HER (2013)
Spike Jonze akan selalu dikenal lewat film-filmnya yang absurd macam Being John Malkovich dan Adaptation dimana kedua film tersebut merupakan kolaborasinya dengan penulis naskah Charlie Kaufman yang memang terkenal dengan naskah surealnya dan sering berkolaborasi dengan Spike Jonze maupun Michael Gondry. Usaha pertama Spike Jonze dalam membuat film tanpa naskah dari Kaufman lewat Where the Wild Things Are bagi saya tidak berhasil dengan baik. Meski berhasil memvisualisasikan buku cerita bergambar tersebut dengan baik tapi yang akan selalu saya ingat adalah karakter Max yang super menyebalkan dan terus membuat kegaduhan. Empat tahun setelah usaha pertamanya itu Spike Jonze kembali dengan Her yang naskahnya ia tulis sendiri. Ini adalah proyek original pertama dari Jonze dimana naskahnya banyak terpengaruh dari pengalamannya menggunakan software Cleverbot dan tentunya diskusi dengan Charlie Kaufman yang turut mempengaruhi kisah unik dalam filmnya. Dan nampaknya usaha Spike Jonze kali ini berhasil karena filmnya sendiri diganjar dua nominasi Oscar termasuk Best Picture dan Best Original Screenplay dimana untuk kategori naskah dia berpeluang besar menang meski harus bersaing dengan American Hustle. Joaquin Phoenix sebagai aktor utama akan dikelilingi oleh empat aktris cantik yang menjadi lawan mainnya yaitu Amy Adams, Olivia Wilde, Rooney Mara dan Scarlett Johansson meski untuk ScarJo hanya suaranya saja yang muncul dalam film ini.
Her punya setting di sebuah masa depan saat teknologi sudah berkembang cukup pesat dan mempermudah banyak kegiatan manusia. Pada saat itu orang-orang tinggal memberikan perintah lewat suara dan komputer akan mengerjakan perintah tersebut. Ceritanya bertutur tentang Theodore Twombly (Joaquin Phoenix) yang bekerja sebagai pembuat surat cinta dimana ia sangat ahli merangkai kata-kata indah nan romantis sekaligus jago memahami perasaan serta keinginan kliennya. Namun ironisnya kehidupan cinta Theodore ternyata tidak berjalan mulus dimana saat ini ia tengah menjalani proses cerai dengan Catherine (Rooney Mara), wanita yang sedari kecil tumbuh bersamanya. Hal ini tentu saja sangat berat bagi Theodore, apalagi ia adalah seorang yang tertutup. Theodore pun menjalani hari-harinya dengan kurang bersemangat. Bahkan dia tidak menghiraukan undangan untuk menghabiskan waktu dengan teman lamanya, Amy (Amy Adams). Semuanya perlahan mulai berubah disaat Theodore membeli sebuah Operating System (OS) yang menjanjikan kecerdasan tingkat tinggi yang sanggup merespon, mendengarkan dan bahkan bisa berinteraksi layaknya manusia. OS yang bernama Samantha (Scarlett Johansson) tersebut diluar dugaan mampu membuat Theodore nyaman. Keduanya pun menjadi sering menghabiskan waktu mereka hanya untuk ngobrol berdua dan pada akhirnya Theodore mulai jatuh cinta dengan Samantha, dengan sistem operasi komputernya.
Memang layak naskah Spike Jonze dinobatkan sebagai salah satu naskah terbaik tahun 2013. Dibalik ide dasarnya yang unik, Her punya banyak hal yang ingin disampaikan. Sekilas cerita tentang pria yang jatuh cinta dengan OS memang terasa absurd tapi dibalik itu dan segala tetek bengek sci-fi yang ada sesungguhnya Her bertutur tentang kisah cinta seperti biasa. Ada berbagai aspek dalam percintaan yang diangkat namun yang paling terasa adalah usaha untuk menjalin hubungan. Karakter Theodore memang digambarkan sebagai seorang pria yang selalu bermasalah dengan hubungan cinta apalagi saat ia harus berurusan dengan komitmen. Dengan Catherine ia akhirnya harus dihadapkan dengan perceraian yang selalu ia tunda-tunda penyelesaiannya. Lalu dia juga sempat berkencan dengan Amelia (Olivia Wilder) namun gagal karena Theodore masih takut menjalani komitmen setelah kegagalan pernikahannya. Bahkan konflik dengan Samantha pun tercipta karena kebimbangannya dalam meneruskan hubungan. Diluar urusan percintaan, Her juga memberikan sebuah satir terhadap teknologi yang semakin maju dan membuat manusia semakin bergantung dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan. Bahkan hanya untuk menuliskan curahan hati lewat surat atau ucapan selamat pun mereka memilih memalsukannya dengan bantuan teknologi. Saya suka dengan unsur sci-fi yang dibawa oleh Spike Jonze disini. Terasa canggih, satirnya mengena tapi tidak berlebihan dan masih believable karena toh sosok Samantha terinspirasi dari Cleverbot.
