REVIEW - GENERASI 90AN: MELANKOLIA

7 komentar

Generasi 90an: Melankolia merupakan adaptasi lepas dari novel Generasi 90an karya Marchella FP. Sangat lepas, sampai selain judul, koneksi hanya ada lewat kemunculan barang-barang dari masa itu. Pun esensinya tidak besar, karena selain sebuah View-Master, praktis tak ada benda lain yang berkontribusi pada alur. Jangan pula mengira kisahnya berlatar tahun 90an, sebab sebagaimana pernah disebutkan Angga Dwimas Sasongko selaku produser, filmnya takkan menyebut latar waktunya secara pasti.

Well, tidak sepenuhnya keliru, tapi Generasi 90an: Melankolia bukannya tak memiliki latar waktu pasti. Protagonisnya, Abby (Ari Irham), lahir pada tahun 2000, dan tengah menanti ulang tahunnya yang ke-18. Sementara kakaknya, Indah (Aghniny Haque) lahir pada 1994, yang menurut narasi voice over, bertepatan dengan tahun kematian Kurt Cobain dan Nike Ardilla. Tapi bukankah Nike meninggal pada 1995? Entahlah, bisa jadi saya salah dengar, karena suara Ari Irham susah didengar. Artikulasi belepotan ditambah tata suara yang kurang mumpuni jadi penyebab.

Berarti film ini berlatar tahun 2018? Tapi kenapa karakternya masih memakai banyak barang dari era 90an? Alasan yang dipakai adalah, karena ibu Abby dan Indah (diperankan Marcella Zalianty) orangnya sentimentil, sehingga gemar menyimpan barang bekas. Mungkin kesukaan atas benda antik menurun pada anaknya. Biarlah. Mari lupakan. You got the point: Meski mengusung judul demikian, signifikansi elemen 90an amat rendah, dan sekadar diselipkan agar statusnya menjadi “adaptasi”.

Alkisah, Abby begitu terpukul setelah kakaknya hilang dalam kecelakaan pesawat. Dia merasa bersalah karena sudah meminta Indah memundurkan tanggal penerbangan, demi menghadiri acara kelulusannya. Abby pun berusaha mencari pengganti sosok kakak dalam diri Sephia (Taskya Namya), sahabat Indah. Walau berpacaran dengan Kirana (Jennifer Coppen), memang sudah sejak lama Abby memperhatikan Sephia. Seiring bertambahnya kedekatan mereka, rahasia-rahasia kelam, yang makin membuat filmnya terasa depresif pun terungkap.

Sedepresif apa? Sebelum membahas itu, sebenarnya selain benda bernuansa nostalgia, ada satu lagi elemen 90an di sini, yaitu nama tiga wanita di sekitar Abby. Semuanya mengacu pada judul lagu hits masa itu, yang liriknya merepresentasikan karakter masing-masing. Sephia berasal dari Sephia milik Sheila On7 yang mengisahkan seorang kekasih gelap; Kirana berasal dari Kirana milik Dewa 19 yang mengungkapkan keinginan dicintai; sedangkan Indah berasal dari Begitu Indah milik Padi yang menuangkan kerinduan pada sosok terkasih. Easter eggs yang menarik.

Kembali soal nuansa kelam filmnya. Pendekatan yang dipilih M. Irfan Ramli (Surat dari Praha, Love for Sale) selaku sutradara sekaligus penulis naskah ini sangat bisa dipahami, kalau tidak bisa disebut masuk akal. Karena bukan cuma kehilangan, Abby juga merasa bersalah atas hilangnya Indah. Masalah terletak pada keputusan menebar setumpuk twist, yang tiap salah satunya terungkap, menggiring Generasi 90an: Melankolia ke dalam jurang yang lebih gelap.

Substansinya perlu dipertanyakan. Membuat kisahnya sekelam mungkin, tidak otomatis menambah kedalaman penelusuran terkait proses menghadapi duka. Justru masalah berikutnya timbul ketika memasuki babak konklusi. Saya paham bagaimana sang ibu akhirnya bisa pulih, tapi tidak dengan Abby. Setelah penderitaan-penderitaan terus berdatangan, termasuk saat mengetahui rahasia Sephia dan Indah, kebangkitan Abby begitu mendadak. Daripada hasil alamiah dari proses berkelanjutan, Abby memasuki fase itu semata karena durasi film sudah berakhir.

Setidaknya lubang tersebut sedikit terlupakan, tatkala momen di atas jadi panggung M. Irfan Ramli membuktikan kapasitas penyutradaraan dalam debutnya ini. Diiringi lagu Cinta Kan Membawamu Kembali, setelah puluhan menit dinaungi kegelapan, Irfan merangkai pemandangan menyentuh, yang mewakili sifat bittersweet dari memori.

Lemahnya eksplorasi naskah untungnya ditutupi oleh penampilan jajaran cast. Ari Irham perlu menemukan cara alternatif mengekspreksikan batin karakternya yang tersiksa selain berteriak, namun setelah deretan film remaja, sosok Abby jelas membawanya naik kelas. Apalagi Ari baru berusia 22 tahun. Prosesnya masih panjang. Sementara, pasca hancur lebur di Wedding Agreement (2019), Aghniny Haque menampilkan penampilan paling “hidup” di karirnya sejauh ini, menjadi “keceriaan” yang dirindukan, tak hanya oleh karakternya, juga penonton. Terakhir adalah Taskya, yang sebagaimana lagu Sephia, memberi kesan misterius yang akan membuatmu ingin lebih jauh mengenal sosoknya. Walau filmnya kurang berhasil, orang-orang yang terlibat, baik di depan maupun di belakang kamera, jelas punya potensi karir yang cerah.


Tayang di bioskop 24 Desember 2020

7 komentar :

Comment Page:
Panca mengatakan...

Hmm..buat saya yg suka banget film berlatar 90an berharap banget film ini bersetting tahun 90an atau paling tidak seperti film Bebas yg ada banyak kilas balik ke era itu,, atau mungkin Melankolia berpikir ketimbang mengajak kita kilas balik ke 90an cukup benda2nya saja yang dimunculkan.
Tetep bakal nonton sih walaupun gabisa ekspektasi lebih.

Anonim mengatakan...

Kapan rencana nonton Tenet bro?

Sumpah ga klop kalo ga baca review dari sini

Rasyidharry mengatakan...

Nunggu di bioskop

Ilham Qodri mengatakan...

padahal Sephia itu tahun 2000 ya, bukan 90an hehe

Hadi Alkatiri mengatakan...

Gue masih gk ngerti kenapa judulnya generasi 90an, gue pikir emang bakal di tahun 90an, eh kok si Abby malah bilg dia lahir di tahun 2000.

Sedih banget tadi nonton cuma bertiga. Gue sendirian lagi ditengah, tau gitu bawa temen

Unknown mengatakan...

CMIIW, Ari Irham bukannya kelahiran 2001 ya? Berarti 19 dong

yii mengatakan...

film gjls