Inilah kenapa saya enggan bergabung
dalam kelompok orang yang gampang skeptis tiap Hollywood mengumumkan proyek
adaptasi “aneh”. Dora and the Lost City
of Gold, yang dibuat berdasarkan serial animasi edukatif Dora the Explorer, membuktikan para
penulis punya kreativitas lebih tinggi daripada apa yang publik tuduhkan.
Sebuah petualangan lucu nan menyenangkan yang menolak menangani elemen
kekanak-kanakkan serialnya dengan terlampau serius.
Kita mengenal Dora (Isabela Moner) sebagai
bocah petualang yang menjelajahi hutan bersama seekor monyet bersepatu bot,
serta tas ransel dan peta yang bisa bicara. Sekuen pembuka film ini secara
cerdik menyesuaikan absurditas tersebut ke realita. Turut dipermak adalah
tedensi Dora untuk melontarkan pertanyaan (konyol) pada penonton. Cerdik,
karena alih-alih sepenuhnya dihilangkan atas nama realisme, Nicholas Stoller (Yes Man, The Muppets) dan Matthew
Robinson (The Invention of Lying, Monster
Trucks) selaku penulis menjadikannya bahan baku komedi. Sayang, resolusi-resolusi
yang kerap terlalu gampang tak ikut diparodikan.
Stoller dan Robinson pun piawai
mengolah kepolosan karakter Dora yang sering merespon hal-hal secara (terlalu)
literal, guna menjadikannya figur likeable
dan penuh semangat. Sifat itu acap kali memicu masalah saat Dora meninggalkan
hutan untuk bersekolah di kota, setelah orang tuanya (Michael Peña dan Eva
Longoria) pergi demi mencari Parapata, kota emas yang telah lama hilang.
Tidak mudah bagi Dora beradaptasi
dengan kehidupan kota, terlebih ketika ia mendapati sang sepupu, Diego (Jeff
Wahlberg), bukan lagi bocah penuh antusiasme berpetualang. Semakin sulit proses
adaptasi Dora, karena ia menuruti nasihat ibunya agar menjadi diri sendiri.
Artinya, ia tak ragu melakukan hal-hal aneh yang bahka membuat saya merasakan secondhand embarassment.
Selama di kota, Dora terus berkomunikasi
dengan orang tuanya, juga melacak keberadaan mereka lewat titik koordinat yang
rutin dikirimkan. Hingga suatu malam komunikasi terhenti secara misterius.
Sebelum mampu mendapat petunjuk, di tengah karyawisata sekolah, Dora diculik
oleh sekelompok pemburu harta karun yang ingin mencari keberadaan orang tua
Dora demi mengeruk emas di Parapata. Tapi Dora tidak sendiri. Kebetulan, Diego,
Randy (Nicholas Coombe) si kutu buku, dan Sammy (Madeleine Madden) si siswi
teladan yang membenci Dora, ikut terbawa.
Turut dibantu kawan lama sang ayah,
Alejandro (Eugenio Derbez), juga Boots yang entah bagaimana mampu menemukan
posisi Dora, para remaja ini memulai petualangan menyusuri hutan guna menghentikan
niat buruk sekelompok pemburu harta karun tadi. Petualangan menyenangkan dan
kaya warna yang sanggup menghibur penonton anak, pula orang dewasa yang
menemani mereka.
Beragam rintangan menanti di tengah
hutan. Tidak hanya serangan acak hewan-hewan buas atau ancaman alami lain,
banyak pula variasi perangkap maupun “jungle
puzzle” (begitu Randy menyebutnya) mesti dipecahkan. Bukan teka-teki
kompleks tentunya, mengingat anak-anak harus bisa mengikutinya, tapi cukup
menambah dinamika yang mengingatkan akan judul-judul bertemakan petualangan di
hutan dari masa lalu, misalnya seri Indiana
Jones.
Bukan berarti Dora dan kawan-kawan
takkan menghadapi tantangan buatan alam, namun berbeda dibanding banyak film
petualangan keluarga, presentasinya tidak malas. Selain tata artistik di mana
bunga-bunga dan dedaunan menciptakan lingkungan yang memanjakan mata lewat
warna-warna cerah, bahaya yang mengancam karakternya pun dipaparkan melalui cara
kreatif. Contohnya ketika Dora and the
Lost City of Gold sejenak beralih ke medium animasi yang kaya situasi
menggelitik. Tidak mudah mengarahkan materi yang bercampur aduk semacam ini, namun tugas berat itu nyatanya mulus dilalui oleh sutradara James Bobin (The Muppets, Alice Through the Looking Glass).
Penampilan Isabela Moner juga suatu
kemenangan besar. Senyum lebar ditambah sikap bersemangat tanpa kenal malu
miliknya menyuntikkan energi dalam jumlah besar, yang mana amat dibutuhkan
sajian petualangan seperti ini. Tatkala sesosok protagonis bisa menggali lubang
tempat buang air besar sembari menyanyikan lagu tentang kotoran dan berakhir
lucu ketimbang menjijikkan lalu membuatmu ingin memalingkan wajah, itu
menandakan kesuksesan sang penampil melahirkan tokoh yang mencuri hati.
Mau jelek apa bagus,tau yg jadi Dora si cantik Isabela Moner auto nonton. Apalagi review positif dari movfreak
BalasHapusAsyik bener dah si Isabela di sini
Hapusbang gimana pendapatnya tentang film gundala yang tembus Toronton International Film Festival dan bakalan saingan sama joker..? ����
BalasHapusFYI itu masuk ke program Midnight Madness, di mana film kita emang udah beberapa kali, kayak The Raid & Headshot. Tapi tetep prestisius sih. Artinya punya action yang oke.
HapusMau tanya mas, kira2 film the hunt bakal tayang di sini gak?
BalasHapusDenger2 pihak distributor batalin rilis.banyak penembakan di amrik soalnya.
HapusIya, batal dirilis filmnya. Kalau pun rilis nggak dalam waktu dekat
HapusThe fact is Dora adalah anak dari Bos dan Cartel Narkoba Carlos Reyes yg tidak jadi dibunuh oleh Alejandro.
BalasHapus