GOLKERI (2020)

6 komentar
.
Golkeri bukan cuma tentang usaha karakter utama merebut kembali cinta kekasihnya, walau momen tersebut tetap bisa ditemukan. Merupakan remake versi Gujarat dari film Marathi berjudul Muramba (2017), Golkeri membicarakan soal hubungan romansa, namun bukan cuma mengenai romantisme pasangannya, pula terkait orang tua, bahkan urusan gender, di mana (pada akhirnya), si tokoh utama pria berani berujar, “My male ego has ruined everything”. Dengarkan itu wahai para pria.

Sahil (Malhar Thakar) dan Harshita (Manasi Parekh Gohil) sudah berpacaran selama dua tahun. Pernikahan mereka pun telah direncanakan. Harshita adalah seorang komika stand-up yang baru merintis. Pertemuan perdana keduanya, yang juga awal tumbuhnya benih cinta, terjadi di sebuah pertunjukan Harshita yang gagal. Ironisnya, dua tahun berselang, hubungan mereka berakhir di pertunjukan Harshita yang sukses besar. Semua penonton tertawa kecuali Sahil, yang tersinggung mendengar lelucon sang kekasih tentang sosok pacar.

Mengapa ia tersinggung? Sebelum sampai ke sana, biarkan saya membahas soal pilihan musik, yang membuat beberapa visi penyutradaraan Viral Shah patut dipertanyakan. Momen putusnya Sahil dan Harshita memadukan unsur pertengkaran dramatis dengan taburan bumbu-bumbu humor witty. Tapi sebagai latar, musik buatan Salil Amrute memperdengarkan dramatisasi luar biasa, bak tengah mengiringi suatu tragedi. Ketidakcocokan musik terjadi beberapa kali lagi, dan Viral gagal menegaskan, apakah itu kesengajaan—mengingat melebih-lebihkan dramatisasi juga bisa menjadi bentuk lelucon—atau memang keputusan artistik yang buruk.

Kembali soal momen putus. Sahil mengakhiri hubungan akibat lelucon Harshita, yang menyentil para pria (boyfriends) yang egois, tidak menghasilkan uang, dan lain-lain. Sahil tersinggung. Pertanyaannya, apakah ia persis seperti deskripsi tersebut? Kurang lebih. Walau berprestasi semasa kuliah, Sahil tidak pernah menetap lama di satu pekerjaan. Bahkan sudah berbulan-bulan ia menganggur. Saat Harshita bercerita tentang pertambahan pesat subscribers di kanal Youtube miliknya, Sahil membahas bagaimana dalam sehari, ada ratusan permintaan berteman di akun Facebook-nya, seolah itu kompetisi. Itulah ego lelaki yang menghancurkan hubungan.

Mendengar kabar itu, ayah dan ibu Sahil (diperankan Sachin Khedekar dan Vandana Pathak) terkejut. Sudah begitu jatuh hati mereka kepada si calon menantu. Di sinilah naskah buatan Viral Shah dan Amatya Goradia menambahkan elemen drama keluarga, tatkala orang tua Sahil diam-diam menyusun rencana untuk mempersatukan keduanya lagi. Hubungan percintaan, apalagi ketika mendekati jenjang pernikahan, memang bukan cuma melibatkan dua sejoli, pula keluarga, dan penyertaan ikatan familial ini turut berjasa menambah bobot emosi film.

Highlight-nya adalah saat orang tua Sahil, memaksanya dan Harshita ikut makan bersama di sebuah cafe. Keempatnya lalu bermain jenga. Naskahnya mampu menyulap keseruan jenga jadi media menyatukan romantisme manis dengan kehangatan parental love di satu meja. Tentu akting pemain juga berperan memperkuat jalinan rasa, khususnya Vandana Pathak dan Sachin Khedekar (sang aktor mengulangi perannya di Muramba sebagai ayah protagonis), yang berhasil membuat saya berharap Sahil mampu membahagiakan orang tuanya, dengan cara menyadari lalu menebus kesalahannya, sehingga bisa merebut hati sang mantan lagi.

Sayangnya, di sisi lain, drama keluarganya juga menyibak kelemahan terbesar naskah. Fokusnya sempat melebar, menampilkan pertengkaran Sahil dengan ibunya, yang menyentuh benturan budaya antar-generasi . Bukan sebatas selipan singkat, melainkan permasalahan yang cukup memakan waktu, dengan satu-satunya tujuan hanyalah menambah konflik. Pun ragam tema yang coba disatukan gagal dijembatani secara mulus. Garis pemisah antara tema tersebut nampak terlalu jelas.

Babak pertama murni tentang romansa dengan sedikit bumbu dinamika gender, babak kedua adalah drama keluarga, sebelum memasuki babak ketiga yang kembali menitikberatkan pada romansa, walau kali ini perihal gender lebih lantang diutarakan, ditambah proses Sahil belajar mengakui kesalahan sekaligus keburukan-keburukannya. Dampaknya, begitu film usai, mungkin anda bakal kebingungan menentukan, apa sebenarnya capaian utama yang ingin Golkeri raih.

Tapi tak bisa dipungkiri, ini adalah drama-komedi yang solid, dalam arti dramanya berhasil mengaduk-aduk perasaan, sementara komedinya efektif memancing tawa—termasuk saat Sahil menemui orang tua Harshita dan dipaksa melihat konsep-konsep pesta pernikahan unik bertema film dan serial televisi. Terkait romansa, setidaknya Golkeri menjadi pengingat kesekian, betapa hubungan semestinya berjalan seimbang terkait pengorbanan yang diambil, dan bahwa ego berbasis maskulinitas adalah racun bagi sebuah hubungan.


Available on PRIME VIDEO

6 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

Nonton di mana ini bang ? Oh,iya,apa benar Bollywood sekarang dipandang mulai kehabisan amunisi tema dan cerita,kok mulai sering me-remake film dari selatan ?

Alfred mengatakan...

Budayakan membaca yah

Anonim mengatakan...

Maksudnya ?

Rasyidharry mengatakan...

Yaa omongan macem itu nggak cuma diterima Bollywood sih, semuanya apalagi Hollywood juga. Bukan praktek yang salah juga. Dan bukan artinya miskin ide. Secara remake juga nggak sepenuhnya sama. Dan mayoritas film yang naskahnya bukan adaptasi/remake juga sama aja, comot referensi sana-sini. Nggak mungkin Sepenuhnya baru

Anonim mengatakan...

Saya termasuk golongan yang 'kembali' menyukai produksi bollywood,aamir khan dan irfan khan seperti memberi semangat baru,baru saja meng-idolakan irfan khan,eh .. takdir berkata lain �� .. suka sekali film2nya macam The Lunchbox sama Talvar

Rasyidharry mengatakan...

Such a big loss. Irrfan salah satu yang terbaik emang. Sementara Aamir jagonya kombinasi hiburan, drama menyentuh, & isu sosial