Memasuki episode keempat, "Kisah Carlo" makin memperlihatkan dampak dari durasinya yang (kelewat) pendek dengan banyaknya jumlah karakter. Kali ini fokus diberikan pada Kiva (Mikhail Ghanialmer), anak kecil yang juga merupakan pasien Ruang Carlo. Diceritakan Kiva harus dibawa ke rumah sakit oleh kakek dan neneknya akibat menderita demam berdarah. Siapa Kiva? Bagaimana bocah sekecil dia bisa terjangkit HIV? Pertanyaan-pertanyaan tersebut akhirnya hanya bisa dijawab melalui beberapa baris dialog, yang tentu saja tidak cukup memberi eksplorasi apalagi menjali ikatan emosi dengan penonton. Sayang, padahal terdapat pesan kuat mengenai seorang bocah yang sanggup memberi pelajaran kehidupan pada mereka yang jauh lebih tua.
Paul Agusta selaku sutradara jelas telah berusaha semaksimal mungkin di tengah segala keterbatasan. Begitu pula naskah hasil tulisan Andri Cung yang mau tidak mau hanya bisa melakukan penggalian karakter secara sekilas. Saya tentu sangat mengapresiasi effort keduanya, karena toh pendeknya durasi "Kisah Carlo" (mungkin) lebih dikarenakan bujet yang juga minim. Tapi kekurangan itu bisa dihindari andai saja ambisi untuk memperkenalkan banyak tokoh mau sedikit dikurangi. Karena diluar tokoh "baru" seperti Kiva dan keluarganya, muka lama yang karakternya sudah tergali nyatanya berhasil menciptakan jalinan drama kuat meski porsinya tidak banyak.
Maya (Putri Ayudya) tengah kebingungan tatkala sang suami, Surya (Natalius Chendana) sudah berhari-hari tidak pulang ke rumah. Kita pun sejenak diajak lebih mengenal Suster Leli (Dayu Wijanto) lewat satu scene pendek saat ia menelepon keluarganya. Pesona episode ini muncul kala Maya dan Suster Leli secara bergantian mengisi screen time. Suster Leli dengan perpaduan sisi tegas dan lembut serta Maya yang rapuh sudah sejak awal menjadi karakter favorit saya. Memberi mereka waktu muncul bergantian meski tidak dalam satu frame sudah cukup menghidupkan dinamika.
Putri Ayudya konsisten menjaga supaya tidak terjadi kekosongan emosi. Kondisi Maya dalam episode ini diselimuti kekhawatiran pula kesedihan, dan kedua hal itu selalu bisa dirasakan tiap kali sosoknya muncul. Tapi rangkaian adegan sekitar tiga menit yang diambil secara single take menjadi highlight disaat Dayu Wijanto memberikan gradasi emosi luar biasa. Paul Agusta memilih penggunaan close-up yang sempurna menangkap proses perubahan emosi sang aktris, dari senyuman hangat hingga ketika air mata mulai mengalir. Bukan perkara mudah untuk menampilkan dua emosi bertolak belakang secara alamiah tanpa sekalipun terjadi pemotongan adegan. Sejauh ini Dayu Wijanto dan karakternya, Suster Leli merupakan hal terbaik dalam "Kisah Carlo".
Anda bisa menonton "Kisah Carlo" Episode 4 disini dan subscribe channel-nya.
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar