THE GOOD, THE BAD AND THE UGLY (1966)
Sergio Leone akan selalu dikenang lewat film-film Spaghetti Western seperti layaknya George Romero dikenang lewat film-film zombie. Bagaimana tidak? Sepanjang karirnya, Leone telah menyutradarai enam film ber-genre tersebut (satu diantaranya berstatus co-director) termasuk yang paling sukses tentu saja dollars trilogy miliknya yang menampilkan Clint Eastwood sebagai The Man with No Name. Tidak hanya sukses secara finansial, trilogi tersebut juga mendapat respon sangat baik dari kiritikus dan ketiganya selalu masuk dalam daftar film western terbaik sepanjang masa. Ketiga film itupun turut melambungkan nama Leone dan Client Eastwood. The Good, the Bad and the Ugly sendiri merupakan penutup dari trilogi tersebut sekaligus bisa dibilang yang paling sukses. Pendapatan yang mencapai $25 juta, banyak memuncaki daftar film-film terbaik sepanjang masa sampai sosok ketiga karakter utamanya yang ikonik dan memberi banyak inspirasi pada film-film lain termasuk The Good, the Bad and the Weird (review) milik Kim Jee-woon adalah bukti-buktinya.
Seperti judulnya, film ini akan berfokus pada tiga karakter sentralnya, yaitu The Good/Blondie (Clint Eastwood, The Bad/Angel Eyes (Lee Van Cleef) dan The Ugly/Tuco (Eli Wallach). Blondie adalah seorang bounty hunter dimana salah satu buronannya adalah Tuco. Keduanya pun sempat bekerja sama untuk mendapat uang dimana Blondie akan pura-pura menangkap Tuco untuk mendapat uang imbalan, lalu saat Tuco hendak dieksekusi, Blondie akan membebaskannya. Tapi dalam sebuah kesempatan Blondie meninggalkan Tuco sendirian di padang pasir, membuat Tuco mulai berambisi untuk membalas dendam. Sedangkan Angel Eyes merupakan salah satu prajurit Confederate sekaligus pembunuh bayaran kejam yang selalu menuntakan misi yang diberikan padanya. Mereka bertiga yang awalnya berada pada jalannya masing-masing mulai mempunyai misi yang sama disaat ketiganya mengetahui keberadaan sebuah emas dalam jumlah besar yang terkubur di sebuah pemakaman.
The Good, the Bad and the Ugly adalah contoh film yang akan semakin jarang kita temui pada masa sekarang. Bukan hanya karena genre yang diusung tapi juga karena bagaimana film ini dikemas untuk kemudian berujung kesuksesan finansial. Anda akan semakin susah menemukan sebuah film yang mengusung baku tembak sebagai jualan utamanya tapi dibuka dengan suasana yang sunyi dan minim dialog, uniknya opening film ini sebenarnya adalah sebuah adegan baku tembak. Dengan sempurna Sergio Leone mewujudkan suasana padang gurun yang gersang nan sunyi itu hanya lewat adegan pembukanya. Seiring berjalannya waktu memang akan semakin banyak dialog yang muncul khususnya dari sosok Tuco, ledakan dan desing peluru semakin sering terdengar, dan scoring buatan Ennio Morricone bakal semakin sering menusuk-nusuk telinga kita, tapi tetap saja secara keseluruhan film ini berjalan dengan tempo yang lambat dan semakin terasa lambat karena durasinya yang mencapai 177 menit alias mendekati tiga jam. Tapi The Good, the Bad and the Ugly tidak pernah terasa membosankan, kenapa? Karena seperti yang saya sebutkan tadi film yang dikemas seperti ini sudah semakin jarang pada era dimana CGI dan ledakan menjadi primadona.
Ironis memang disaat saya merasa sebuah film yang rilis 48 tahun lalu sebagai sebuah film yang terasa fresh dan "berbeda" apalagi setelah munculnya puluhan bahkan mungkin ratusan film yang mengambil inspirasi dari film ini. Tapi memang beginilah kenikmatan menonton film klasik. Disaat gaya dan pengemasan film tersebut mulai ditinggalkan serta semaki jarang ditemui, maka film itu akan memberikan efek yang sama dengan saat pertama kali dirilis dulu. Hal itulah yang membuat film ini tidak terasa membosankan meski durasinya yang lama serta alurnya yang lambat. Bahkan naskah yang ditulis secara keroyokan oleh Sergio Leone, Luciano Vincenzoni, serta duo Age & Scarpelli ini tidaklah spesial, karena memang secara cerita sudah banyak karya-karya lain yang mencomot aspek-aspek di dalamnya. Tapi tidak dengan gaya dari Segio Leone yang tidak akan bisa dicomot mentah-mentah. Gambar-gambar close-up yang digunakan Leone berhasil memperkuat karakterisasi dari ketiga tokoh utamanya, dan tentu saja berkat gaya inilah Clint Eastwood dikenal lewat "muka keras" miliknya. Saya juga begitu menyukai bagaimana Leone mengeksekusi adegan baku tembaknya yang tetap stylish tanpa perlu terlihat berlebihan.
Tidak berlebihan juga merupakan salah satu kunci keberhasilan film ini (kalau saya tidak keliru, salah satu alasan Leone membuat banyak spaghetti western adalah untuk menyuntikkan efek realisme kedalam film koboi). Sederhana disaat Leone tidak menyelipkan "impossible shoot" pada baku tembaknya, atau tokoh dengan karakterisasi yang jauh dari kata believable. Bahkan Tuco yang komikal pun tidak terasa berlebihan. Hebatnya meski karakternya termasuk tidak berlebihan, mereka bertiga tetaplah ikonik dan begitu menarik. Ketiganya punya ciri khas masing-masing seperti Blondie yang cool, Tuco yang banyak omong dan tingkah, sampai Angel Eyes yang kejam. Saya menyukai fakta bahwa diantara ketiganya tidak ada sosok putih disana, bahkan Blondie yang berlabel "The Good" sekalipun adaah antihero. Tuco yang komikal pun tidak hanya berakhir sebagai karakter yang konyol, karena seiring berjalannya waktu dia menjadi seorang outlaw yang tidak kalah berbahaya. Mungkin Angel Eyes saja yang kurang tergali karena screentime yang juga lebih minim. Tapi secara keseluruhan ketiganya sudah cukup tergali, dan pada klimaksnya yang menegangkan itu saya bisa dibuat memahami apa yang ada diisi pikiran masing-masing dari mereka, dan siapa akan menembak siapa serta dengan alasan apa meski semua itu tidak dipaparkan dengan gamblang.
Saya tidak akan menyebut The Good, the Bad and the Ugly sebagai film western terbaik sepanjang masa karena saya sendiri belum terlalu banyak menonton film dari genre tersebut. Tapi bagaimana Sergio Leone mengemas kisah epic-nya ini memang begitu mengasyikkan untuk ditonton meski tidak mempunyai cerita yang luar biasa. Salah satu kehebatan terbesar Leone adalah bagaimana dia bisa tetap menyajikan sebuah film western yang begitu stylish tapi juga mengandung unsur realisme yang kuat. Bahkan film ini juga masih sempat memasukkan sebuah kritikan yang disuarakan secara tersirat oleh Leone berkaitan dengan perang sipil yang menjadi salah satu tema film ini. Disini Leone memperlihatkan perang sipil bahkan perang secara keseluruhan yang banyak merenggut nyawa manusia secara sia-sia dimana hal itu bahkan lebih kejam, lebih berbahaya dan lebih banyak membunuh orang-orang tidak bersalah dibandingkan para outlaw yang muncul dalam film ini.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
11 komentar :
Comment Page:Mungkin mas merasa the bad-nya blm tergali karena blm nonton film ke-2 dr trilogi ini. bagi saya yg suka western, mungkin ini cocoknya salah satu film western 'terkeren', bukan 'terbaik' hehe
Bukannya di A Few Dollars More karakternya beda ya? Kalau menurutku malah karena Leone sendiri bingung cara maksimalkan ketiganya sekaligus :)
Belum bisa menilai ini terkeren atau terbaik soalnya masih jarang nonton western hehe
setelah browsing ternyata mas benar, karakternya beda. maafin saya
Akhrnya direview juga. Adegan ketiga karakte utama berkumpul di akhir dan 'siapa yang akan menembak' merupakan slah satu adegan terkeren sepanjang masa..
Hell yeah! :D
saya kaget, pecinta film yg hebat seperti Anda ternyata baru me-reviewnya. saya sudah ada filmnya, tapi mnunggu momen pas utk ditonton. mugkin setelah nonton The Searchers.
Pecinta film hebat? hehe
Banyak kok film-film klasik legendaris yang sudah "mainstream" belum saya tonton :)
bisa nyumbang tulisan?
Wah maaf, untuk sekarang blog ini masih tulisan saya seorang :))
Terjemahan indonesia nya nggak ada ya
Tetep Shawshank Redemption film terbaik sepanjang masa. Maaf saya bukan pecinta film koboy.
Posting Komentar