03/10/19

JOKER (2019)

0 View
Ada perasaan aneh menyerang selepas menonton Joker. Saya hampir menangis, tapi juga merasa geli sampai ingin terkekeh. Sukar dijamah nalar, namun begitulah ironi kehidupan yang hendak disampaikan oleh filmnya. Kompleks, membingungkan, mustahil dipandang sebagai hitam dan putih. Mengutamakan eksplorasi psikologis ketimbang aksi bombastis, inilah “film adaptasi komik dengan pendekatan realistis” yang sesungguhnya, bukan trilogi The Dark Knight (terlepas dari kualitas luar biasa miliknya).

Realistis, sebab serupa dunia nyata, baik/buruk suatu persoalan dalam karya teranyar sutradara Todd Phillips (trilogi The Hangover) ini tidak selalu bisa didefinisikan dengan gampang. Contohnya: Sebagai biang onar sekaligus pembunuh (tentu ini bukan spoiler), yang terbentuk sebagai hasil kebobrokan nurani masyarakat, haruskah kita bersimpati pada Arthur Fleck alias Joker (Joaquin Phoenix)?

Menjawab pertanyaan di atas bukan tujuan Joker, sebab film ini tak berniat menghakimi melainkan melakukan studi. Arthur merupakan komedian stand-up gagal yang mencari nafkah sebagai badut di siang hari. Di rumah, ia mesti merawat ibunya, Penny Fleck (Frances Conroy), yang terobsesi mengirim surat kepada Thomas Wayne (Brett Cullen), agar sang milyuner sekaligus calon Walikota Gotham, bersedia menolong kesulitan finansial yang mereka alami.

Setiap malam, bersama Penny, Arthur setia menonton acara bincang-bincang yang dipandu idolanya, Murray Franklin (Robert De Niro), bermimpi, kelak dapat berdiri di atas panggung, menjadi pusat perhatian yang dicintai publik lewat kelucuannya. Nyatanya, Arthur memang kerap jadi pusat perhatian, tapi bukan didorong kelucuannya. Orang-orang menganggapnya aneh, khususnya dipicu pseudobulbar affect (gangguan emosi di mana penderita tertawa atau menangis secara tidak terkontrol) yang ia derita. Masyarakat tertawa bukan disebabkan lelucon Arthur. Dialah lelucon itu sendiri.

Kisah Joker tidak mengadaptasi komik mana pun (naskahnya amat cerdik memodifikasi mitologi Batman) tapi naskah buatan Todd Phillips dan Scott Silver (8 Mile, The Fighter, The Finest Hours) tetap berhasil menangkap esensi karakternya, yakni ironi. Arthur percaya, bahwa seperti kata-kata sang ibu, takdirnya adalah membuat orang bahagia melalui tawa. Tapi jangankan bahagia, tertawa pun ia tak mampu. Ketika rekan-rekan kerjanya berkelakar, Arthur memalsukan tawanya. Pun ada adegan di mana Arthur menyaksikan pertunjukan komedi sebagai bahan riset, lalu dia tertawa kala penonton lain terdiam, dan sebaliknya. Sekalinya benar-benar tertawa, itu akibat gangguan emosinya.

Sempat timbul kekhawatiran adanya tendensi menjustifikasi para maniak pelaku pembantaian. Pihak yang meneriakkan itu, entah keliru menginterpretasi atau belum menonton dan terbutakan oleh “perjuangan” tanpa arah nan salah kaprah. Joker, sebagaimana Taxi Driver (1976) selaku salah satu inspirasi terbesarnya, bukan glorifikasi kekerasan, namun tamparan pembangkit kesadaran bermasyarakat, termasuk kepedulian terhadap penderita gangguan mental.

Mendukung intensi di atas adalah performa Joaquin Phoenix yang (lagi-lagi) pantas dibanjiri penghargaan. Phoenix total bertransformasi. Selain mengurangi berat badan sebanyak 24 kg, ia membentuk gestur-gestur, dari cara berjalan hingga detail gerakan lain, yang mewakili kecanggungan sosial Arthur. Sementara tawanya, atau tepatnya usaha menahan tawa, menghadirkan kepiluan menusuk. Mungkin akting Phoenix juga salah satu penyebab perasaan aneh seperti saya bahas di kalimat pembuka. Phoenix menyalurkan gejolak batin yang dialami Arthur kepada penonton, tanpa kita sadari.

Berlangsung selama kurang lebih dua jam tanpa set-piece aksi layaknya film adaptasi buku komik lain, Joker juga cerdik menyelipkan kejutan-kejutan kecil, yang bisa saja berlalu begitu saja bila dieksekusi secara lemah, tapi berkat kepiawaian Phillips mengatur timing (kapan tepatnya suatu kejutan mesti menghentak), dampaknya luar biasa. Selain “percikan kecil”, ada satu twist mayor, yang selain menambah daya kejut, eksistensinya berguna menambah rasa sakit yang menikam hati Arthur dan penonton.

Joker bagai pertunjukan yang mempertemukan opera tragedi dengan balet, saat komposisi musik karya Hildur Guðnadóttir (Sicario: Day of Soldado) kerap memperdengarkan orkestrasi megah (ditambah kecerdikan Todd Phillips menyusun daftar putar lagu), sementara Phoenix beberapa kali melakoni adegan menari. Bukan tarian hasil koreografi, melainkan wujud ekspresi diri. Joker memang adaptasi komik superhero (atau supervillain) langka, di mana rasa lebih diutamakan ketimbang laga.

57 komentar :

  1. Saya harap DC tetap menjaga continuity DCEU tapi juga secara bersamaan tetap membuat film standalone macam ini sesekali.

    BalasHapus
  2. kira2 film ini potensi masuk oscar ga bang? Soalnya materi filmnya ini kaya anti-oscar.. bisanya oscar kan suka film2 yg motivasional, underdog sukses, american dream, pro-perdamaian, pro-lgbt, anti-rasisme, anti-nazi, dsb.. sementara ini film justru sebaliknya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oscar suka sama yang isunya relevan. Joker masuk kategori itu. Tinggal kampanye ngelawan backlash aja dikencengin

      Hapus
    2. kalo masuk nominasi bisa, tapi menang sulit, Taxi Driver aja kalah sama Rocky

      Hapus
    3. gue pribadi sebagai fans DC, berharap film ini berjaya di Oscar, tapi mengingat film ini begitu dibenci di negara asalnya, gue agak pesimis, prediksi gue sih Endgame bakal bisa mengikuti jejak LOTR dan menang lebih banyak piala daripada Joker

      Hapus
  3. Kok ga dapet 5 bintang mas? Apakah masih ada kekurangannya ini film?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Engga bintang 5 kayanya karena film macam gini bukan sesuatu yg baru, pernah ada Taxi Driver, Mean Streets, Blow Up, Nightcrawler, King of Comedy, Godfather 1-2, You Were Never Really Here, Blue Ruin, dll...

      Hapus
    2. Bintang 5 itu sakral sih, jadi bukan cuma ada kurang/nggak.

      Hapus
  4. Sehabis nonton langsung pengen plagiat tawa pilunya Phoenix sambil nari-nari di dalam mal. Lol.

    BalasHapus
  5. Anonim6:19 AM

    Yaelah tanggung amat. Bintang 5 sekalian aja.

    BalasHapus
  6. kok ga ada "ORANG JAHAT BERASAL DARI ORANG BAIK YANG TERSAKITI ?"


    Lay lay lay lay lay lay

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hitler, Thanos, Magneto juga sama

      Hapus
  7. Apa hanya perasaan sy aja, 'temannya' joker yg jd calon pinguin..??

