21/09/24

REVIEW - ODDITY

0 View

Seperti judulnya, Oddity adalah film yang aneh. Keanehan bukan sesuatu yang sepenuhnya asing. Sebaliknya, ia terasa familiar, namun setelah diperhatikan lebih lanjut, berbagai perbedaan tak biasa mulai nampak. Melalui karya terbarunya ini, Damian McCarthy berhasil mengutak-atik banyak formula usang dalam film horor. 

Dani (Carolyn Bracken) tinggal seorang diri merenovasi rumah barunya di area pedesaan, sementara sang suaminya yang seorang psikiater, Ted (Gwilym Lee), sedang lembur di rumah sakit. Ketika Dani, dengan senyum penuh kasih sayang, berkata "I love you" lewat telepon, Ted menjawab "I love you too", namun sosoknya membelakangi kamera. Entah seperti apa ekspresinya kala mengucapkan itu. Benarkah Ted juga mencintai istrinya?

Malam itu, Dani diminta membukakan pintu oleh Olin (Tadhg Murphy), mantan pasien Ted, yang hanya memiliki satu mata, dan mengingatkan pada protagonis di film pendek buatan McCarthy, How Olin Lost His Eye (2013). Olin mengaku melihat seseorang diam-diam memasuki rumah Dani. Apakah Olin berkata jujur? Pemandangan ini mengingatkan pada banyak prolog film slasher dan home invasion. Sekali lagi, familiar. 

Sampai alurnya melompat setahun ke depan, mengungkap bahwa malam itu Olin membunuh Dani, memperlihatkan mayat salah satu pasien dengan kepala hancur berkeping-keping, mendapati Ted telah memiliki kekasih baru bernama Yana (Caroline Menton), lalu membawa penonton berkenalan dengan Darcy (juga diperankan Carolyn Bracken), saudari kembar Dani, yang juga seorang cenayang. Di situlah Oddity menegaskan jika "familiar" bukanlah kata yang pas disematkan padanya.

Oddity punya struktur narasi yang aneh, untuk sebuah film yang dari luar nampak seperti horor supernatural biasa. Dibantu penyuntingan Brian Philip Davis, McCarthy menyematkan beberapa flashback singkat yang akan membuat penontonnya merasa seperti cenayang dengan kekuatan mengintip ke masa lalu, atau melihat hal-hal yang tak kasat mata bagi manusia biasa. 

Sama seperti Darcy. Pemilik toko barang antik sarat aroma klenik ini (boneka kelinci dari film Caveat menjadi salah satu koleksinya) punya kemampuan untuk "melihat". Kemampuan itu dipakai guna menyelidiki ketidakberesan di balik kematian Dani, termasuk saat Darcy berkunjung ke rumah Ted sembari membawa hadiah berupa patung kayu raksasa dengan wajah mengerikan bak iblis. 

Kedatangan Darcy menambah pekat kabut misteri dalam alurnya. Apakah patung tersebut merupakan entitas jahat? Atau justru ada kekuatan yang lebih jahat bersemayam di rumah itu? Hendak dibawa ke mana kisahnya? Naskah bautan McCarthy menolak berjalan di rute konvensional. Dia gabungkan beragam subgenre horor, dari slasher, supernatural, rumah berhantu, hingga kisah balas dendam, dengan tujuan mengecoh ekspektasi penonton di berbagai titik. 

Tidak hanya gaya bercerita, sang sineas juga jago mengecoh ekspektasi dalam hal menakut-nakuti. Beragam amunisi diterapkan, dari rangkaian shot berisi kehampaan di sudut-sudut ruang gelap yang menyulut rasa cemas, jumpscare mengejutkan yang tak jarang penyusunannya terasa cerdas, hingga detail kecil seperti derit kayu yang terdengar mencekam. 

Segala kreativitas milik Oddity ibarat pengingat supaya sebagai penonton, kita tidak terjerumus dalam arogansi, sebagaimana Ted sang skeptis, yang terdengar sombong tiap merendahkan Darcy dan sudut pandang mistisnya. Sebanyak apa pun film horor telah dikonsumsi, bukan berarti kita telah mengetahui segalanya. Oddity adalah keanehan yang bakal meruntuhkan arogansi tersebut. 

Tidak ada komentar :

Comment Page:

Posting Komentar