REVIEW - IMMACULATE
Hanya berjarak sekitar sebulan, The First Omen dan Immaculate, dua horor dengan premis serupa (suster Amerika datang ke Italia, kemudian terjebak konspirasi yang melibatkan bayi iblis) dirilis secara bergiliran, menambah jumlah twin films yang sudah terjadi sejak lebih dari satu abad lalu. Penyelewengan ajaran agama dengan segala ritual, imageries mengerikan, serta entitas tak terlihatnya memang santapan lezat bagi sineas horor.
Perbandingan antara kedua judul jelas mustahil dihindarkan. Apalagi saat di sini kita mendapati Suster Cecilia (Sydney Sweeney) juga memiliki teman seorang suster "nakal" bernama Gwen (Benedetta Porcaroli). Di biara yang ia datangi atas ajakan pastor Sal Tedeschi (Álvaro Morte), Cecilia bertugas merawat para suster senior yang telah mendekati akhir hayat mereka.
Tidak butuh waktu lama bagi Cecilia untuk menyadari ketidakberesan di biara tersebut, di mana beberapa suster nampak bersikap aneh. Bukan cuma itu, suatu hari Cecilia diinterogasi oleh Kardinal Franco Merola (Giorgio Colangeli) perihal keperawanannya. Dari situlah naskah buatan Andrew Lobel mulai pelan-pelan menebar remah-remah yang membangun pesan mengenai isu gender.
Cecilia merepresentasikan perempuan yang terkekang dalam penjara bernama "peran gender". Sebagai perempuan ia dituntut bertindak santun, berlaku suci, lalu hanya diminta mengandung dan melahirkan bayi. Tentu kalau bisa bayi laki-laki, yang diharapkan bakal menjadi figur penting di masa depan.
Jadilah 89 menit durasi Immaculate membentuk proses perempuan lepas dari kekangan "setan". Tidak hanya setan bertanduk dari neraka, tapi juga mereka yang berkontribusi melanggengkan peran gender destruktif tersebut, baik itu laki-laki penguasa maupun sesama perempuan.
Di antara penelusuran tersebut, filmnya menyelipkan deretan jumpscare yang dieksekusi secara generik oleh Michael Mohan selaku sutradara. Mayoritas hanyalah penampakan berisik minim dampak. Beberapa kali Mohan coba menerapkan pembangunan lambat bagi jumpscare-nya, namun daripada terasa mencekam, justru kesan draggy yang didapat akibat kurangnya kemampuan sang sutradara menyusun atmosfer.
Immaculate malah mampu tampil menyentak saat tidak berusaha terlalu keras menggedor jantung. Tengok saat seorang suster tewas akibat jatuh dari lantai atas. Tanpa musik menggebrak namun lebih menggigit, dan menariknya, lebih mengagetkan. Kuncinya ada di timing. Mohan berhasil membuat penonton lengah di momen tersebut.
Sentuhan kekerasannya yang cukup brutal pun memberi daya hibur tambahan, yang turut membuka jalan bagi konklusi memuaskan tatkala kita menyaksikan si perempuan akhirnya meruntuhkan tali kekang yang merenggut kebebasannya. Di situ pula totalitas ledakan akting Sydney Sweeney berkontribusi besar, seolah membuktikan bahwa keputusannya membeli hak cipta naskah Immaculate, lalu memproduserinya sendiri, merupakan langkah tepat.
21 komentar :
Comment Page:film porno keren di bioskop
89 menit yang membangongkan
slowburn soft porn movie
hot babe sexy
layar minim dengan jam tayang terbatas, nggak laku di bioskop
no cuan no money
film gagal pemasukan bioskop
netflix please
harusnya di banned di bioskop, terlalu brutal XXX
Cuma Tayang Sehari 1x di bioskop mirip minum obat aja
salah tayang, lawan film horror Indonesia
berasa makan burger
rugi nonton banyak di sensor LSF
film nggak jelas banget cuy
Sydney Sweeney blonde imut nakal
dosa terjahanamkan
artistik porn movie
jelek, jangan nonton
gue sudah nonton : ngantuk
bagus filmnya skor cukup : 7.5/10
Udah Nggak Ada Di Bioskop
Posting Komentar