REVIEW - SCREAM
Jika Scream 4 (2011) ibarat acungan jari tengah bagi tren "passing the torch", maka film kelima ini, yang berstatus semi-sekuel sekaligus semi-reboot (disebut "requel" oleh filmnya sendiri), jadi upaya modernisasi yang tetap menaruh hormat kepada versi aslinya.
Tapi masihkah Scream relevan di zaman sekarang? Horor meta yang jadi jualan utamanya sejak 26 tahun lalu kini telah marak diusung. Sementara generasi muda cenderung menggandrungi horor dengan penuturan sarat subteks (elevated horror) alih-alih slasher yang sering dianggap murahan. Ditangani naskahnya oleh James Vanderbilt (Zodiac, The Amazing Spider-Man) dan Guy Busick (Ready or Not), Scream tidak ambil pusing dengan pertanyaan-pertanyaan tadi, bahkan dengan cara khasnya, menjadikan semua itu materi humor menggelitik.
Seperti biasa, film dibuka saat seorang gadis muda mendapat telepon dari Ghostface, diajukan pertanyaan, "What's your favorite scary movie?", sebelum kemudian dijadikan mangsa. Menariknya, kali ini si gadis, Tara Carpenter (Jenna Ortega) selamat. Seolah menegaskan, bahwa sebagai requel, filmnya mempertahankan formula sembari memberi modifikasi.
Peristiwa yang menimpa Tara membuat kakaknya, Sam (Melissa Barrera), memutuskan pulang ke Woodsboro bersama kekasihnya, Richie (Jack Quaid), setelah selama ini hubungannya dengan sang adik merenggang. Berikutnya bisa ditebak, satu demi satu remaja setempat tewas di tangan Ghostface.
Sebagai jembatan, beberapa nama baru diberi kaitan dengan nama lama. Entah keponakan, anak, atau sebatas menempati rumah yang dahulu dihuni salah satu karakter. Seperti biasa, jawaban misterinya memiliki kaitan dengan rahasia kelam Woodsboro, yang meski terkesan dipaksakan, mampu membawa ceritanya membentuk full circle yang menarik, sambil mewakili proses si jagoan utama, Sidney Prescott (Neve Campbell), untuk berdamai dengan masa lalunya.
Bicara soal Sidney (dan para protagonis lama), porsi minim mereka agak disayangkan. Dewey Riley (David Arquette), yang sekarang bukan lagi polisi canggung, melainkan pria tua lelah di fase tergelap hidupnya (memberi Arquette kesempatan memamerkan akting terbaik dalam seluruh kemunculannya di seri ini), baru muncul di babak kedua, sebagai figur pembimbing para remaja guna memahami modus operandi pelaku.
Gale Weathers (Courteney Cox) dan Sidney lebih minim. Sidney baru menampakkan wajah setelah 30 menit, dan mulai beraksi bersama Gale selepas kurang lebih 70 menit, ketika film mendekati klimaks. Walaupun meninggalkan kekecewaan, keputusan itu dapat dipahami. Berbekal segudang pengalaman, menempatkan trio tersebut di posisi yang sama untuk kesekian kalinya, terasa kurang masuk akal. Mereka bak ekspertis, dan melihat sepak terjang Sidney di babak puncak, film bisa berakhir prematur bila ia tampil sedari awal.
Tetap tidak bisa dipungkiri, bagian terbaik Scream mayoritas terjadi kala trio orisinalnya mengisi layar. Satu-satunya momen emosional film ini juga melibatkan story arc mereka. Tanpa ketiganya, mengandalkan jajaran remaja yang bagai kopian kelas dua dari para tokoh lama, elemen kisah ala opera sabun miliknya (termasuk salah satu kekhasan Scream), kerap menjemukan.
Beruntung unsur meta-nya tampil kuat, yang terkuat sejak film pertama. Proses investigasi menggunakan formula-formula film slasher, hingga sindiran menggelitik terhadap beberapa hal terutama toxic fandom, adalah wujud hiburan menyenangkan bagi penggemar film. Penonton kasual akan tersesat, namun mereka memang bukanlah target pasar Scream.
Menggantikan Wes Craven yang meninggal dunia pada 2015 lalu di kursi penyutradaraan, nyatanya duo Matt Bettinelli-Olpin dan Tyler Gillett (Ready or Not) punya energi yang tak jauh beda. Pembunuhannya cukup brutal nan kreatif, dengan klimaks yang bukan cuma seru, pula secara cerdik membawa filmnya memenuhi tujuan utama, yakni melahirkan modernisasi tanpa lupa menghormati versi asli.
3 komentar :
Comment Page:Saya bermasalah dengan sensor di bagian klimaks. LIKE "WTF LSF?!?!?!?!"������������
FILM SCREAM PALING KEREN SETELAH FILM SCREAM PERTAMA__RATING 9/10
Scream 4 juga keren 👌👌 Jill favorite ghostface
Posting Komentar