    BalasHapus
  8. eksplorasi karakternya emang keren, plus tentu aja perfoma joaquin yg mantap
    setiap kali dia menahan tertawa kemudian dipandang orang aneh dan dia menahan sambil mencoba menjelaskan penyakitnya, pilu banget
    joker emang produk dari hancurnya sosial gotham
    dan benar origin ini ga pernah ada dikomik, bener bener baru

    BalasHapus
  9. Satu kata melukiskan film ini "GILA"

    Entah kenapa sy seperti gak rela film ini hanya sebatas stand alone, pengen bgt melihat Joker versi ini bertemu dgn Batman di masa datang.

    Btw melihat Joker versi Phoenix sy malah kebayang Joker versi Ledger, apalagi saat adegan Joker Phoenix ditangkap polisi dan dinaikan ke mobil, mirip bgt dgn Ledger, film ini seperti prekuel dari The Dark Knight.

    BalasHapus
    Balasan
    1. tapi ada easter egg BVS juga loh
      1. Arthur Fleck / A.Fleck = Ben Affleck
      2. Kalo diperhatikan, Bruce Wayne kecil itu ada tahi lalat di samping bibirnya, mirip Ben Affleck
      3. Adegan Martha dibunuh dengan kalung mutiara yang bertebaran itu juga mirip sama adegan di BvS

      Yang jelas ini BUKAN prekuel BVS karena ceritanya ga match, hanya ada semacam tribute aja (atau permintaan maaf dari WB) untuk Ben Affleck yg karirnya sudah dirugikan karena terjerumus ke DCEU.

      Hapus
    2. @agoes Oh kirain cuma saya yang mikir gitu. Bener, sempet sekilas mirip Ledger mukanya.

      @Ilham waduh itu sih cocoklogi ya kalo soal Ben Affleck. Kalau kalung Martha, di komik emang banyak yang nampilin kalung itu. Bukan original BvS

      Hapus
  10. Adegan punchline di endingnya bener2 bikin shock,gestur dia goyang2 kaki dan sorotan matanya yang mau nangis karena udah sampai puncaknya...gw sampe berpikir gw kasian ga ama jokernya aja,tapi ama Phonenix...kayanya berat banget meranin joker.

    Note: bagi para orangtua,jangan mengajak anaknya ntn ini. Karena kmrn liat ada beberapa yang mungkin ngira ini film superhero

    BalasHapus
  11. aku kira ini film komedi..tp ternyata aku sadar, itu adalah tragedi :)

    BalasHapus
  12. Begitu layar berganti credit, lampu menyala..
    Penonton didalem teater tepuk tangan. Termasuk saiia.

    BalasHapus
  13. Worth it nonton di imax ga mas? Apa cukup yang reguler aja?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kejar yang punya sound terbaik. Dolby atmos mantap

      Hapus
  14. Abis nonton sempet mikir:
    Kenapa film ini baru muncul sekarang? Kalo digabungkan dengan cerita Dark Knight Trilogy Nolan sepertinya akan keren dehh...

    Btw ini naskah asli yaa berarti? Potensial gak naskahnya masuk Oscar? (Kalo Joaquin wajib masuk lead actor sihh)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masuknya tetep adapted screenplay. Karena based on karakter Joker, biarpun materi cerita nggak ambil dari komik

      Hapus
    2. Joker versi Heath Ledger lebih bagus kalo ga punya origin, kesannya lebih misterius dan karismatik. Kalo dibikin simpatik malah luntur karismanya.

      Joker versi Joaquin Phoenix cocok dibikin simpatik karena konsep karakternya emang gitu di film ini, beda dengan Joker di film TDK.

      Hapus
    3. saya harap DC menjelaskan (walau cuma sekilas) origin Joker versi Leto (atau versi The Batman nanti), supaya Joker versi Joaquin ini ga jadi origin tunggal, tapi Joker punya multi interpretasi origin seperti di komik, sehingga menjaga kemisteriusan karakternya.

      Hapus
    4. Kalau mau bikin "The Three Joker" macem di komik boleh juga. Tapi versi Leto mending buang ke laut aja 😁

      Hapus
  15. Makanya daari awal film kok ga ada scene yg munculin ini film DC ya. Berati emg byk modifikasinya dn ini emg film standalone

    BalasHapus
    Balasan
    1. serial Watchmen di HBO juga ga nampilin logo DC
      (dan emang itu ga ngikutin komik)

      Hapus
  16. Jangan lupa, oscar juga sangat suka film yg mengusung ide film dalam film, buktinya argo dan birdman berhasil menang best picture di oscar. Dan tahun ini ada film yg mengusung ide serupa yaitu once upon a time in hollywood

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada benernya. Oscar suka love letter ke industri mereka. Tinggal gimana kampanye dari Sony.

      Hapus
  17. Bagi saya film joker ini meninggalkan satu pertanyaan, apakah seluruh ceritanya beneran terjadi atau hanya khayalannya arthur fleck?

    BalasHapus

  18. scene terakhir pas dia ngerias senyum diwajahnya dengan darah, menurut mas rasyid delusi atau memang bener terjadi?

    BalasHapus
  19. Inti dari film ini itu ga ada. Karena cuman delusi di Arthur fleck =D .

    BalasHapus
  20. Arthur Fleck bukan Joker sesungguhnya, dia cuma orang gila yg berkhayal. Joker sesungguhnya itu seumuran sama Bruce.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Arthur ya Joker sesungguhnya versi Todd Phillips. Dia kan bikin adaptasi lepas yang bebas

      Hapus
  21. gimana kalau ternyata si arthur waktu di rsj ini dia lagi membayangkan apa yg akan dia lakukan. dan apa yg dia rencanakan kejadian beneran sesuai rencana? soalnya timelinenya kayaknya loncat2 deh.kalo gak salah ada scene bilang bahwa dia pernah dirawat di rsj. cmiiw ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. bisa jadi haha, scene ending itu adalah awal, sepanjang film itu cuma khayalan dia

      Hapus
    2. Itu bakal terasa gimmick-y banget sih. Menghilangkan rasa "kebebasan" yang muncul di ending. Lagian ada kalimat yang menegaskan itu bukan kejadian di awal

      Hapus
    3. wah ada kalimat penegasnya lagi kah? kayaknya kelewat deh saya.
      gak merhatiin 🤔

      Hapus
  22. Akhirnya Ledger bisa beristirahat dgn tenang, setelah sempat pengen bangkit dari kuburnya krn Legacy nya dirusak oleh Jared Leto

    BalasHapus
  23. Ini baru Villain, pose Arthur Fleck yang intimidasi dari awal sampai akhir.

    BalasHapus
  24. Bagus sih tp sayang kalo g dilanjutin ,percuma ajja g ada lawannya

    BalasHapus
  25. Berasa nonton the dark night 1 dan 2 apa ini inspirasinya jokernya versi todd?joker itu penjahat berideologi chaos tanpa tujuan karna hasil keadaan sosial masa lalunya yang kelam di film ini dan di the dark knight aksinya di masa depan,apakah perlu ada sequelnya saya rasa cukup diwakili the dark knight dan meghormati ladger sendiri

    BalasHapus
  26. Wih...
    Walaupun sepertinya Mas Rasyid lebih condong ke MCU keknya lumayan obyektif lah nulis ni film.

    Kalau dari Marvel, tokoh siapa ya mas yang cocok dibikin stand alone artsy gini?
    Magneto?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah selalu objektif dan nggak berat sebelah. Itu mah sinisnya netijen aja. Tuh lihat, pas pada ngebantai Justice League, saya malah muji-muji. Cuma BvS & Suicide Squad doang yang dikasih jelek mah.

