BIG BAD WOLVES (2013)
Film-film Israel mungkin belum terlalu punya nama di perfilman dunia, namun Big Bad Wolves sukses menjadi salah satu yang paling mencuri perhatian. Pada awalnya film ini tidaklah terlalu diketahui banyak orang meski sudah diputar di Tribecca Film Festival pada April 2013 lalu. Namun baru pada akhir tahun Big Bad Wolves mulai banyak dibicarakan setelah Quentin Tarantino menyebut film ini sebagai film terbaik di tahun 2013. Sebenarnya meskipun saya adalah penggemar berat film-film Tarantino, namun saya sendiri tidak terlalu menjadikan list film-film terbaik yang dia buat tiap tahunnya sebagai pegangan mengingat Tarantino sering membuat "keanehan" dalam daftarnya seperti saat ia memasukkan The Tree Musketeers dan The Lone Ranger dalam daftar-daftar tersebut. Tapi tetap saja film yang disutradarai oleh Aharon Keshales dan Navot Papushado cukup menarik perhatian apalagi dengan konsepnya yang menggabungkan unsur thriller-kriminal dengan komedi hitam. Ya, nampaknya ini bukan sekedar film terbaik versi Tarantino tapi juga bisa menjadi film Tarantino versi Israel. Seperti judulnya, Big Bad Wolves akan membawa kita menengok para kejahatan serigala yang dengan sadisnya melakukan tindak kriminal kepada gadis-gadis kecil (Gadis Berkerudung Merah?).
Telah terjadi kasus penculikan pada banyak gadis-gadis kecil yang berujung pada pemerkosaan bahkan pembunuhan secara sadis kepada gadis-gadis tak berdosa tersebut. Tersangkanya adalah Dror (Rotem Keinan), seorang guru yang sempat terlihat di TKP. Namun Dror menyangkal tuduhan tersebut dan supaya dia mau mengaku sekelompok polisi yang dipimpin oleh Micki (Lior Ashkenazi) melakukan penyiksaan terhadap Dror. Tapi meskipun telah disiksa dan dipukul berkali-kali Dror tetap menyangkal tuduhan tersebut. Pada akhirnya penyiksaan tersebut malah mengakibatkan Micki kehilangan pekerjaannya setelah video penyiksaan yang direkam oleh seorang anak kecil tersebut tersebar di internet. Micki juga disalahkan oleh pimpinannya, Tsvika (Dvir Benedek) karena lewat aksi main hakimnya itu Bror terpaksa harus dilepaskan yang malah berujung pada ditemukannya mayat salah satu gadis korban penculikan yang sudah dalam kondisi mengenaskan. Seluruh jari tangannya patah, kuku kakinya terlepas dan yang paling mengenaskan mayat itu ditemukan tanpa kepala dan ditemukan bekas pemerkosaan. Micki yang sudah kehilangan pekerjaannya memutuskan untuk menangkap lagi Dror guna memaksanya mengakui segala kejahatan tersebut. Disisi lain, Gidi (Tzahi Grad) yang merupakan ayah korban sekaligus pensiunan militer juga berniat melakukan hal yang sama, yakni membawa Dror ke sebuah tempat terpencil untuk kemudian menyiksanya secara perlahan sampai ia membuat pengakuan.
Bahkan sedari opening-nya film ini sudah membuat saya begitu terikat. Dengan balutan slo-mo serta iringan musik mencekam garapan Frank Illfman, Big Bad Wolves berhasil memberikan pengantar yang terasa mengerikan tentang kisah penculikan dan pembunuhan gadis-gadis di bawah umur. Dan jika bicara soal scoring-nya, Main Theme yang dibuat oleh Frank Illfman memang tidak hanya sanggup membangun situasi mencekam namun juga selalu terngiang-ngiang di kepala saya bahkan setelah filmnya usai sekalipun. Kemudian pada akhirnya saya pun paham mengapa Tarantino begitu menyukai film ini, karena secara keseluruhan Big Bad Wolves memang mempunyai unsur-unsur yang selalu dihadirkan Tarantino dalam film-filmnya kecuali rangkaian dialog panjang cerdas yang "tidak nyambung" dengan cerita keseluruhan. Film ini punya adegan-adegan sadis, kisah thriller-kriminal yang menegangkan lengkap dengan misteri serta bumbu twist, serta berbagai komedi hitam yang muncul dengan begitu mendadak. Mungkin dialognya tidak sampai secerdas naskah Tarantino, tapi film ini tetap punya dialog-dialog "sakti" yang menjadi senjata utama untuk menghadirkan komedi hitamnya. Tidak hanya lewat dialog, komedi-komedi tersebut juga muncul lewat kejadian-kejadian tak terduga yang beberapa kali muncul. Sebagai contoh saat penyiksaan yang dilakukan Gidi terhadap Dror sering tertunda karena hal-hal "tidak penting" yang mendadak terjadi. Masih banyak komedi-komedi lain yang muncul disaat tidak terduga namun berhasil membuat saya tertawa lepas.
