GINGER & ROSA (2012)
Dakota Fanning boleh saja lebih dulu mencapai ketenaran dibanding sang adik, Elle Fanning. Elle Fanning juga boleh saja memulai karirnya dengan banyak memerankan versi muda dari karakter yang diperankan sang kakak, namun akhir-akhir ini Elle membuktikan bahwa karirnya lebih bersinar dan mempunyai talenta akting yang berada diatas Dakota. Disaat sang kakak lebih banyak menghabiskan waktunya berperan sebagai karakter sekunder dalam franchise Twilight dan beberapa film yang kurang berhasil, Elle Fanning justru makin meroket dengan membintangi film-film seperti Super 8, Somewhere, We Bought a Zoo, Twixt dan masih banyak lagi. Kali ini ia membintagi film Ginger & Rosa yang merupakan garapan sutradara senior Sally Potter bersama sesama aktris remaja, Alice Englert (Beautiful Creatures). Filmnya sendiri akan ber-setting pada tahun 1962 pada saat ancaman nuklir tengah dirasakan di seluruh dunia sebagai salah satu dampak terjadinya perang dingin pada saat itu.
Pada masa krisis tersebut hiduplah dua orang gadis remaja, Ginger (Elle Fanning) dan Rosa (Alice Englert) yang lahir di hari serta temptat yang sama. Keduanya pun tumbuh sebagai sepasang sahabat yang selalu menghabiskan hari-hari mereka bersama. Kehidupan keluarga Ginger dan Rosa sendiri sama-sama tidak berjalan lancar. Rosa sudah ditinggalkan oleh ayahnya dan merasa tidak mendapat perhatian yang semestinya dari sang ibu, sedangkan Ginger sendiri meskipun kedua orang tuanya masih belum berpisah tapi harus menghadapi fakta bahwa sudah tidak ada lagi kebahagiaan dalam hubungan kedua orang tuanya. Sang ayah, Roland (Alessandro Nivola) memang dekat dengan Ginger tapi ia hampir tidak pernah berada di rumah. Sang istri, Natalie (Christina Hendricks) pun merasa tidak lagi mendapat kasih sayang dan mencurigai sang suami berselingkuh dengan salah seorang muridnya. Kondisi tersebut akhirnya mempengaruhi Ginger dan Rosa yang menjadi anak yang broken home. Namun kondisi krisis dunia akibat ancaman nuklir serta fakta bahwa keduanya mempunyai kepribadian yang berbeda membuat persahabatan mereka perlahan mulai berubah.
Pernahkah anda mendengar istilah bahwa teman ataupun persahabatan adalah seleksi alam? Entah sudah berapa kali kita menjumpai remaja-remaja yang mendeklarasikan diri mereka sebagai best friend forever perlahan-lahan pertemanannya tidak lagi seerat dulu entah karena mereka sudah tidak berada di tempat yang sama atau karena adanya perselisihan diantara mereka. Pada intinya pertemanan atau persahabatan seperti apapun tidak akan terlepas dari seleksi alam dan hanya pertemanan yang benar-benar kuatlah yang akan bertahan. Dalam Ginger & Rosa kita akan melihat bagaimana persahabatan dua remaja yang seolah benar-benar sehidup semati (bahkan mereka lahir secara bersamaan di tempat yang sama) perlahan mulai renggang karena perselisihan dan perbedaan jalan hidup yang terjadi diantara mereka. Menengok persahabatan yang terjalin diantara keduanya kita juga akan melihat bagaimana jalan hidup yang diambil seorang remaja akan mendapat pengaruh besar dari lingkungan sekitar entah itu teman atau kondisi keluarga di rumah. Seolah ini nampak seperti sebuah drama coming-of-age berbalut disfungsi keluarga yang punya jalan cerita biasa. Memang benar, tapi untungnya segala konflik yang ada mampu dikemas dengan begitu baik hingga cerita biasa tersebut bisa terasa begitu menarik.
