JUNGLEE (2019)

1 komentar
Junglee, secara mengejutkan berhasil sebagai dua bentuk. Pertama, selaku tontonan edukatif guna mengajak anak-anak mencintai hewan, sekaligus menunjukkan betapa keji para pemburu gading gajah. Kedua, selaku hiburan, berkat kemampuan fisik impresif Vidyut Jammwal dalam memamerkan jurus-jurus Kalaripayattu yang jadi ciri khasnya, tersajilah suguhan laga hard-hitting.

Dibuka oleh kutipan pernyataan Thomas Schmidt yang berbunyi, “No one in the world needs an elephant tusk but an elephant”, Junglee menuturkan cerita mengenai Raj (Vidyut Jammwal), dokter hewan yang membuka praktek di Mumbai setelah 10 tahun lalu meninggalkan rumah setelah kematian sang ibu akibat kanker. Raj menyalahkan ayahnya (Thalaivasal Vijay), yang ia anggap hanya mempedulikan penangkaran gajah miliknya dan tak berusaha maksimal menyembuhkan sang istri.

Memperingati 10 tahun kematian sang ibu, Raj akhirnya bersedia pulang, bereuni dengan sang ayah, berusaha memperbaiki hubungan keduanya, yang terbukti bukan perkara mudah. Di saat bersamaan, para pemburu, yang telah menjadi masalah sejak lama, mulai mengincar gading Bhola, yang diyakini merupakan gading terbesar yang pernah ada. Bhola sendiri adalah sahabat Raj sejak kecil, dan kini sudah tumbuh menjadi pemimpin kawanan.

Tidaklah sulit menebak bakal dibawa ke mana kita oleh naskah buatan Adam Prince (Red Sky, Final Girl). Begitu Raj melancarkan serangan, para pemburu akan berubah jadi yang diburu. Tapi butuh waktu sebelum Junglee memasuki babak baku hantam. Kita terlebih dahulu diajak berkeliling hutan, melihat betapa bahagia gajah-gajah di sana, yang memancing kepedulian kita kepada hewa besar berhati lembut itu.

Pemakaian empat ekor gajah terlatih alih-alih CGI terbukti ampuh memberi hati, karena apa yang kita saksikan adalah makhluk hidup, bukan gambar komputer tanpa nyawa. Keempat gajah tersebut juga piawai beraksi, yang mana melahirkan hiburan tersendiri. Pun mereka tampak menggemaskan, sehingga tak sulit menarik atensi penonton anak. Alhasil, begitu para pemburu melancarkan aksi kejamnya, otomatis kita mengutuk perbuatan tersebut.

Junglee takkan menampilkan kekerasan vulgar, mengingat itu akan menghadirkan kesan eksploitatif, juga bergeser dari intensi mencintai yang diusung. Tapi beberapa momen menyakitkan tetap diselipkan, sebutlah saat sekilas terlihat seorang pemburu memotong gading dari mayat gajah menggunakan gergaji mesin. Bukan pemburu saja yang film ini jadikan target kritik, pula kolektor maupun konsumen produk yang terbuat dari gading, serta tak ketinggalan deretan polisi korup. Sebab tentu saja bisnis kotor berdarah ini takkan berjalan lancar andai tanpa keterlibatan pihak berwajib.

Mencapai separuh durasi, tiba waktunya Vidyut Jammwal unjuk gigi. Sebagai praktisi bela diri sungguhan, sang aktor sanggup memamerkan beragam gerakan luar biasa yang mampu membuat saya terpana. Pada satu sekuen laga, Raj, dengan tangan diborgol, menghajar beberapa polisi memakai gerakan-gerakan akrobatik sambil memanfaatkan benda-benda di sekitarnya. Dibumbui sedikit humor, aksi Vidyut Jammwal itu niscaya bakal membuat Jackie Chan bangga. Penyutradaraan Chuck Russell (A Nightmare on Elm Street 3: Dream Warriors, The Mask, The Scorpion King), meski masih membutuhkan bantuan penyuntingan plus gerak lambat, setidaknya tetap berusaha menangkap detail gerakan Vidyut Jammwal sebanyak mungkin, sehingga deretan aksinya tak pernah kehilangan dampak.

Apabila ada aspek yang pantas disayangkan, itu adalah kurang dimanfaatkannya Pooja Sawant sebagai Shankara. Banyak cara bisa dipakai untuk memaksimalkan kemampuan Shankara sebagai pawang gajah agar karakternya dapat tampil setangguh Raj. Tapi keluhan itu berhasil ditutupi oleh fakta bahwa Junglee sukses menjalankan tugas berat berupa menghadirkan pesan edukatif bagi anak tanpa harus membuat penonton dewasa kebosanan.

1 komentar :

Comment Page:
SarkarHH mengatakan...

test