Lewat komedi gelap tersebut film inipun jadi memiliki dinamika yang sangat bagus. Alurnya bisa tiba-tiba berubah dari yang tadinya menegangkan, keren menjadi lucu untuk kemudian berubah lagi menjadi tegang dengan begitu cepat. Tentu saja itu bisa terjadi karena tiap-tiap aspek tergarap dengan maksimal. Selain komedi hitamnya yang efektif, ketegangan dan misterinya juga disajikan dengan sangat baik. Misterinya membuat kita menduga-duga apakah benar Dror itu pelakunya atau dia memang berkata jujur dan tidak melakukan itu semua. Penonton ditempatkan pada posisi yang sama dengan Gidi dan Micki untuk terus menduga-duga semua omongan Dror. Saya dibuat curiga dengan segala fakta yang ada, tapi saya juga berhasil beberapa kali dibuat percaya bahwa Dror tidak bersalah setelah mendengar segala kata-katanya. Tentu saja akting dari Rotem Keinan sangat berperan besar disini. Lewat matanya kita bisa melihat kejujuran dalam tiap kata-katanya, tapi disisi lain kita dibuat terus bertanya benarkah semua itu? Ataukan Dror memang seorang penipu yang ulung? Untuk semakin membuat alurnya menarik, Big Bad Wolves juga diisi beberapa twist cerdas yang tidak membuat penonton serasa tertipu. Kejutan tersebut bisa terasa efektif berkat pengemasan adegan yang pintar sehingga kita dibuat percaya pada apa yang kita lihat seolah-olah itu benar, padahal fakta sesungguhnya tidak seperti itu, yang akhirnya berhasil menampar penonton lewat twist cerdas tadi.
Film ini juga mempunyai berbagai adegan sadis yang mayoritas hadir saat adegan penyiksaannya. Namun diluar itu kisah tentang gadis kecil yang diculik, dieprkosa lalu disiksa sebelum akhirnya dibunuh dengan cara dipenggal kepalanya juga terasa begitu sadis. Meski kita tidak diperlihatkan secara gamblang, namun mendengar detil penyiksaan tersebut saja sudah membuat saya merasa miris karena fakta bahwa korbannya adalah anak kecil. Belum lagi adegan penemuan mayat diawal film yang berhasil membuat saya shock meskipun tidak disajikan secara benar-benar gamblang dimana mayat korban secara utuh hanya disajikan selama beberapa detik dari jarak yang tidak terlalu dekat. Big Bad Wolves juga memberikan sebuah ambiguitas moral. Sebuah pertanyaan tentang benar atau tidaknya penggunaan sebuah kekerasan untuk mencari kebenaran muncul disini. Pada akhirnya kita akan dibuat bertanya siapakah sesungguhnya yang paling pantas disebut sebagai serigala jahat? Sedikit mengingatkan pada Prisoners milik Denis Villeneuve memang, meskipun pengemasannya benar-benar berbeda. Big Bad Wolves adalah sebuah film yang dengan dinamika yang begitu baik, sangat dinamis, dan diakhiri dengan sebuah ending yang cukup terasa miris setelah sebelumnya menghadirkan sebuah rangkaian klimaks yang begitu menegangkan. Rentetan klimaks hingga ending tersebut sukses membuat saya sesak.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar