REVIEW - TENET

25 komentar

Kita semua tahu kecintaan Christopher Nolan terhadap seri James Bond, baik dari pernyataan sang sutradara langsung, maupun lewat karya-karyanya. Tiap ada proyek 007 baru diumumkan, namanya selalu digadang-gadang menjadi nakhoda. Tapi ia mengakui bahwa pembuatan Tenet merupakan masa paling lama di mana ia tidak menonton film si agen rahasia. Menariknya, Tenet justru merupakan film Nolan yang “paling James Bond” sejauh ini, bahkan lebih dari Inception.

Protagonis seorang agen rahasia? Ada. Aksi curi-mencuri dengan berbagai negara sebagai latar? Ada. Sekuen bombastis? Ada. Karakter pendukung wanita cantik? Ada. Antagonis yang berambisi menguasai dunia? Ada, walau kata “menguasai” di sini tidak seliteral itu. Bedanya, Bond tidak harus berurusan dengan waktu yang terbalik.

Ya, Nolan kembali bermain-main dengan konsep waktu kegemarannya, dan jika anda menganggap Inception, Interstellar, apalagi Memento membingungkan, bersiaplah, sebab Tenet bakal membuat judul-judul itu bak soal ujian SD. Bahkan sebelum gagasan utamanya diperkenalkan, adegan pembuka yang memperlihatkan protagonis tanpa nama kita (John David Washington) menjalankan misi di Kyiv sebagai anggota CIA, sudah akan memancing pertanyaan. Siapa dia? Siapa mereka? Apa yang sedang dilakukan? Kenapa?

Singkat cerita, pasca misi tersebut, si protagonis direkrut ke dalam organisasi misterius bernama Tenet, yang bertujuan menghentikan akhir dunia. Bukan karena nuklir sebagaimana si protagonis kira, namun akibat senjata dari masa depan yang dapat memutarbalikkan waktu. Bersama seorang kontak bernama Neil (Robert Pattinson), penyelidikan si protagonis terhadap sang pemilik senjata membawanya berurusan dengan oligark Rusia, Andrei Sator (Kenneth Branagh). Istri Sator, Kat (Elizabeth Debicki), yang sudah tidak tahan lagi terhadap kekangan sang suami pun turut mengulurkan bantuan.

Tidak terdengar rumit, karena seperti telah disinggung, kerangka alurnya memang mencerminkan formula Bond. Menjadi kompleks ketika elemen time inversion mulai ambil bagian, terlebih pasca suatu mesin berbentuk pintu putar (disebut “turnstile”) diperkenalkan. Mesin itu bisa membuat seseorang menjalani waktu secara terbalik, dan saat itu terjadi, kita akan melihat dua linimasa berjalan beriringan.

Sebenarnya konsep waktu Tenet tidak serumit itu. Cukup pahami konsep turnstile, dan semuanya terjelaskan. Menjadi terksan rumit, karena naskah buatan Nolan sebatas menyediakan penjelasan melalui kalimat-kalimat singkat yang berlalu dengan cepat, sambil terus menggerakkan alurnya. Salah satu alasan mengapa Nolan spesial adalah keengganannya “menyuapi” penonton, tapi kali ini, dampaknya adalah kompleksitas yang acap kali tidak diperlukan.

Mengapa tidak diperlukan? Karena sejatinya, Tenet menyimpan potensi untuk melahirkan kisah emosional, andai drama berbasis karakter dikedepankan, dengan time inversion sebagai pendukung, alih-alih sebaliknya. Misalnya perjuangan Kat mendapatkan kebebasan (tanpa disadari Kat telah menyaksikan kebebasannya sendiri). Pula persahabatan unik protagonis kita dengan Neil, yang begitu hidup berkat banter Washington dan Pattinson. Atau yang lebih filosofis, tentang sang protagonis sebagai “penjinak bom yang tidak pernah meledak”. Bayangkan dari balik kegelapan, anda menyelamatkan seseorang, tanpa orang itu tahu sudah anda selamatkan. Bahkan ia tidak sadar kalau butuh diselamatkan. Isn’t that heartful?

Setidaknya bagi para pecinta teka-teki khususnya yang berkaitan dengan konsep perjalanan waktu, melihat dua linimasa bertemu, lalu mendapati bagaimana tanpa disadari keduanya saling terikat dan mempengaruhi, merupakan aktivitas yang menyenangkan. Di sinilah ketidaksukaan Nolan kepada dramatisasi justru memperkuat filmnya. Jika banyak sineas lain bakal memperlakukan tiap keterikatan sebagai “big reveal’, Nolan tidak demikian. Seolah baginya semua itu merupakan kewajaran, dan bagi saya, proses mengungkap sendiri kaitan peristiwa A dan B, menjadi hiburan tersendiri.

Tentu hiburan terbesar Tenet berasal dari aksinya. Saya cukup yakin, ketertarikan utama Nolan atas konsep ini bukan didasari keinginan bercerita, melainkan mengeksekusi ide-ide sekuen aksi yang (seperti biasa) mendobrak batas. Masih tanpa bantuan green screen, selain beberapa “rutinitas” masif khas Nolan seperti meledakkan Boeing 747, momen-momen paling memukau tentu saja selalu melibatkan time inversion. Gedung tidak sekadar luluh lantah, namun seolah dihancurkan dan “didirikan” secara simultan. Time inversion juga berguna menyembunyikan fakta, bahwa lebih dari satu dekade setelah The Dark Knight, kemampuan Nolan membungkus aksi baku hantam belum mengalami peningkatan berarti.

Anda harus menontonnya sendiri untuk memahami maksud deskripsi di atas, dan merasakan betapa imajinatif sang sineas mengemas aksi. Saya terpukau walau cuma menyaksikannya di Blu-ray. Entah bagaimana di layar lebar, apalagi IMAX. Bersabarlah sedikit lagi, sebab kalau tidak ada rintangan, menurut sumber terpercaya, rencananya Tenet akan tayang di bioskop Indonesia mulai Januari 2021.


Available on DVD, BLU-RAY & DIGITAL SERVICES

25 komentar :

Comment Page:
Afkariddin mengatakan...

Kan kata laura "Dont try to understand, feel it"
Abis nonton tenet, terus paham teori ilmiahny, berasa jadi einstein. Hahahah

bais mustaqim mengatakan...

Wih masih dinilai lumayan sama movfreak kirain bakal sama nilainya kaya dunkirk bang. Saya nonton ini rasanya persis sama pas nonton dunkirk. Kosong ga ada terikat sama karakternya.Padahal banyak banget ya karakter yang bisa dieksplor tapi nolan lebih memilih ngejelasin time inversion dari adegan ke adegan selanjutnya

Cesar mengatakan...

Iya bener. Meski butuh ditonton lebih dari sekali tp keren konsepnya. Intinya mesti ngerti konsep time inversionnya dulu baru bisa ngikutin alurnya. Tp yg paling top disini scoring & sekuen aksinya. Coba nonton di bioskop pasti lebih mantap. Hahaha

Rasyidharry mengatakan...

Simplenya gini sih, Dunkirk waktu itu udah nonton layar lebar berasa meh, tapi Tenet, cuma model Bluray, udah nendang. Di bioskop pasti lebih gila lagi

Rasyidharry mengatakan...

Besoklah tonton lagi di bioskop Januari 😁

bais mustaqim mengatakan...

Hahahaha. Bener tuh

akhsan mengatakan...

kak review film nomadland nya frances dong

Rasyidharry mengatakan...

Belum ada akses legalnya

akhsan mengatakan...

oh,belum ada ya.tapi kak kenapa kakak nonton film tenet kan katanya nanti nungguin di bioskop

Chan hadinata mengatakan...

Bantu jawab..
Mas rasyid nonton legal kok di blu ray.. semua review di paling bawah ada akses nontonnya

akhsan mengatakan...

maksud saya,kenapa sekarang? bukan nanti (mungkinkah kakaknya sudah tidak sabar)tapi kak nonton
dong film nomadland kan menang venice.menurut kakak filmnya bisa masuk nominasi best picture oscar gak.

Rasyidharry mengatakan...

Yap, ini nonton di Bluray karena penasaran sama ceritanya aja. Jadi begitu di bioskop tayang, bisa fokus sama spectacle-nya.

Kalo Nomadland karena kayaknya nggak ada bau-bau bakal rilis streaming, mungkin nunggu home video-nya tahun depan

@adepramoedya mengatakan...

hmm..Bukan terbaik dari Nolan, tapi masih watchable. Saran saya untuk nonton film ini, coba lah untuk tidak ilmiah. Cukup nikmati cinematic experience-nya aja. Sama kayak nonton Ratu Ilmu Hitam, jangan mikir logis atau nggak. Nikmati aja terrornya :)

Btw peringkat ranking dong film-filmnya Nolan versi bang Rasyid hehehehe.

Unknown mengatakan...

ckckck... sebegitu lebaynya review film tsb... padahal nurut aku filmnya itu jelek banget... stupid...
Tenet dipenuhi jargon intelek yang seakan-akan berteriak pada penonton “gila, cerdas banget nih ceritanya”. Namun semua manipulasi gambar dan editing itu terasa dingin. Terasa teknis sekali. Tidak ada jiwa di sana. Rangkaian cerita dalam Tenet ingin pamer dan membuatmu merasa goblok kalau sampai tidak paham selama menonton.

Rasyidharry mengatakan...

Hmmm, mungkin sewaktu-waktu bakal berubah, tapi buat sekarang

Inception > Memento > TDKR > Following > TDK > Batman Begins > Interstellar > Insomnia > The Prestige > Tenet > Dunkirk

Rasyidharry mengatakan...

Ckckck...sebegitu lebaynya komentar di atas ini

*eh gitu bukan sih cara maennya? *

Andrew mengatakan...

Mungkin dia sendiri yg merasa goblok? Kita mah fine2 aja ya Mas Rasyid nontonnya. Wkwkwkwk

Anonim mengatakan...

Yg fine fine nnton ny ngerasa ngerti pdahal masih membekas bnyk pertanyaan, / kemungkinan cumen liet2 aksi ledak2 ny doang tanpa tau&paham storytelling ny wkkw
Gw malah nilai ni film sok jenius yg membuat org terkesan oon

Rasyidharry mengatakan...

Mz/mb, jangan berasumsi semua orang sebodo sampeyan 😂

Anonim mengatakan...

Sok tau. Lu aja kali yg goblok. Otak lu kgk nyampe. Wkwkwkwk

Arif Hidayat mengatakan...

Blog ini selalu "rame" kalo udah review Nolan.

Anonim mengatakan...

Ckckck segitu tidak originalnya komen di atas. Paragraf kedua dari komentarnya copas dari artikel Vice Indonesia, gak bisa berkomentar menurut opini sendiri ya bro sampai harus copas dari artikel Vice biar terlihat edgy

bantul mengatakan...

Biasa aja.. score 5/10.. film paling lemahnya nolan

rahmadamazing mengatakan...

Gamau nonton di bioskop lagi? Gw cek di tix tayang tuh tenet di bioskop

rahmadamazing mengatakan...

Mungkin skor nya bisa berubah