REVIEW - PETUALANGAN SHERINA 2
Petualangan Sherina (2000) punya elemen musikal yang cukup sederhana. Tanpa koreografi kompleks dengan presisi tinggi, maupun tata kamera hal itu mewakili semangat bersenang-senang anak-anak. Dua pemeran utamanya berusia sekitar 10 tahun. Industri film kita pun tak ubahnya bocah, yang baru mulai merangkak keluar dari era kegelapan, salah satunya berkat debut penyutradaraan solo Riri Riza tersebut.
23 tahun telah berlalu. Sherina Munaf dan Derby Romero kini berkepala tiga, sedangkan perfilman Indonesia telah berada di kelas yang jauh berbeda. Walau Petualangan Sherina 2 tak wajib melebihi kualitas pendahulunya, kematangan semestinya terlihat. Sayangnya, dalam presentasi musikalnya, Riri masih berkutat pada pendekatan "merekam orang bernyanyi dan menari" saja.
Jangan khawatir jika sebatas mengharapkan nostalgia. Petualangan Sherina 2 memilikinya. Naskah buatan Jujur Prananto, Mira Lesmana, Riri Riza, dan Virania Munaf menyelipkan banyak tribute ke film pertama. Pertama lewat lirik lagu yang mengalami penyesuaian. Contohnya kalimat "Betapa bahagianya punya banyak teman" diubah jadi "Betapa bahagianya bersama berdua", untuk mewakili fase dewasa karakternya, di mana kualitas hubungan lebih esensial dibanding kuantitas.
Bisa juga melalui jalannya adegan. Kalau sekuen musikal pembuka di film pertama menampilkan Sherina berangkat sekolah, sekarang kantor merupakan destinasinya. Di kantor itulah Sherina dikenal sebagai jurnalis kompeten, terutama terkait isu lingkungan hidup. Karenanya ia diutus ke Kalimantan guna meliput pelepasan orang utan ke habitatnya oleh sebuah LSM konservasi hutan. Reuni pun terjadi. Rupanya Sadam adalah program manajer LSM tersebut.
Di luar lagu-lagu dan adegan, nostalgia terbesar dihadirkan oleh chemistry dua pemeran utama. Mereka bak tidak pernah berpisah. Sherina yang berapi-api, Derby yang lebih tenang, memunculkan versi dewasa dari banter cinta/benci film pertamanya.
Tatkala naskahnya terlalu asyik berlama-lama membagikan informasi tentang lingkungan hidup hingga lupa waktu, Sherina dan Derby mampu menjaga dinamika. Antusiasme mengikuti petualangan mengejar para penculik orang utan pun tetap terjaga karena mereka, ketika jajaran antagonis yang turun ke lapangan punya penokohan membosankan. Randy dengan talenta komediknya dituntut memerankan penjahat serius nihil daya tarik, sedangkan karisma dan kemampuan olah fisik Kelly Tandiono disia-siakan oleh lemahnya pengarahan aksi Riri Riza (walau tak seburuk adegan "Lukman Sardi jatuh" di Paranoia).
Saya menyertakan "turun ke lapangan" saat membahas antagonisnya, karena ada antagonis yang tetap berada di balik layar, dan ia mampu mencuri perhatian. Bahkan tidak berlebihan bila disebut penampil terbaik. Sambutlah Isyana sebagai Ratih Icih Icih si kolektor satwa, dengan keeksentrikan yang membawa magnet kuat di tiap kemunculan. Berbekal pesona ala antagonis film klasik Disney, Isyana mengatrol kualitas dua sekuen musikal yang dibawakannya.
Lain cerita dengan musikal lain yang tak menampilkan si biduan absurd. Derby dan Sherina berusaha semaksimal mungkin, namun kenaturalan mereka tak mampu menyelamatkan musikalnya yang dikemas bak versi murah dari La La Land.
Riri dan tim seperti berujar, "Ayo kita buat yang seperti ini!", namun gagal menangkap alasan kenapa masterpiece karya Damien Chazelle itu begitu memikat. Tata kameranya tanpa energi hingga tak menguatkan gerak koreografi, departemen artistik yang ala kadarnya juga gagal mempercantik presentasi. Sekali lagi, semua masih ada di ranah "merekam orang bernyanyi dan menari". Dua dekade lebih berlalu begitu saja tanpa meningkatnya kematangan.
Puncaknya jelas nomor Mengenang Bintang. Diawali obrolan hangat yang secara cerdik mengaitkan "sinar bintang" dengan "kenangan masa lalu", romantisme momen itu langsung runtuh sewaktu Riri, bersenjatakan CGI buruk yang seolah dibuat tanpa visual sense memadai, berambisi melakukan reka ulang bagi adegan berlatar planetarium di La La Land. Hasilnya mengecewakan (kalau tak mau disebut "memalukan").
Dipandang secara menyeluruh, Petualangan Sherina 2 sesungguhnya masih sebuah nostalgia yang memadai. Tapi saat kelemahan terbesar film musikal malah terletak dalam caranya ber-musikal, artinya ada setumpuk pekerjaan rumah yang luput dibenahi.
30 komentar :
Comment Page:Deskripsinya benar, saya juga kurang sreg kenapa adegan menari harus divisualisasikan ala La La Land yang menari di antariksa dan CGI bintang-bintang. Kaget banget lihatnya. Sherina juga keliatan kagok gitu. Kenapa tidak mereka tetap menari di situ cuma lebih diterangin aja sama bintang, malah jauh lebih syahdu dan romantis.
Namun, bagaimanapun film ini kental banget nuansa nostalgia nya. Lagu-lagu dan interaksi Sherina-Derby amat sangat hangat dan bikin menyungging senyum. Saya terpikat lihatnya. Poin plus film ini di situ.
Oh iya, Isyana dapat referensi karakter itu dari Syahrini deh. Style, gaya bicara dan saat menyanyi pun identik dengan Syahrini. Porsinya pas. Kudos buat Isyana!
Anyway, so far, di luar dari sisi teknis dan eksekusi cerita yang berasa biasa aja, lagu-lagunya menarik buat didengar dan didendangkan plus interaksi Sherina-Derby yang so sweet abis.
One of my fave Indonesian movie this year.
SKIP
film bocil baru gede
film lesbong
FILM TERBAIK INDONESIA 2023
Naskah buatan Lele Laila selalu keren ini film horror musikal
aktor pemain terbaik dalam film ini adalah sayu, orang utan, akting nya bagus dan lucu
Mengenang Bintang keren banget
Yayang Derby Romero jantan imut gemes jadi pengen peluk cium dansa dan bernyayi
film tergemes 2023
Goblok jangan dipelihara, udah jelas naskahnya yang nulis bukan lele Laila, apa jangan-jangan kamu ini fetish dengan mbaknya?
Kelly Tandiono badgirl badass
film horror drama musikal terbaik sepanjang masa
Derby Romero I LOVE U
YAYANG imut banget please hold me up
Sherina Munaf CERDAS, luar biasa aransemen dan musikalnya
film menyenangkan untuk segala umur, ceria lucu menarik, gue sudah nonton, komentar positif untuk film PETUALANGAN SHERINA 2, lanjut bersambung untuk trilogi nya sebagai penutup
Laila Lele Laila keren
seisi bioskop bernyanyi bersama, mantap
tembus 1 juta penonton
thanks mas rasyid atas review nya
Reviewnya kena sih terutama CGInya agak2 gimana gitu, tapi overall sebagai film nostalgia cukup menyenangkan, cocok banget kalau mau mengenalkan anak dengan franchise ini. Film ringan yang gak ada twist2nya, hitam dan putihnya jelas.
tembus 1.5 juta penonton
garapan Lele Laila cukup menyenangkan
GOOD MOVIE FOR FAMILY
Film yang dibikin sequel yang munculnya sangat lama dengan cast yang sama, pasti selalu bikin merinding.
Kalo ane belum pernah nonton film pertama tapi cuman tahu lagu2nya yang super magis dizamanya cukup bergetar dikit pas adegan2 nyanyinya karena ada selipan nada2 lama.
Secara film terutama yang suka musikal, cukup oke lah alur ceritanya ringan banget, Ane bawa balita sama anak 6 tahun cukup menikmati filmnya padahal durasi 2 jam.
Sayang banget disini Sherina powerfull banget suaranya, aga kurang sinkron sama scene2 terutama pas awal2. Untung diobati ada adegan musikal yang bagus pas bintang2 sama adegan musikal Isyana duet, itu keren banget.
Sama tata kameranya ane rasa agak kurang sih. soalnya kalo film musikal bagus standar sekarang pengenya kaya lalaland.
Tapi, sekali lagi dibakik kekuranganya, ini film sangat mengesankan dan menyenangkan terutama ditonton untuk keluarga.
masih bertahan di bioskop
tembus 1.5 juta penonton
imut yayang bikin kebelet deh
good point movie
Posting Komentar