurang tegas bersuara. Sebaliknya, poin tersebut membuktikan kalau Garland tidak naif dengan memandang salah satu pihak politik lebih baik dari yang lain. Perjalanan para jurnalisnya merupakan proses menangkap realita secara apa adanya, dan akhirnya realita tersebut cuma menunjukkan potret kematian.

25 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

Menonton Civil War seperti menyaksikan cuplikan MK

Anonim mengatakan...

ora mutu iki film

Anonim mengatakan...

film komedi negara jadikan mainan anak kecil

Anonim mengatakan...

presiden 3 periode itu keren pastinya

Anonim mengatakan...

civil war dikira lanjutan film wakanda ganti pimpinan, njrit

Pembasmi Anonim Caper mengatakan...

Semangat anonim goblok capernya

Anonim mengatakan...

Naskah lele laila emang joss aye aye

Anonim mengatakan...

jelek film nya

Anonim mengatakan...

kecewa dikira bagus ternyata sinting banget ini film

Anonim mengatakan...

wow seharusnya di banned nggak boleh masuk bioskop ini film

Anonim mengatakan...

jurnalistik cakep

Anonim mengatakan...

daerah konflik nggak mutu

Anonim mengatakan...

ini film marvel yang bagus sekali

Anonim mengatakan...

kok nggak ada jagoan superhero nya, prank

Anonim mengatakan...

ini akibat tony stark tewas sehingga terjadinya CIVIL WAR

Anonim mengatakan...

slowburn movie

Anonim mengatakan...

nggak cocok tontonan bocil

Anonim mengatakan...

kisah frustasinya mantan pacar spiderman, Kirsten Dunst

Anonim mengatakan...

gue malah milih film Indonesia dulu : TAOL dan Menjelang Ajal

Anonim mengatakan...

SKIP

Anonim mengatakan...

toxic ya ampun serem sekali kakak

neeznutz mengatakan...

entah kenapa selalu suka liat gedung putih ancur, padahal bukan warga sana wkwkw

Anonim mengatakan...

di film Civil War, senang banget puas lihat presiden 3 periode di eksekusi langsung sampai mati

Anonim mengatakan...

ending nya luar biasa, istana presiden meledak

Anonim mengatakan...

film nya berasa mirip...