THE INTERNET'S OWN BOY: THE STORY OF AARON SWARTZ (2014)

Tidak ada komentar
Aaron Swartz adalah pemuda jenius yang pada usia 14 tahun telah berkontribusi besar dalam penciptaan RSS. Aaron Swartz adalah seorang programer jenius atau banyak orang mengklasifikasikannya sebagai hacker (tergantung sudut pandang anda). Dia juga merupakan founder, co-founder dan co-owner dari reddit, creative commons, dan masih (sangat) banyak lagi. Tidak hanya itu, dia juga seorang aktivis politik yang berfokus pada kebebasan tiap orang mendapat informasi khususnya melalui internet. Tapi dengan segala aspek "scientific" yang melekat pada Aaron, dokumenter karya Brian Knappenberger ini amat bersahabat bagi penonton amatir seperti saya. Karena apa yang ditekankan oleh The Internet's Own Boy adalah bagaimana Aaron Swartz sebagai seorang manusia yang ingin menjadikan dunia menjadi lebih baik. Sederhana, tapi membuat film lebih dalam menggali subjek sekaligus memberi sentuhan emosional. 

Knappenberger tidak menujukan film ini secara khusus bagi pihak tertentu, entah itu pengguna internet, programer, aktifis, atau pengamat berita. Sebaliknya, ia berusaha menjadikan dokumenter ini sebagai media memperkenalkan Aaron Swartz beserta hidup dan perjuangannya kepada penonton sebanyak mungkin. Untuk itu tidak hanya jati diri Aaron, hal-hal yang ia geluti pun dijabarkan dengan singkat namun jelas disini. Jangan khawatir jika anda bukan orang yang menghabiskan mayoritas hidup menjelajah internet sehingga asing dengan istilah "RSS", "Creative Commons", atau website seperti "Reddit", karena film ini menuturkannya sesingkat dan sejelas mungkin. Hal itu membuat filmnya semakin less-segmented sekaligus lebih mudah bagi penonton memahami bagaimana hebatnya sosok Aaron Swartz dan kenapa begitu banyak orang bisa mengagumi pemuda yang tewas bunuh diri (?) tahun 2013 saat masih berusia 26 tahun ini. 
Satu-satunya hal yang menghalangi film ini menjaring penonton secara lebih luas adalah cara bertuturnya. Pada masa dimana dokumenter banyak disajikan dengan cara baru guna menghindari kebosanan, The Internet's Own Boy memilih teknik konvensional dimana narasi hasil wawancara mendominasi. Jangankan bermain-main lewat mix dengan genre lain, film ini pun minim dalam penggunaan visualisasi guna mempermudah pemahaman penonton. Kita lebih banyak diajak mendengar dan melihat berbagai narasumber mengutarakan kisah mereka tentang Aaron. Ibarat sebuah presentasi, kita tidak akan mendapati sang presenter memakai slide power point melainkan hanya bermodal bahasa verbal sambil sesekali menuliskan poin penting di papan tulis. Mungkin terdengar membosankan. Tapi bagaimana jika si pembicara adalah orang yang jago memainkan dinamika, membawa emosi pendengar, punya cara bertutur yang asyik, dan bermodalkan materi yang pada dasarnya menarik? Itulah yang terjadi pada film ini. Membutuhkan fokus lebih untuk mengikuti kalimat demi kalimat, tapi tidak pernah membuat audience tersesat.

Beberapa hari lalu saya baru saja menonton Citizenfour, (review) sebuah dokumenter yang berbicara tentang internet serta konspirasi pemerintah. The Internet's Own Boy tidak memicarakan hal yang persis sama (meski di suatu bagian kisah Edward Snowden sempat disinggung) tapi efek yang diberikan tidak jauh berbeda. Penonton ditampar untuk disadarkan tentang bagaimana pihak otoritas seperti pemerintah, lembaga hukum, sampai para pemilik modal sudah semakin menanamkan kukunya, mencengeram, merenggut hak-hak masyarakat yang ada "di bawah" mereka. Jika Citizenfour bicara tentang NSA yang memata-matai keseharian semua orang, maka film ini memperlihatkan bagaimana kita semakin dibatasi untuk mendapatkan informasi bahkan tentang hal-hal yang seharusnya merupakan hak tiap orang seperti ilmu pengetahuan dan hukum negara. Kita diharuskan membayar dalam jumlah tidak sedikit (puluhan dollar/ratusan ribu rupiah bahkan lebih) untuk mendapat jurnal sebagai modal belajar atau detail suatu aturan hukum. Tanyakan saja pada mahasiswa bagaimana kesalnya mereka saat mendapati suatu jurnal yang berguna untuk menyelesaikan suatu tugas tidak dapat diakses secara gratis. 
Film ini sama seperti yang coba dilakukan oleh Aaron berusaha menyajikan sudut pandang lain tentang Illegal downloading atau pelanggaran hak cipta. Selama ini kita dibuat langsung setuju bahwa kedua hal tersebut adalah tindak kriminal, tidak menghargai usaha sang pembuat dan sebagainya. Tapi benarkah itu? Bagaimana jika sesungguhnya segala hal berbayar dan berizin itu merupakan hak kita yang harusnya bisa diakses secara bebas? Bagaimana jika yang terjadi selama ini bukan perlindungan hak cipta melainkan usaha mempertebal isi dompet mereka yang sudah tebal? Sebuah konklusi tentang "bocah 14 tahun yang lain" membuktikan hal itu. Filmnya menampar. Mengajak penonton untuk tersadar akan segala kebohongan yang ada, dan itu berhasil. Emosi saya berhasil diaduk-aduk saat melihat betapa semena-menanya pihak otoritas dalam usaha mereka menjatuhkan Aaron Swartz. 

Setelah berhasil menyadarkan, film ini juga turut mengajak penonton untuk bangkit. Bukan sekedar ajakan kosong, karena lewat perjuangan Aaron Swartz, kita bakal melihat bahwa sesuatu yang tidak mungkin dapat terwujud jika timbul rasa persatuan untuk melawan. Dengan kehadiran momen uplifting tersebut, dokumenter yang dipenuhi konspirasi dan thriller ini memantapkan posisinya sebagai sajian yang positif dan penuh harap. Aaron Swartz memang telah meninggal dalam usia muda, tapi jelas segala perjuangan dan semangatnya tidak akan mati, dan telah menghasilkan bukti otentik bahwa semuanya tidak keliru dan tentunya tidak sia-sia. Information is power, begitu esensi dan latar belakang perjuangan Aaron. The Internet's Own Boy sendiri membawa semangat yang sama dengan merangkum serta menyebarkan hal tersebut pada khalayak lebih luas.

Tidak ada komentar :

Comment Page: