REVIEW - SUPERMAN
Perkenalan saya dengan komik pahlawan super Amerika terjadi lewat terbitan Misurind yang waktu itu menguasai pasar. Karena masih duduk di bangku SD, saya pun cuma asal mengambil beberapa judul tanpa memperhatikan urutan nomornya. Akibat tidak mengikuti cerita dari awal, banyak poin cerita luput saya pahami, sejumlah tokoh sampingan pun tidak saya kenali. Tapi pengalaman membaca yang dihasilkan sungguh luar biasa. Rasanya seperti bergabung di tengah jalan, dalam petualangan besar yang sudah berlangsung beberapa waktu.
Superman karya James Gunn memantik perasaan serupa. Ketika film dimulai, sudah tiga dekade berlalu sejak kedatangan Kal-El (David Corenswet) ke Bumi, di mana selama tiga tahun terakhir, sang putra terakhir Krypton memulai karirnya sebagai Superman si pahlawan umat manusia. Permusuhannya dengan Lex Luthor (Nicholas Hoult) telah memanas, romansanya dengan Lois Lane (Rachel Brosnahan) pun telah terjalin.
Perihal menumpas ancaman, Superman tidak sendiri. Anggota Justice Gang yang terdiri atas Guy Gardner/Green Lantern (Nathan Fillion), Mister Terrific (Edi Gathegi), dan Hawkgirl (Isabela Merced) turut ambil bagian. Dunianya sudah berjalan jauh sebelum penonton tiba, dan bakal terus bergulir selepas kita meninggalkan bioskop.
Perayaan terhadap komik pahlawan super. Itulah yang ingin Gunn sajikan. Dia pun enggan membatasi Superman versinya dalam satu era. Fase Silver Age yang dikenal lewat kekonyolannya tidak luput dirayakan, misal saat Lex Luthor coba merusak reputasi Superman, dengan mengutus pasukan monyetnya untuk menciptakan ujaran kebencian di internet. Gunn memang jagonya menangani keanehan khas komik. Karakter macam Mister Terrific yang di permukaan terkesan konyol pun bisa dibuatnya beraksi secara keren.
Era modern yang lebih kompleks pun direpresentasikan dengan cara memanusiakan Superman. Sebagaimana film-film superhero lain buatannya, di sini Gunn kembali menunjukkan kalau karakterisasi solid yang tak menutup mata perihal ketidaksempurnaan si protagonis, tidak bersinonim dengan kegelapan atau keseriusan berlebih (walau ada kalanya pendekatan tersebut diperlukan).
Kisahnya bermula kala Superman berada di titik paling rendah. Si metahuman terkuat untuk pertama kalinya mengalami kekalahan, hingga memerlukan pertolongan anjingnya, Krypto. Dari situlah narasi yang menjauhi pakem klise film pahlawan super digulirkan. Beberapa kali kita mendapati Superman kewalahan mengatasi ancaman Lex Luthor. Bukan berarti ia lemah. Kemenangan tak mendefinisikan kepahlawanan. Superman adalah perwujudan sisi terbaik manusia, yang senantiasa melihat sisi baik dari manusia. Sewaktu ia mengudara, kemudian lagu tema ikoniknya terdengar, harapan akan dunia yang lebih baik seketika menyeruak. Itulah kepahlawanan.
Karenanya, di hadapan kompleksitas dunia modern, pola pikir Superman nampak terlalu naif. Dia hanya ingin menyelamatkan semua makhluk, dari seekor tupai kecil, maupun manusia yang terkekang oleh represi. Di antara tetek bengek geopolitik, tendensi kolonisasi oleh negara-negara adidaya, juga prasangka-prasangka terhadap mereka yang dianggap berbeda, Superman tetap menomorsatukan cinta, bahkan tatkala cinta terkadang menyakitinya, entah dalam bentuk pertengkaran dengan Lois, maupun saat publik mencapnya "alien jahat".
David Corenswet memberi humanisme dalam diri karakternya, baik sebagai Clark Kent atau Superman. Dia masih hijau, belum stabil secara emosi, bukan pula "dewa di antara manusia" layaknya interpretasi Christopher Reeve. Corenswet melahirkan figur pahlawan yang lebih relevan untuk masa sekarang. Di kutub yang berlawanan, Hoult membuat penonton mudah mengutuk aksi Lex Luthor, yang sebagaimana banyak "penjahat" zaman modern, begitu gemar menyebarkan sudut pandang negatif.
Klimaks Superman memang cenderung mengecewakan. Puncak pertarungan sosok metahuman terkuat mestinya lebih bombastis daripada baku hantam generik sebagaimana yang Gunn sajikan di sini. Tapi bahkan di tengah penurunan kualitas tersebut, filmnya menolak kehilangan relevansi. Babak ketiganya tak melibatkan invasi alien atau monster interdimensional. Sebatas dampak dari keserakahan dan kebencian umat manusia yang tidak lagi bisa dikendalikan. Tapi setidaknya, semesta film ini mempunyai pahlawannya yang selalu bisa mendatangkan harapan.
2 komentar :
Comment Page:saya kenal supes di era stlh misurind yaitu cypress pas sd.sempat beli rutin seri comic presents nya.bisa dikira2 kita masuk jadul...😆😆
Saya malah gak inget dapet komik (bentuknya kek majalah) Superman publisher mana karena dikasih kerabat, walaupun di masa itu, saya beberapa kali mbeli (tepatnya minta dibeliin) Robocop keluaran Misurind juga sih
ini kumpulan bocah jadul ya :D
Posting Komentar