Fakta bahwa filmnya ber-setting pada saat dunia tengah dilanda ketakutan akan terjadinya perang nuklir juga membuat film ini memiliki kedalaman kisah yang semakin menarik. Ini adalah kisah tentang pernak-pernik permasalahan dalam lingkup kecil yang terjadi di dalam konflik yang jauh lebih besar dan global. Kita diperlihatkan bagaimana tentang orang-orang yang seolah tidak peduli akan permasalahan dunia bukan karena mereka memang tidak peduli, karena di sekitar mereka sendiri sudah cukup banyak terjadi masalah yang sifatnya lebih pribadi. Jadi mana sempat mereka mengurusi masalah dunia yang besar itu bukan? Ginger & Rosa memang terasa menyinggung mengenai ketidak tahuan ataupun keputusan seseorang untuk menolak tahu mengenai suatu hal yang sebenarnya begitu nyata. Sosok Rosa menjadi contoh kuat mengenai hal tersebut. Dia tidak seperti Ginger yang begitu mempedulikan permasalahan misil. Dia juga terus menganggap sang ibu tidak pernah menyayangi dirinya, padahal sesungguhnya justru Rosa yang menolak untuk merasakan rasa sayang tersebut.
Fakta bahwa filmnya ber-setting pada saat dunia tengah dilanda ketakutan akan terjadinya perang nuklir juga membuat film ini memiliki kedalaman kisah yang semakin menarik. Ini adalah kisah tentang pernak-pernik permasalahan dalam lingkup kecil yang terjadi di dalam konflik yang jauh lebih besar dan global. Kita diperlihatkan bagaimana tentang orang-orang yang seolah tidak peduli akan permasalahan dunia bukan karena mereka memang tidak peduli, karena di sekitar mereka sendiri sudah cukup banyak terjadi masalah yang sifatnya lebih pribadi. Jadi mana sempat mereka mengurusi masalah dunia yang besar itu bukan? Ginger & Rosa memang terasa menyinggung mengenai ketidak tahuan ataupun keputusan seseorang untuk menolak tahu mengenai suatu hal yang sebenarnya begitu nyata. Sosok Rosa menjadi contoh kuat mengenai hal tersebut. Dia tidak seperti Ginger yang begitu mempedulikan permasalahan misil. Dia juga terus menganggap sang ibu tidak pernah menyayangi dirinya, padahal sesungguhnya justru Rosa yang menolak untuk merasakan rasa sayang tersebut.
Sebaliknya jika kita melihat kepada Ginger maka terasa bagaimana ia mengalihkan rasa sakit yang ia rasakan pada permasalahan lain. Dia terlihat begitu peduli pada terancamnya dunia, tapi benarkah? Atau itu hanyalah bentuk ekspresi rasa sakit dan pelampiasannya terhadap masalah yang terjadi diantara orang tuanya? Lagi-lagi terlihat bentuk dari sebuah usaha untuk "tidak mengetahui" sebuah permasalahan. Ginger memilih merasa bahwa dia tidak memilii masalah pribadi dan berpaling pada konflik nuklir yang menurutnya adalah masalah paling penting saat itu, namun di dalam hatinya justru tidak ada kegundahan lain selain kegundahan mengenai masalah keluarga dan konflik yang ia alami dengan Rosa.
Overall, Ginger & Rosa memang terlihat memiliki jalan cerita yang begitu familiar, namun dengan pengemasan konflik yang begitu baik serta kompleksitas yang banyak tercipta jauh di dalam masalahnya sanggup membuat film ini menjadi sebuah drama mengenai keluarga dan persahabatan yang begitu baik. Saya pun merasa ikut merasakan kesedihan dan ironi yang terasa di kala persahabatan Ginger dan Rosa mulai merenggang. Di samping hal tersebut, aspek visualnya yang begitu indah makin meningkatkan daya tarik film ini. Sinematografer Robbie Ryan seolah tidak pernah kehabisan akal untuk menyajikan gambar-gambar sederhana yang terangkum dengan keindahan visual yang memikat. Tentu saja kehebatan akting Elle Fanning juga patut diacungi jempol disini. Sebuah adegan di klimaks film saat emosi Ginger akhirnya tak tertahankan lagi menjadi terasa begitu intens sekaligus menyentuh berkat kehebatan Elle. Dan tidak lupa saya menyatakan opini saya bahwa Elle Fanning jauh lebih cantik daripada Dakota Fanning.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar