21/07/23

REVIEW - JENDELA SERIBU SUNGAI

0 View

Jendela Seribu Sungai yang mengadaptasi novel berjudul sama karya Miranda Seftiana dan Avesina Soebli memang jauh dari sempurna. Adanya cameo dari Ibnu Sina (Wali Kota Banjarmasin) dan Ian Kasela juga bisa membuatnya dipandang sebelah mata oleh banyak penonton. Tapi ia mampu membuktikan satu hal, bahwa cerita seklise apa pun dapat tampil lebih segar dengan balutan elemen kultural. 

Berlatar "Kota Seribu Sungai" Banjarmasin, kita dipertemukan dengan tiga murid SD: Arian (Bima Sena) yang ingin melanjutkan jejak ayahnya (Ariyo Wahab) sebagai pemain kuriding, Kejora (Halisa Naura) yang bercita-cita menjadi dokter meski mendapat tentangan dari sang ayah (Ibrahim "Baim" Imran) selaku balian yang membenci praktik medis modern, dan Bunga (Sheryl Drisanna Kuntadi) yang enggan membuang impiannya menari meski menderita cerebral palsy. 

Tidak perlu menjadi "ahli sinema" untuk meraba ke mana naskah buatan Swastika Nohara (Hari Ini Pasti Menang, 3 Srikandi) bakal mengarahkan alurnya. Tapi seperti telah disinggung di awal tulisan, aspek budaya berjasa mengangkat Jendela Seribu Sungai naik kelas.

Memang tidak secara signifikan. Apalagi penceritaannya tampil bak keping-keping fragmen yang dipaksa melebur berisikan sederet konflik pendek episodik, alih-alih satu kesatuan kisah besar yang bergerak runtut. Tapi ketika banyak film-film formulaik bertema "melawan dunia demi mimpi" sudah mengundang kantuk sebelum menginjak separuh perjalanan, Jendela Seribu Sungai tidak demikian.

Kalimat-kalimat inspiratif nan menggurui kerap dipercantik dengan cara mengaitkannya ke perenungan filosofis berbasis kultural. Selalu ada sentuhan budaya yang menarik untuk diamati di tiap sudutnya, termasuk gesekan antara adat dan modernisasi. Naskahnya membawa perspektif berimbang dalam mengangkat persoalan tersebut. 

Ambil contoh konflik Kejora dengan ayahnya. Ketimbang memojokkan salah satu pihak, Jendela Seribu Sungai menyandingkan keduanya. Ilmu medis kekinian diperlukan, namun kemampuan balian menyembuhkan warga tidak dikerdilkan. Mereka bisa eksis bersama, bahkan saling melengkapi. 

Barisan pemainnya pun cukup solid. Bima Sena kembali membuktikan diri sebagai salah satu bintang muda paling potensial, Ariyo Wahab menghadirkan kehangatan, sedangkan Agla Artalidia tidak ketinggalan memamerkan talenta dramatik memadai sebagai Bu Guru Sheila yang rela memperjuangkan mimpi murid-muridnya.

Kelemahan paling mengganggu di film ini justru berasal dari sesuatu yang tidak terduga: CGI. Entah apa alasan Jay Sukmo (Catatan Akhir Kuliah, Love Reborn) selaku sutradara memakai CGI di berbagai titik yang sejatinya tak memerlukan polesan efek komputer. Apalagi kualitasnya buruk (lihatlah bayi-bayi yang tampak bak monster mengerikan di paruh awal). Rasanya bukan ini keseimbangan "tradisi/modernisasi" yang coba dicapai filmnya. 

22 komentar :

  1. Anonim6:28 AM

    sayang banget, film bagus, sepi penonton

    BalasHapus
  2. Anonim10:44 AM

    hilang sudah di layar bioskop, nggak tayang entah kemana dimana

    BalasHapus
  3. Anonim6:37 PM

    saya belum nonton, sudah tidak ada jadual tayang di layar bioskop

    BalasHapus
  4. Anonim6:30 AM

    film bagus, nggak di tonton, bikin drop layar bioskop

    BalasHapus
  5. Anonim6:32 AM

    penonton suka film horror

    BalasHapus
  6. Anonim10:35 AM

    Review Oppenheimer mana nih takut diserang fans Nolan ya karena filmnya jelek?

    BalasHapus
  7. Anonim5:47 PM

    film bagus, nggak di tonton

    film jelek, di tonton

    BalasHapus
  8. Anonim3:54 AM

    nggak bagus ini film

    BalasHapus
  9. Anonim5:14 AM

    netflix menanti

    BalasHapus
  10. Anonim5:15 AM

    lumayan 1200 penonton daripada film nya joko anwar superhero cinematic universe

    BalasHapus
  11. Anonim1:10 PM

    good film

    BalasHapus
  12. Anonim2:42 PM

    indahnya masa anak anak, baik

    BalasHapus
  13. Anonim2:48 PM

    thanks mas rasyid

    BalasHapus
  14. Anonim11:29 PM

    makasih

    BalasHapus
  15. Anonim11:30 PM

    Mas terimakasih

    BalasHapus
  16. Anonim8:09 PM

    ada film yang lebih bagus nggak

    BalasHapus
  17. Anonim3:58 AM

    romantisme perkampungan sungai

    BalasHapus
  18. Anonim3:59 AM

    mendidik menghibur

    BalasHapus
  19. Anonim3:59 AM

    film bagus anak anak

    BalasHapus
  20. Anonim6:57 AM

    komikal film absurd

    BalasHapus
  21. Anonim11:09 AM

    film bagus dimanaya alur nya aja bingung ntah kemana,terus banyak yang di edit apalagi di sungainya

    BalasHapus