REVIEW - F1 THE MOVIE
Pengetahuan saya tentang Formula One terbatas pada nama-nama jawara ternama yang disebut atau muncul sebagai cameo di film ini: Michael Schumacher, Ayrton Senna, Lewis Hamilton, Fernando Alonso, Max Verstappen. Bukan masalah, sebab F1 the Movie tak mengharuskan kita menggilai dunia otomotif. Film ini melakukan apa yang film olahraga harusnya lakukan, dengan membuat penonton awam memahami alasan mengapa para penggemar mencintai cabang olahraga yang diangkat.
"Apakah ini film biografi?" mungkin bakal jadi pertanyaan yang banyak mencuat di kalangan non-penggemar. Tapi bukan. Sonny Hayes yang diperankan Brad Pitt bukanlah figur nyata, meski sedikit mengambil inspirasi dari Martin Donnelly yang terpaksa pensiun di usia 26 tahun akibat kecelakaan fatal di sirkuit Jerez.
Hayes mengalami nasib nahas serupa, namun alih-alih pensiun, ia menjadi pengembara. Sesosok serigala penyendiri yang berpindah dari satu balapan ke balapan lain. Semuanya ia menangkan. "The greatest that never was", begitu sebutan yang disematkan oleh para pengamat balap mobil terhadapnya. Brad Pitt dengan perangai congkak bak koboi miliknya memudahkan penonton untuk percaya bahwa Hayes tak terkalahkan di atas lintasan.
Lalu datanglah tawaran dari Ruben Cervantes (Javier Bardem), mantan rekan setim Hayes yang kini jadi pemilik tim balap APXGP, untuk kembali ke ajang F1. APXGP tengah mengalami krisis, di mana satu poin pun belum diraih musim ini. Si pembalap andalan, Joshua Pearce (Damson Idris), punya talenta luar biasa, namun masih terlalu hijau untuk dapat melakukan analisa, guna membantu Kate McKenna (Kerry Condon) selaku direktur teknis memproduksi mobil terbaik bagi mereka.
Ketika seluruh pihak meragukan Hayes, interpretasi Pitt terhadap si karakter membuat penonton mendukung dan meyakini ia bakal sukses secara instan. Tapi di luar dugaan, uji cobanya walau tetap berakhir positif tidak berlangsung mulus. Sebuah keputusan cerdik dari Ehren Kruger selaku penulis naskah. Berkatnya intensitas berhasil dibangun, F1 tak kehilangan kredibilitasnya dengan membuat pembalap tua yang telah puluhan tahun absen tidak segampang itu menaklukkan sirkuit, sekaligus menegaskan ketidaksempurnaan si protagonis.
Sirkuit Silverstone menandai kembalinya Hayes ke F1. Sinematografi arahan Claudio Miranda membangun kemegahan bahkan sebelum balapan dimulai, menangkap keriuhan para spektator yang bersemangat, menciptakan realisme dengan merekam situasi British Grand Prix 2023 secara langsung, sementara lagu We Will Rock You milik Queen bergema, melengkapi atmosfer yang akan membuat bulu kuduk semua orang berdiri.
Begitu balapan dimulai, lesatan F1 the Movie tidak terbendung lagi. Melanjutkan pencapaiannya di Top Gun: Maverick, Joseph Kosinski kembali membangun kesan imersif dengan membuat penonton seolah turut duduk di kokpit mobil, dibantu oleh teknologi kamera baru yang dikembangkan Claudio Miranda bersama Sony.
Di luar tetek bengek teknis, gaya balapan Hayes yang ugal-ugalan dan kerap berjalan di garis batas aturan turut menambah nilai hiburan, sedangkan kontribusi tim konstruktor beserta segala analisis taktis mereka berjasa menekankan bahwa Formula One bukan sebatas kebut-kebutan nihil perhitungan. Saya pun seketika bergumam, "Jadi ini alasan jutaan orang bersedia memandangi lintasan selama dua jam".
F1 the Movie sejatinya masih dihantui keklisean khas film olahraga arus utama, sebutlah selipan romansa yang sesungguhnya tidak perlu ada, dramatisasi yang terkadang lebih baik ditekan kuantitasnya (dua kecelakaan besar di waktu berdekatan berujung mengurangi dampak emosi), maupun pola penuturan ala cerita from zero to hero yang diterapkan di tiap sudut tanpa modifikasi.
Apakah pilihan konklusinya terlampau mengada-ada? Penonton yang rutin mengikuti kompetisi olahraga apa pun cabangnya, tentu setuju kalau keajaiban bukanlah sesuatu yang asing. Individu atau tim di realita pernah menghasilkan kejutan yang lebih mendekati kemustahilan ketimbang sepak terjang Hayes. F1 the Movie bukannya mengada-ada, melainkan merangkul unsur keajaiban yang kerap memperindah dunia olahraga.
1 komentar :
Comment Page:F1 pun butuh Brad Pitt tuk naikin pamor lagi, MOTOGP kapan? Cb pake Tom Cruise, krn dia suka balap motor kan?
Posting Komentar