Her memang lebih banyak diisi oleh dialog antara Theodore dengan Samantha yang mana sosok Samantha hanya terdengar suaranya dan itu berarti sepanjang film akan lebih banyak memperlihatkan Joaquin Phoenix yang berbicara sendiri. Tapi interaksi antara Theodore dan Samantha terasa begitu menarik dan hidup. Bahkan semenjak momen pertama kali keduanya saling bertegur sapa saya sudah dibuat menyukai interaksi yang terjadi. Perpaduan antara sisi romantisme dan komedi terasa begitu kuat dalam obrolan keduanya. Saya bisa merasakan kalau keduanya saling jatuh cinta dan momen jatuh cinta tersebut sanggup dihadirkan dengan cukup indah oleh Spike Jonze dengan bantuan gambar-gambar indah serta iringan musik yang begitu mendukung mood tersebut. Saya begitu suka penempatan musik-musik hasil komposisi Arcade Fire disini. Komposisinya sederhana dan punya rasa indie yang sangat kuat tapi ditempatkan dalam momen-momen yang tepat. Bahkan Her punya banyak montage yang sekilas terasa random tapi begitu menyenangkan untuk diikuti. Tapi sayangnya Her tidak sanggup mempertahankan daya tariknya secara konsisten. Saat filmnya memasuki pertengahan tensinya menurun meski tidak sampai terasa membosankan. Secara keseluruhan, durasinya yang diatas 120 menit juga terasa sedikit terlalu panjang. Tapi toh Spike Jonze selalu berhasil menghibur saya dengan keunikan demi keunikan menarik yang setia muncul disini termasuk saat Theodore dan Samantha "berhubungan seks" untuk pertama kalinya.
Akting Joaquin Phoenix jelas menjadi salah satu kelebihan utama dari Her. Dengan kumis tebalnya, Joaquin Phoenix sukses menghapus imej Freddie Quell dari The Master yang masih membekas begitu kuat dalam ingatan saya. Dia sukses menghadirkan karakter Theodore yang introvert dan penuh kebimbangan khususnya dalam menjalin hubungan tapi tidak juga masuk kategori anti-sosial. Setidaknya dia masih bisa bersosialisasi dengan baik saat itu berhadapan dengan orang-orang yang sudah lama ia kenal. Bahkan di sebuah kopi darat dengan Amelia dia bisa berinterkasi dengan lancar. Pada akhirnya ia pun kebingungan menjawab pertanyaan apakah dia orang yang sosial atau anti-sosial. Theodore hanyalah orang yang ingin berada di zona nyamannya dalam menjalin hubungan dengan siapapun tapi bukan berarti ia anti-sosial. Dan sayapun akan selalu ingat dengan senyum bahagia yang ditunjukkan Theodore dibalik kumis tebalnya. Kemudian ada Scarlett Johansson dengan suara seksinya. Mendengar suaranya saya bisa membayangkan sosok wanita yang ceria dan bersemangat menjalani hidup. Wajar saja kalau pada akhirnya Theodore jatuh cinta padanya. Lalu ada juga cameo suara dari Spike Jonze sebagai bocah alien dalam video game yang sanggup menghadirkan salah satu momen terlucu dalam film ini lewat sumpah serapahnya. Dan jika bicara soal keseluruhan karakter, maka ada satu kesamaan yaitu mereka sama-sama menuju perubahan. Her memang bicara tentang "evolusi", tentang semua orang yang mengalami perubahan dalam dirinya setelah melalui pencarian jati diri yang selalu tidak mudah.
Her adalah keberhasilan Spike Jonze dalam menggabungkan berbagai aspek mulai dari komedi romantis hingga sci-fi. Romantisme yang terasa hangat berpadu dengan komedi yang cukup berhasil memancing tawa. Belum lagi berbagai aspek sci-fi yang meskipun terasa canggih tapi tetap masuk logika dan bukan tidak mungkin akan benar-benar ada di dunia nyata. Tapi jika berpikir kisah cinta antara manusia dan komputer adalah cerita yang aneh coba pikir lagi. Bukankah sekarang sudah begitu banyak orang yang jatuh cinta dengan benda mati mulai dari boneka bahkan sampai bangunan sekalipun? Jadi apa yang ditampilkan Her sebenarnya adalah hal-hal yang begitu dekat dan nyata dengan kondisi kehidupan sekarang ini. Hanya saja kreatifitas dari Spike Jonze dalam mengemas keseluruhan filmnya membuat Her menjadi sebuah sajian yang mempunyai keunikan tersendiri. Saya suka ceritanya, saya suka musiknya, saya suka gambar-gambarnya, saya suka romantismenya, saya suka komedinya. Ya, hampir semuanya saya suka tapi karena sedikit kekurangan yakni penurunan tensi ditengah dan durasinya yang agak kepanjangan hingga berujung pada banyaknya adegan repetitif kecintaan saya pada film ini jadi tidak terlamapu besar meski sesungguhnya saya begitu ingin mencintai film yang ditutup dengan sederhana namun indah ini.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
1 komentar :
Comment Page:pacaran ama OSnya sendiri :v
Posting Komentar