RAZE (2013)

Tidak ada komentar
Film yang memperlihatkan karakter-karakternya harus bertarung satu sama lain sampai mati sudah sangat banyak. Tapi bagaimana jika karakter yang beratrung sampai mati itu adalah wanita? Premis itulah yang membuat Raze jadi sebuah tontonan yang menarik karena disaat film-film serupa yang menampilkan pria-pria macho justru tampil kurang garang dan brutal, Josh C. Waller menjanjikan pertarungan tangan kosong brutal antara para wanita dalam film ini. Sebagai bintang utama ada nama Zoe Bell yang selama ini dikenal sebagai stunt dalam film-film seperti Kill Bill, Iron Man 3 sampai serial televisi Xena: Warrior Princess. Zoe Bell sendiri sempat menjadi bintang utama dalam film Death Proof milik Quentin Tarantino. Selain Zoe Bell ada aktris-aktris "tangguh" lain seperti Rachel Nichols dan Tracie Thorms. Nama terakhir juga tampil di Death Proof dan The Descent. Raze sendiri bercerita tentang puluhan wanita yang diculik dan dipenjara untuk kemudian dipaksa bertarung satu lawan satu sampai mati hingga akhirnya hanya ada satu pemenang yang bertahan hidup. Wanita-wanita ini juga tidak bisa menolak bertarung karena jika mereka menolak atau kalah dalam pertarungan maka orang tersayang mereka akan segera dibunuh. Sabrina (Zoe Bell) adalah mantan anggota militer sekaligus tahnan perang yang ikut dicullik bersama puluhan wanita lainnya. Sabrina mau tidak mau harus mulai membunuh lawan-lawannya, jika tidak puterinya akan dibunuh. 

Tentu saja plot dalam Raze sepitis kertas meski ada usaha dari Josh C. Waller untuk menambahkan berbagai satir sosial dalam ceritanya. Tapi toh pada akhirnya Raze memang lebih banyak mengandalkan pertarungan-pertarungan brutal para petarung wanita tersebut. Namun meski ceritanya tipis, usaha untuk memberikan cerita dan sedikit latar beakang pada karakternya patut diapresiasi dan apa yang ditampilkan masih lebih bagus daripada film-film setipe. Raze coba memasukkan unsur kapitalisme dalam kisahnya tentang orang-orang kaya yang bisa berbuat semau mereka bahkan demi mendapatkan hiburan. Ya, film ini memang coba memperlihatkan hiburan gila tidak manusiawi yang diminati orang-orang berduit. Selain itu Raze juga berkisah tentang sisi liar yang dimiliki oleh semua orang bahkan wanita sekalipun. Tentu saja hal seperti itu sudah bukan barang baru lagi, tapi berhubung yang dieksploitasi sisi liarnya adalah para wanita hasil akhirnya jadi jauh lebih menarik. Dan seperti yang sudah saya singgung sebelumnya film ini juga berusaha memberikan latar belakang meski seadanya untuk masing-masing karakter sehingga memberikan motivasi bagia tiap-tiap karakternya untuk bertarung. Sayangnya latar belakang tersebut masih terasa kurang dalam memberikan sisi emosional yang dihadapi tokohnya akibat dilema yang mereka hadapi. Padahal ada potensi untuk menggali aspek emosional tentang usaha bertarung demi orang tercinta sampai saat mereka harus bertarung dengan sesama petarung yang sudah akrab dengan mereka. 
Kekurangan lain yang terasa dalam Raze adalah tidak terlalu jelasnya berapa jumlah petarung secara keseluruhan dan bagaimana sistem dari "turnamen" itu sebenarnya. Babak demi babak yang ada terasa terlalu random dan hanya asal menampilkan karakter yang satu melawan karakter yang lain. Hal ini terasa sebagai bentuk kemalasan dari penulis naskahnya untuk coba menampilkan pertarungan dengan sistem yang lebih terstruktur. Saya paham mungkin hal ini dimaksudkan untuk memberikan "kejutan" pada penonton karena penonton tidak tahu siapa yang akan bertarung berikutnya, namun bagi saya  hal tersebut malah membuat filmnya terasa dipaksakan. Namun pada akhirnya dengan segala kekurangan dalam segi cerita termasuk dengan banyaknya plot hole, Raze tetap terasa menarik karena sesungguhnya sajian utama dalam film ini adalah pertarungan demi pertarungan brutal yang tersaji. Film ini memang pada akhirnya justru terasa jauh lebih brutal dan punya momen pertandingan yang jauh lebih seru dibandingkan film-film serupa yang menampilkan laki-laki sebagai karakternya. Ada cukup banyak darah, kepala pecah dan bagian-bagian tubuh yang patah dalam film ini. Mungkin koreografi pertarungannya tidak bagus-bagus amat, tapi sajian kebrutalannya cukup menghibur. Dan lagi-lagi karena yang bertarung adalah para wanita, tensi yang muncul jadi jauh lebih seru dan menegangkan. Karakter-karakternya juga cukup menarik saat harus bertarung dengan gaya mereka masing-masing meski pada akhirnya banyak pertarungan yang terasa terlalu singkat. Andaikan beberapa pertarungan disajikan lebih panjang dan dikoreografi dengan lebih menonjolkan keunikan tiap-tiap karakternya, saya yakin film ini akan jauh lebih menyenangkan.

Bicara masalah akting, tidak ada akting yang menonjol dalam film ini. Performa dari Rebecca Marshall sebagai Phoebe yang sinting terasa berlebihan dan terkadang malah menggelikan dengan tawa dan tatapannya yang coba dibuat segila dan semenyeramkan mungkin. Doug Jones dan Sherilyn Fenn sebagai pasangan suami istri sinting yang memprakarsai "hiburan" bagi orang kaya ini juga tampil layaknya villain dalam B-Movie. Ya, karena Raze memang B-Movie yang tidak bisa diharapkan bakal menampilkan kualitas akting yang memukau dan lebih banyak menyuguhkan performa over-the-top yang seringkali menggelikan daripada mengerikan. Tapi Zoe Bell jelas jadi bintang utama film ini. Kualitas akting dramanya memang biasa saja, namun tidak terlalu buruk. Mungkin karena ia sudah cukup banyak belajar dengan menjadi stunt dalam film-film bagus yang menampilkan aktris-aktris hebat macam Uma Thurman dan Lucy Lawless. Tapi jelas sinarnya paling terasa saat ia pamer kebolehan beraturng dan menjadi wanita perkasa saat bertarung. Dalam hal ini Zoe Bell memang pilihan sempurna dan bersama Gina Carano dia adalah action heroine paling badass bagi saya. Pada akhirnya Raze ditutup dengan ending yang cukup mudah ditebak, tapi berhubung saya menyukai tipikal ending macam ini, jadinya saya pun menyukai apa yang disajikan Raze. Dan secara keseluruhan Raze berhasil menjadi sebuah hiburan brutal yang menyenangkan. Jauh lebih menyenangkan dari film-film lain yang menjadikan pertarungan tangan kosong sampai mati sebagai sajian utamanya.

Tidak ada komentar :

Comment Page: