REVIEW - CLOUDS

1 komentar

Pada salah satu adegan paling menyentuh dalam Clouds, setelah (secara tidak sengaja) menyatakan cinta pada sahabatnya, Zach Sobiech (Fin Argus), yang mengidap kanker stadium akhir, Sammy (Sabrina Carpenter) mengaku sering berandai-andai tentang masa depan, di mana merekaa akan berkuliah, menjalani hidup masing-masing, sama-sama mempunyai pacar, tapi mungkin, suatu hari nanti, bakal bertemu lagi dan menyadari bahwa keduanya saling mencintai. Saya pun dibuat membayangkan skenario-skenario mengenai imajinasi masa depan itu.

Hal serupa, namun dalam konteks berbeda, juga terjadi pada hubungan Zach dengan sang kekasih, Amy (Madison Iseman). Seperti apa kehidupan Amy sepeninggal Zach? Pasti dia akan mempunyai kekasih lain, bahkan mungkin menikah. Seperti apa perasaan Amy, jika di tengah hubungan bersama pasangan baru itu, ia teringat akan Zach? Apakah Amy yang asli juga memikirkan hal yang sama seperti saya, ketika dahulu menemani Zach melewati hari-hari terakhirnya?

Clouds adalah film yang membuat saya begitu memedulikan tokoh-tokohnya, hingga membayangkan kehidupan mereka di luar film. Fakta bahwa ini diangkat dari kisah nyata, membuat bayangan-bayangan di atas menambah dampak emosional. Dibuat berdasarkan memoar Fly a Little Higher: How God Answered a Mom's Small Prayer in a Big Way milik ibunda Zach, Laura Sobiech (diperankan Neve Campbell di film ini), filmnya menuturkan perjuangan Zach melawan kanker stadium akhir, hingga menelurkan lagu fenomenal berjudul Clouds, yang mampu bertengger  di posisi 26 dalam tangga lagu Billboard Hot 11, pun video klipnya sempat viral dan ditonton sebanyak 15 juta kali di Youtube.

Zach tidak kenal menyerah, menolak membiarkan kanker menghalanginya menjalani hidup secara bahagia. Dia gemar melontarkan dark jokes seputar kondisinya. Setiap pagi dia muntah di kamar mandi, lalu berdandan serapi mungkin, melatih senyuman di depan cermin, sebelum muncul di hadapan keluarganya, seolah tak terjadi apa pun.

Sejak kecil Zach bersahabat dengan Sammy, dan seperti tertulis di paragraf pembuka, Sammy diam-diam menyukai Zach. Cinta itu bertepuk sebelah tangan, karena Zach jatuh hati pada Amy, yang kemudian menjadi kekasihnya. Untungnya tidak ada konflik cinta segitiga. Bahkan Sammy berperan mempersatukan Zach dan Amy. Kedua gadis remaja itu akhirnya malah menjadi teman akrab. Berkat itu, Clouds makin bermakna, menuturkan kisah di mana kematian bukan cuma soal perpisahan, tapi bisa juga mempersatukan.

Clouds memang bernuansa positif, namun tak mengesampingkan kerapuhan protagonisnya. Biar bagaimana pun, mengetahu ajal diri sendiri sudah makin dekat tentu menyulut ketakutan dan kekhawatiran. “Apa gunanya menulis college essay kalau aku takkan pernah kuliah?!”, ungkap Zach. Narasi yang dipakai sebagai pembuka sekaligus penutup film membantu kita memahami pergolakan hatinya: “Most teenagers out there feel like they’re invincible. Not the Superman kind of invincible. The kind of invincible that tricks you into thinking tomorrow might be a better day to start chasing your dreams”. Pada usia di mana ia merasa di puncak dunia, Zach mesti menghadapi akhir.

Sulit menahan luapan emosi selama 121 menit durasinya, ketika Clouds silih berganti menyajikan momen-momen manis (Zach meminta Amy menjadi pasangannya untuk prom di konser Jason Mraz, proses penulisan lirik kala Zach dan Sammy bergantian menulis kalimat di buku catatan), menyentuh (konser di Metro saat seluruh penonton menyanyikan Clouds bersama-sama), dan heartbreaking (dokter memberitahu keluarga Zach bahwa usianya tinggal menghitung hari).

Durasinya memang agak terlalu panjang, pun alurnya bertahan terlalu lama di satu fase, sebelum menemukan dinamika baru ketika Zach dan Sammy (sebagai duo A Firm Handshake) mendapatkan kontrak rekaman. Formulanya amat terbaca, yakni kumpulan momen-momen pemancing haru, yang untungnya dieksekusi secara elegan dengan takaran emosi tepat. Serupa lirik-lirik buatan Zach, naskah hasil tulisan Kara Holden mengandung kalimat-kalimat yang mampu menyuarakan keindahan melalui kesederhanaan, tanpa perlu terdengar puitis. Sementara penyutradaraan Justin Baldoni (Five Feet Apart) tak pernah berlebihan memainkan dramatisasi.

Jajaran pemainnya tak kalah hebat. Baik trio penampil muda (Fin Argus, Sabrina Carpenter, Madison Iseman) maupun para senior (Neve Campbell dan Tom Everett Scott) menuangkan rasa secara meyakinkan, memudahkan penonton tertawa, jatuh cinta, dan menangis bersama mereka.


Available on DISNEY+ HOTSTAR

1 komentar :

Comment Page:
Dion Dharmawan mengatakan...

mantep sih, apalagi waktu nyanti bareng2. nilai positifnya mudah ditangkap