10/12/24

REVIEW - PEREMPUAN PEMBAWA SIAL

0 View

Setelah mengobrak-abrik templat Ramayana di Sleep Call (2023), kali ini giliran kisah Bawang Merah Bawang Putih yang dipelintir oleh duo Fajar Nugros-Husein M. Atmodjo. Perempuan Pembawa Sial (sebelumnya berjudul Ratu Sihir) mengubah dongeng tersebut ke ranah horor yang lebih jahat pula ambigu secara moral, walau kali ini naskahnya tidak memiliki kompleksitas memadai guna menyajikan penceritaan mendalam.

Si perempuan pembawa sial yang dimaksud adalah Mirah (Raihaanun), yang entah kenapa senantiasa mendatangkan kematian bagi laki-laki yang menjalin hubungan dengannya. Adegan pembukanya menegaskan itu ketika menggempur Mirah dengan teror demi teror. Tidak sampai 10 menit pertama, filmnya sudah melempar begitu banyak jumpscare, yang beberapa di antaranya memiliki konsep cukup kreatif, pula diarahkan dengan ketepatan timing oleh Fajar selaku sutradara. 

Orang-orang di balik Perempuan Pembawa Sial paham betul pentingnya peran adegan pembuka untuk menggaet atensi penonton, dan dengan berani membuat filmnya langsung tampil menggebrak. Saya sebut "berani" karena jika tak membekali diri dengan segudang amunisi, ada risiko terornya kehabisan gagasan kreatif. Sayangnya itulah yang film ini alami. 

Deretan jumpscare yang nantinya menyusul gagal menyaingi kualitas opening-nya. Masih digarap dengan teknis yang solid, pula tidak asal muncul tanpa perhitungan, hanya saja konsep serta eksekusinya generik. Minimnya porsi bagi Didi Nini Thowok yang legendaris meski wajahnya terpampang besar di poster pun tidak membantu. Bukan suatu kelemahan, namun lebih ke arah strategi marketing yang misleading. Sewaktu sang seniman legendaris menari di kredit penutupnya yang creepy, saya hanya bisa berujar, "Ini yang filmnya butuhkan!". 

Seiring bergulirnya durasi, Perempuan Pembawa Sial semakin terasa melelahkan. Apalagi ketika plotnya   yang berusaha mengutak-atik formula Bawang Merah Bawang Putih dengan mencampurnya ke dalam mitos bahu laweyan mengenai perempuan pembawa kematian    cenderung tipis. 

Serupa persaudaraan bawang merah dan bawang putih, Mirah pun memiliki saudari tiri bernama Puti (Clara Bernadeth). Keputusan untuk baru memperkenalkan Puti di pertengahan cerita berdampak pada minimnya waktu mengeksplorasi dinamika psikis mereka berdua. Hasilnya dangkal. Padahal ada potensi kompleksitas mengenai sosok protagonis yang tak sepenuhnya suci, pula perspektif menarik tentang "Pantaskah individu menerima hukuman atas dosa masa lalu di saat ia sudah menjadi manusia yang sama sekali berbeda?". 

Kutukan yang Mirah terima membuatnya kesulitan menjalin romansa dengan laki-laki. Termasuk ketika perhatiannya tertuju pada Bana (Morgan Oey) si penjual makanan padang yang bersedia menolong Mirah. Tapi ada kalanya kondisi tersebut memihak Mirah, ketika datang laki-laki yang hanya ingin menjadikan tubuhnya sebagai alat pemuas nafsu. Segala hal di dunia memang punya dua wajah, baik kutukan maupun cinta dan seksualitas. 

Di luar berbagai kelemahannya, Perempuan Pembawa Sial memiliki satu poin yang jarang diperhatikan sineas lokal: identitas. Kombinasi Fajar Nugros dan Husein M. Atmodjo memiliki kekhasan dalam kolaborasi mereka. Entah itu cerita yang merekonstruksi kisah-kisah klasik yang telah dikenal secara turun-temurun, atau humor yang diselipkan tanpa mengkhawatirkan inkonsistensi tone (walau poin kedua seperti tampil agak ragu-ragu di film ini). 

(JAFF 2024)

Tidak ada komentar :

Comment Page:

Posting Komentar