LOVE IN PERTH (2010)

Tidak ada komentar

Dalam menonton film lokal, biasanya saya lebih ketat dalam memilih film mana yang akan saya tonton. Biasanya adalah film yang bisa menembus festival internasional bahkan sampai mendapat penghargaan atau minimal menang di ajang penghargaan lokal. Tapi kali ini saya mencoba "nekat" untuk menonton film yang tidak memenuhi kriteria tersebut. "Love in Perth" memang memenangi penghargaan tapi "hanya" sebagai Soundtrack favorit di Indonesian Movie Awards 2011. Sebuah hal yang wajar mengingat 3 pemeran utama film ini semuanya adalah penyanyi. Saya sendiri juga ingin tahu bagaiman Gita Gutawa dan Petra Sihombing berakting dalam debut film mereka ini. Selain mereka berdua ada juga Derby Romero. Bedanya, Derby sudah pernah berakting di layar lebar sebelumnya (Petualangan Sherina, Janus: Prajurit Terakhir) walaupun dalam kedua film tersebut Derby masih bocah.

Lola (Gita Gutawa) adalah gadis Jakarta yang mendapat beasiswa untuk melanjutkan SMA di Perth, Australia. Dalam perjalanan menuju Perth, Lola bertemu dengan pria bernama Dhani (Derby Romero) yang ternyata juga bersekolah ditempat yang sama. Dhani sendiri adalah anak yang sombong dan nakal. Karena kesombongannya itulah diawal pertemuan dia meremehkan Lola dan sering bertengkar dengannya. Pertengkaran itu masih tetap berlanjut sesampainya mereka di Perth. Disisi lain Lola juga mulai dekat dengan Ari (Petra Sihombing) yang punya sifat bertolak belakang dengan Dhani. Ari adalah pria yang baik dan memperhatikan Lola. Cinta segitiga akhirnya mulai tumbuh saat lama kelamaan Lola dan Dhani menjadi akrab dan saling mencintai satu sama lain.
 
Saat film dimulai saya cukup terkejut bercampur khawatir akan mendapat tontonan buruk setelah tahu bahwa film ini disutradarai oleh Findo Purwono yang menyuguhkan kita 2 film yang memakai nama Maria Ozawa sebagai jualan yaitu "Menculik Miyabi" dan "Hantu Tanah Kusir". FYI, Tahun ini Findo juga membuat "Suster Keramas 2" Kekhawatiran saya nyatanya terbukti. Walaupun tidak termasuk kategori super sampah layaknya film horror-seks lokal yang sedang menjamur yang sempat beberapa saya tonton, "Love in Perth" nyaris tidak mempunyai nilai positif dimata saya. Yang paling kentara adalah bertebarannya adegan-adegan serta dialog konyol yang bahkan membuat saya malu sendiri untuk melihat dan mendengarnya. Masih mending kalau dialog yang diucapkan hanya klise. Parahnya dialog yang ada tidak hanya klise tapi seringkali terlalu dipaksakan mulai dari momen pengucapan sampai kalimat apa yang diucapkan.

Untuk urusan adegan yang konyol juga tidak kalah banyak. Sebagai contoh adalah adegan disaat Dhani mengalami kecelakaan. Lupakan efek mobil menabrak yang super duper murahan. Yang jadi sorotan adalah bagaimana mungkin ditengah kota di siang bolong seperti itu tidak ada orang disana selain Lola yang akhirnya menolong Dhani. Dramatisir boleh, tapi jika berlebihan seperti ini jatuhnya konyol. Satu lagi adegan konyol nan berlebihan adalah disaaat Lola sedang ujian dan Dhani menelepon, Lola memilih mengangkat telepon itu. Yang lebih parah dia memilih meninggalkan ujian demi menemui Dhani. Bukannya karkter Lola adalah gadis rajin? Mana mungkin dia meninggalkan ujian demi pacarnya walaupun Dhani mengatakan itu emergency. Selain itu mana ada orang nekat mengangkat telepon tanpa sembunyi-sembunyi ditengah ujian? Kalau saya lebih memilih ijin ke kamar kecil baru mengangkat daripada beritngkah bodoh macam itu. Intinya banyak adegan konyol dan berlebihan atas nama dramatisasi yang jatuhnya gagal. Padahal "Love in Perth" berpotensi menajdi kisah yang sederhana dan menarik bila digarap dengan benar.

Dari segi akting juga tidak ada yang spesial. Petra berakting paling buruk, paling datar dan tanpa chemistry. Gita Gutawa masih lebih baik walaupun masih sangat sering terlihat maksa dan kurang alami. Tapi setidaknya dia masih bisa lebih baik dan didukung dengan wajah cantiknya yang membuat saya seringkali terlupa akan aktingnya yang kurang. Derby sebenarnya bisa masuk kategori lumayan andaikan naskah yang ada tidak memaksa dia mengucapkan banyak dialog konyol. Soundtrack yang ada untungnya cukup catchy dan yang jelas sudah akrab di telinga. Sayangnya beberapa kali kurang pas penempatannya seperti lagu "Parasit" yang ditempatkan diawal film. Musiknya pas, tapi liriknya sama sekali tidak menggambarkan keadaan saat itu.

OVERALL: Findo masih membuktikan bahwa dia masih kesulitan membuat film yang setidaknya masuk kategori lumayan sekalipun karena "Love in Perth" sendiri masih masuk kategori buruk.

RATING:

Tidak ada komentar :

Comment Page: