REVIEW - ALONE

1 komentar

John Hyams, sutradara yang memberi napas baru bagi seri Universal Soldier melalui dua sekuel straight-to-DVD, termasuk Day of Reckoning (2012) yang kental nuansa horor atmosferik dengan pengaruh Lynchian, kali ini melahirkan thriller minimalis berdaya cengkeram tinggi, tanpa memerlukan twist tak substansial. Cukup pengarahan mumpuni, yang membuktikan bahwa ia salah satu sineas paling underrated, yang pantas memperoleh pengakuan lebih.

Protagonis Alone adalah wanita bernama Jessica (Jules Wilcox), yang melakukan perjalanan selama empat hari, mengendarai mobil dan trailer U-Haul. Dia hendak pindah. Kita tidak pernah tahu ke mana. Dia berangkat diam-diam guna menghindari konflik dengan sang ibu, yang mengkhawatirkan kondisi psikis Jessica, setelah suaminya meninggal bunuh diri. Naskah dari Mattias Olsson, yang mengadaptasi film Swedia berjudul Gone (2011) buatannya sendiri, membagi alur ke dalam lima babak: The Road, The River, The Rain, The Night, The Clearing. Selain latar lokasi, judul-judul tersebut menyiratkan kondisi mental Jessica. Sebuah gimmick yang sejatinya tidak berdampak atau menambah pemahaman apa pun, karena seluruhnya dapat disaksikan secara jelas di layar.

Di tengah jalan, Jessica nyaris mengalami kecelakaan akibat sebuah mobil jip hitam. Malamnya, Jessica mulai cemas kala melihat jip itu lagi di pompa bensin. Sampai keesokan harinya, di sebuah motel, pengendara jip tersebut menghampirinya. Seorang pria tanpa nama (Marc Menchaca) berkumis tebal, berkaca mata, dengan senyum yang sama sekali tak memancarkan keramahan. Jessica menaruh kecurigaan. Wajar saja. Kalau bertemu orang dengan sikap dan penampilan seperti itu, saya pun bakal mengiranya penculik, pemerkosa, pedofil, atau semuanya.

Selama 30 menit pertama, dengan meminjam beberapa elemen dari judul-judul lain, termasuk Duel (1971) kepunyaan Steven Spielberg, Alone memancing kecemasan, hasil dari ketidakpastian, yang menghasilkan intensitas kuat. Seiring perjalanan Jessica berlanjut, ia terus bertemu dengan si pria, di mana tiap pertemuan lebih menegangkan dari sebelumnya. Kecurigaan pun menguat, sambil tetap menyisakan tempat bagi keraguan. Apakah pria itu memang berniat jahat?

Hyams paham cara menyulut ketakutan dengan memanfaatkan ketidaktahuan dan ketidakberdayaan. Ditambah kegelapan malam yang mendominasi paruh awal, perjalanan Jessica jadi semakin tidak nyaman (in a good way), baik baginya maupun penonton. Menakutkan, karena dibuntuti oleh pria berbahaya kala bepergian seorang diri adalah sesuatu yang hampir semua orang cemaskan, pun amat mungkin terjadi di dunia nyata.

Sayangnya, setelah kecurigaan tadi terbukti, di mana tidak lagi tersisa pertanyaan dalam alur, filmnya memasuki teritori “aksi kucing-kucingan” yang terlalu familiar, walau secara keseluruhan, tetaplah thriller yang solid. Performa dua pemain banyak membantu. Menchaca, selain punya tampilan fisik mendukung, meyakinkan sebagai creepy villain yang bukan saja fisik, juga melukai mental korban, sementara Wilcox menyeimbangkan kerapuhan dengan kekuatan seorang wanita yang terluka. Dari korban yang memohon belas kasihan, akhirnya ia berhasil mengangkangi si pelaku, baik secara fisik atau mental.

Latar belakang karakter Jessica sesungguhnya tak pernah benar-benar berguna. Kita mendukungnya, tapi siapa yang tidak? Niat menciptakan koneksi antara usaha Jessica kabur dari kejaran sang penculik dengan isu personalnya terbaca (kedua konflik sama-sama menempatkannya dalam “kesendirian”, perjuangan bertahan hidup, lari dari sesuatu, sebelum akhirnya bangkit), namun tak memberikan dampak emosional tambahan.  

Tapi sekali lagi, sebagai thriller, Alone merupakan pencapaian memuaskan. Hyams membangun teror organik yang nyaris tanpa diiringi musik, sedangkan pilihan shots-nya efektif menjaga suasana penuh kecemasan, bahkan di saat sudah tiada lagi misteri tersisa. Hyams kerap menempatkan kamera di belakang protagonisnya, membuat penonton gigit jari, menantikan apakah sang antagonis bakal mendadak menyerang Jessica.


Available on KLIK FILM

1 komentar :

Comment Page:
Aya rohayati mengatakan...

Hari ini baru sempet nonton alone. Jujur saya ngantuk pas aksi kejar kejaran, krn mungkin tanpa musik dan suara dari para tokoh sayup sayup gitu. Tokoh jess sbg protagonis jg kurang maksimal. Entah knp agak susah berempati sm jess. Agak aneh jg, dia ketusuk akar, kena tembak tapi masih baek baek aja.