REVIEW - KUASA GELAP

Tidak ada komentar

Di balik peningkatan kualitas yang beberapa tahun terakhir makin kentara, sejatinya film kita belum sepenuhnya lepas dari keseragaman "warna", di mana hal-hal seperti latar/karakter Pulau Jawa dan pemakaian adat Islam cenderung dominan. Para mayoritas (terlalu) diutamakan. Kuasa Gelap memang masih menerapkan pakem horor standar melalui parade jumpscare miliknya, namun setidaknya ia melukiskan warna berbeda. 

Sejak kemunculan pendeta pembawa salib raksasa di Ranjang Setan (1986), akhirnya ada lagi horor Indonesia yang memakai imageries religius selain Islam. Masjid tempat salat digantikan gereja untuk misa, doa Bahasa Arab berubah jadi Bahasa Latin, sedangkan eksorsisme menggantikan peran rukiah selaku cara mengusir iblis.  

Segala permasalahan bermula saat Kayla (Lea Ciarachel) dan sahabatnya, Cilla (Freya JKT48), memainkan jelangkung di kuburan. Kayla ingin berkomunikasi dengan arwah mendiang ayahnya, berharap ia bisa memisahkan sang ibu (Astrid Tiar) dengan pacar barunya yang tak Kayla sukai. Terdengar bodoh? Ya, dan itu wajar, alias sama sekali bukan wujud kelalaian naskah. Ketidakstabilan emosi remaja, apalagi jika dibumbui kebencian, memang kerap mendorong mereka berbuat tindakan bodoh tanpa pikir panjang. 

Alih-alih arwah ayah Kayla, jelangkung tersebut justru dirasuki oleh murid Lucifer yang bernama Zababel, yang nantinya bakal menebar teror. Di situlah Pastor Rendra (Lukman Sardi) selaku ahli eksorsis mulai berperan, dibantu oleh Thomas (Jerome Kurnia), pastor muda yang tengah mengalami krisis iman pasca kematian tragis ibu dan adiknya. 

Di luar angin segar yang berembus dari pernak-pernik budaya Katolik miliknya, Kuasa Gelap juga ditunjang oleh penceritaan yang bersedia memfokuskan diri pada dinamika batin manusia. Naskah buatan Andri Cahyadi, Vera Varidia, dan Robert Ronny mengajak penonton menghabiskan waktu cukup lama bersama karakter-karakternya, lalu mengenali luka-luka yang mereka derita, khususnya luka akibat kehilangan orang tercinta. Film ini lebih mengakrabkan diri dengan manusia (serta Tuhan) daripada setan. 

Terkait cara menakut-nakuti, Kuasa Gelap sesungguhnya cenderung generik dalam mengolah penampakan Zababel, namun Bobby Prasetyo yang duduk di kursi sutradara memastikan bahwa jumpscare garapannya efektif dalam hal mengageti penonton. Setumpuk pengalaman Bobby telah mengasah kejeliannya merumuskan timing penampakan. 

Di sisi lain, kurangnya pengalaman sang sutradara menangani horor eksorsisme (juga diakibatkan minimnya eksistensi tema tersebut di Indonesia), membuat deretan adegan pengusiran setannya, yang menyertakan elemen aksi, belum seberapa menggigit, karena berbagai pilihan shot yang kurang mendukung. Kuasa Gelap memang masih jauh dari sempurna, tapi saya lebih suka memandangnya sebagai awal yang menjanjikan. Awal dari upaya berkelanjutan untuk menambah warna-warni perfilman Indonesia.

Tidak ada komentar :

Comment Page: