10/12/24

REVIEW - GIRLS WILL BE GIRLS

0 View

Girls Will Be Girls selaku karya penyutradaraan perdana Shuchi Talati (juga menulis naskahnya) menunjukkan bahwa kisah mengenai seksualitas dapat disajikan secara cute, dan sebaliknya, film yang cute tetap bisa melempar kritik sosial setajam pisau. Bukti kalau sinema tidak semestinya mengurung diri dalam kekakuan pakem. 

Menariknya, Girls Will Be Girls punya protagonis yang terkesan kaku. Namanya Mira (Preeti Panigrahi), seorang siswi teladan di sebuah sekolah asrama yang terletak di kaki Himalaya. Dia menjadi perpanjangan tangan guru untuk mengingatkan murid yang melanggar aturan (rok yang terlalu pendek, mewarnai kuku, dll.), nilainya pun selalu jadi yang tertinggi. 

Demi mendukung prestasi akademik putrinya, Anila (Kani Kusruti) tinggal di dekat asrama sekolah supaya tiap mendekati jadwal ujian, Mira dapat pulang ke rumah untuk belajar di bawah pengawasannya. Ayah Mira, Harish (Jitin Gulati), lebih banyak absen dari hidupnya karena urusan pekerjaan. Suatu ketika Harish berkata pada Anila, "Kalau Mira gagal, itu salahmu", seolah berusaha memamerkan maskulinitasnya, menagih hak tanpa bersedia memenuhi kewajiban selaku ayah dan suami. 

Sekilas semuanya nampak seperti prolog familiar bagi sebuah drama coming-of-age. Masih terasa demikian di saat Mira berkenalan dengan Sri (Kesav Binoy Kiron), seorang siswa pindahan yang juga putra diplomat sehingga pernah menetap di banyak negara. Mira yang kaku mulai jatuh cinta, melanggar aturan rumah dan sekolah, hingga belajar mengenai seksualitas. Di satu titik, Mira mengajak Sri ke warnet untuk mempelajari organ reproduksi sebelum berhubungan seks. 

Shuchi Talati memotret cinta monyet tokoh utamanya, yang mulai mengenal romansa beserta segala pernak-perniknya, dengan amat menggemaskan. Seksualitasnya tidaklah jorok atau eksploitatif karena menekankan kepolosan protagonisnya. Misal saat Mira dan Sri diam-diam berciuman di kamar dengan kedok belajar bersama, sambil sesekali mengintip keberadaan Anila. Sekali lagi, menggemaskan. 

Sampai kemudian Sri justru mendekati Anila, termasuk memberinya perhatian yang tak pernah Harish berikan. Awalnya itu dilakukan supaya Anila memperbolehkannya menemui Mira, tapi lambat laun timbul kecemburuan dalam hati sang putri kepada ibunya. 

Tapi Girls Will Be Girls bukan cerita opera sabun mengenai ibu dan anak yang memperebutkan laki-laki. Sebaliknya, ia bagai cautionary tale. Peringatan akan bahaya manipulasi laki-laki terhadap perempuan, apa pun hubungan yang terjalin di antara mereka. Tentang para laki-laki yang seolah peduli (rajin melontarkan kata-kata manis, atau bersedia memenuhi kebutuhan finansial pasangan), namun sejatinya selalu absen kala ia dibutuhkan. 

Tiga pelakon utamanya sama-sama tampil mengesankan. Kesav Binoy Kiron akan membuat penonton ikut mempertanyakan intensi karakternya, Kani Kusruti membawa kompleksitas pada figur ibu tegas dan istri kesepian, sedangkan Preeti Panigrahi seolah sudah punya pengalaman akting segudang biarpun film ini merupakan debutnya. Sosok Mira dibuatnya begitu hidup dengan fleksibilitas dan jangkauan emosi luas. 

Pada akhirnya "perempuan akan tetap menjadi perempuan". Selalu jadi sasaran manipulasi dan beragam bentuk ancaman lainnya dari laki-laki. Tapi perempuan tetaplah perempuan, yang tatkala bersatu memberikan dukungan dan kepedulian bagi satu sama lain, bakal menciptakan ikatan yang takkan mampu diputus oleh laki-laki sebiadab apa pun.  

(JAFF 2024)

Tidak ada komentar :

Comment Page:

Posting Komentar