      Beberapa yang pernah diangkat ke series Netflix cocok kok.

      Hapus
    2. Itu mah netizen yg negatip. Emg dikiran semua fans MCU delusional apa? Fans MCU maupun DCEU ada yg bener ada juga yg kagak. Gw juga fans Marvel tp gw akui kalo film joker ini emg bagus banget. 8.5/10. So far film terbaik tahun 2019. Endgame nomor 4 bagi gw.

      Hapus
  27. Keren juga kalo Batman dan Joker itu ternyata saudara tiri. Adegan terakhir itu mungkin Joker yg tertangkap dan ditahan di Arkham Asylum. Tidak setuju kalau semua itu cuma khayalan Arthur. Tapi kalau pas adegan tepuk tangan saat stand up comedy dan dia kencan dengan tetangga apartemennya itu jelas cuma khayalan. Dan kematian orang tua Bruce Wayne juga sangat logis. Bukan karena perampokan yg kebablasan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ralat.
      Setelah mendapat banyak masukkan. Ada benarnya juga kalau nih film hanya delusi Arthur. Kemungkinan adegan terakhir itu terjadi di masa kini, bukan masa ortunya Bruce Wayne. Jadi tidak mustahil Joker ini nanti berhadapan dengan Batman.

      Hapus
    2. tapi kalau semuanya khayalan dia, trus knpa ya arthur kaget kalo ternyata si cewek tetangganya itu gak kenal sama dia selama ini? apakah mungkin dia delusi didalam khayalan dia sendiri?

      Hapus
    3. Ah elahh. Kbanyakan mikir. Mempersulit yg ga perlu dipersulit. Udh dibilangin ini tuh film standalone. Si Todd cuman ngambil garis besarnya aja sama karakternya. Jadi ceritanya emg beda dgn batman ori. Mau si bruce wayne belom lahir kek atau si joker nya ini berasal dari tahun 1800 kek, ya ga masalah. Suka2 si todd nya. Dari awal emg kagak nyambung ama dark knight atau film batman2 lainnya. Hadehh.

      Hapus
  28. Oh iya ya. Jadi bingung nih. Mungkin campur antara delusi dengan memori masa lalu. Sebab, agak ganggu itu setting waktunya kalau ini Joker harus berhadapan dengan Batman.

    BalasHapus
  29. Saya baru nonton dan bagus banget. Saya suka scene dimana Joker dengan santunya menjelaskan masalahnya dan sering dianggap sampah (kalo dia mati paling2 mayatnya cuma dilangkahin) pas dia jadi bintang tamu di Murray Show (Robert Niro). Dan bammm... Itu joker banget sih, dengan dinginnya dia eksekusi dan sebelum pergi sempet joget dan ngasih pesan ke kamera...

    Salut sama Joaquin, enggak abang (Alm.River) enggak adek (Joaquin) sama2 enak ditonton film2nya...

    BalasHapus
  30. Coba bantu jawab sekenanya. Imo Sewaktu arthur di kejar polisi saat itulah dia tertangkap karena pas adegan kejar-kejaran dengan polisi arthur tertabrak mobil yg cukup lumayan serius, disitu arthur pingsan lalu tertangkap. jadi adegan polisi di gebukin adalah khayalan arthur dan semua kejadian yg diperlihatkan setelahnya adalah khayalan yg merupakan rencana nya hingga adegan puncaknya yg menggambarkan tujuan si arthur menjadi joker yaitu menjadi idola bagi rakyat gotham yg senasib dengannya. Setelah itu langsung kita di bawa ke Adegan arthur yg sedang di interogasi, adegan itu di buka dengan tawa si arthur. Ya arthur meskipun telah berubah menjadi joker tetap harus kembali menerima kenyataan pahit dan hanya bisa menertawakan betapa ironis kehidupannya. Joker versi todd phillips sungguh "IRONI DAN MENYEDIHKAN"

    BalasHapus