NATIONAL GALLERY (2014)

Tidak ada komentar
Pada salah satu adegan film ini, nampak dua staff "National Gallery" tengah membicarakan (atau berdebat) mengenai hal apa yang dirasa kurang dalam museum itu. Salah satu dari mereka menyatakan bahwa museum kurang memperhatikan apa yang pengunjung/masyarakat inginkan, atau bisa dibilang "kurang merakyat". Banyak orang tidak memahami apa yang ditawarkan oleh museum yang sudah berdiri sejak tahun 1824 di London itu. Faktanya memang ada lebih dari 2.300 koleksi lukisan dari berbagai macam seniman legendaris seperti Leonardo da Vinci, Johannes Vermeer, Vincent van Gogh, J.M.W. Turner, dan masih banyak lagi. Faktanya memang tidak semua orang paham apa yang menjadikan semua itu spesial, karena tidak banyak pula pemahaman masyarakat umum mengenai pemaknaan karya seni lukis. Bagi sebagian orang, lukisan tidak lebih dari goresan cat air di kanvas yang tidak bisa dipungkiri nampak indah, namun hanya itu.

Dibandingkan medium seni lain, lukisan memang salah satu yang paling segmented. Orang bisa berkunjung ke bioskop untuk mendapatkan hiburan berupa blockbuster movie. Orang berbondong-bondong datang ke konser musik untuk bernyanyi bersama atau sekedar memuaskan hasrat eksistensi mereka bertatapan langsung dengan musisi ternama. Bagaimana dengan museum lukisan? Kunjungan ke tempat semacam itu bagi banyak orang terdengar membosankan. Mereka masuk, lalu berdiri melihat satu per satu lukisan berumur ratusan tahun tanpa tahu makna yang terkandung. Bahkan sekedar mengambil foto untuk dibagikan ke media sosial pun dilarang. Bagi kalangan menengah ke bawah pun museum seperti "National Gallery" terasa "intimidatif". Ruangan besar dengan kesan eksklusif, serta pemikiran bahwa hanya kalangan cendekiawan saja yang bisa menikmati lukisan sudah jadi tembok penghalang besar untuk sekedar melangkahkan kaki kesana. Belum lagi mendalami seni lukisan itu sendiri.
Sutradara Frederick Wiseman menjadikan dokumenternya ini sebagai pintu masuk bagi penonton untuk menjelajahi tiap sudut "National Gallery". Ini adalah dokumenter dengan tingkatan detail eksplorasi tinggi. Setelah lampu musem menyala, Wiseman langsung memperlihatkan satu demi satu lukisan secara bergantian, bagai sebuah perkenalan singkat untuk para penonton awam mengenai isi museum. Kemudian kita diajak berkeliling sambil mendengarkan para kurator menjelaskan makna juga latar belakang dari tiap lukisan pada para pengunjung. Tidak hanya memberikan satu pengetahuan baru mengenai masing-masing lukisan beserta pembuatnya, kita juga melihat ikatan yang terjalin antara kurator dengan lukisan. Bagaimana ia memandang sebuah karya dan mengapa itu amat bermakna baginya. It isn't an emotional journey, but still kinda fascinating to see how people can be moved by an artwork and deeply interpreted it. 
Masih banyak pemandangan lain untuk disaksikan dalam film ini; proses restorasi lukisan, kegiatan pembelajaran, seminar, persiapan pameran, hingga para tuna netra yang tengah menikmati lukisan. Semua ditampilkan oleh Wiseman dengan begitu detail. Durasi panjang, alur lambat dan beberapa poin repetitif kemungkinan besar bakal terasa melelahkan, tapi kesabaran penonton bakal berujung pada hasil observasi mendalam berkat detail menyeluruh yang dipaparkan Frederick Wiseman. Uniknya tidak ada sekalipun interaksi langsung (seperti interviiew) antara objek yang ditampilkan kepada kamera. Kita seperti hantu yang melayang bebas diantara bangunan megah "National Gallery" dan lukisan-lukisan bernuansa mistikal di dalamnya. Kita melihat semua detail, semua orang beserta kegiatan mereka, tapi mereka tidak merespon kearah kita. Hal itu membuat saya tidak merasa "dipaksa" dalam kegiatan menyerap segala sisi film ini. Saya hanya diperlihatkan apa adanya "National Gallery".

Terasa dreamy saat film ini bagaikan perjalanan ke dunia lain yang berisikan mahakarya seni. Atmosfer itu terpancar kuat dalam kemegahan museum "National Gallery", mayoritas berkat situasi sunyi yang tak jarang menghadirkann rasa khidmat. Tapi saya tidak dipenjarakan oleh Wiseman disitu, karena beberapa kali filmnya memperlihatkan kondisi di luar, seolah mengajak untuk rehat sejenak. 

Pada akhirnya Frederick Wiseman tidak pernah memaksa penonton untuk kemudian harus menyukai lukisan atau ingin segera berkunjung ke "National Gallery". Dia hanya ingin bertutur lewat sebuah pameran tanpa harapan (berlebihan) untuk didengarkan. Apakah pada akhirnya anda tertarik atau merasa semua hal artsy film ini terlalu tinggi untuk dicerna, atau bahkan menyerah dan berhenti sebelum filmnya usai itu terserah. Penonton bisa "mendapatkan" sesuatu, bisa juga tidak. Jika tidak pun, National Gallery tetap menjadi perjalanan mistis dipenuhi visual memikat saat lukisan diposisikan sebagai suatu hal penuh makna (bahkan terkadang religius) yang mampu menjalin ikatan intim dengan penikmatnya. Art imitates life.

Tidak ada komentar :

Comment Page: