FURIOUS 7 (2015)
Fast & Furious franchise khususnya dalam tiga installment terakhir telah berubah tidak hanya menjadi mesin pencetak uang besar-besaran tapi juga film yang lebih "komikal" daripada film adaptasi buku komik sendiri. Kata "komikal" disini merujuk pada adegan aksi over-the-top yang tidak mempedulikan logika dan hukum sains apapun. Melebihi film komik sendiri, karena setidaknya tokoh dalam film-film tersebut adalah superhero, dewa atau milyuner dengan teknologi tinggi. Sedangkan Dominic Toretto, Brian O'Conner, Luke Hobbs adalah manusia biasa yang sanggup bertahan hidup meski jatuh ke jurang di dalam mobil mereka. Tapi itu tidak masalah, karena disitulah daya tarik franchise ini sekarang. Furious 7 sendiri adalah film yang dibuat pada kondisi sulit setelah kematian Paul Walker, tapi sudah mendapat garansi kesuksesan baik secara komersil maupun respon penonton termasuk kritikus.
Seperti apapun hasil akhir film ini (meski tidak akan menjadi sampah), mayoritas audience akan bisa menerimanya karena hal non-teknis berupa sisi emosional pasca meninggalnya Paul. Tidak peduli seberapa bodoh cerita yang ditulis, tidak peduli seberapa jauh film ini menyalahi logika sains, mayoritas (tidak semua) penonton akan memaafkannya. Penerapan aspek komik tidak hanya diberlakukan pada pengemasan action tapi juga pengembangan naskah. Tentu kita masih ingat saat Letty "dihidupkan" kembali pada film keenam. Karakter yang mencurangi kematian lewat cara tidak masuk akal memang jadi senjata ampuh untuk tetap menjaga franchise ini berjalan meski dengan tambahan cerita yang dipaksakan. Kali ini ceritanya melanjutkan set-up menarik di akhir film keenam saat Deckard Shaw (Jason Statham), kakak dari Owen Shaw (Luke Evans) merencanakan balas dendam kepada Dominic dan kerabatnya setelah apa yang mereka perbuat pada Owen.
Dimulai dari kematian Han, meledaknya rumah Dominic, sampai membuat Hobbs cedera parah nampaknya aksi balas dendam Deckard ini akan seseru yang di-tease-kan sebelumnya. Tapi nyatanya tidak. Aksi perburuan Deckard terasa bukan sebagai plot utama, melainkan sub-plot yang sesekali mengisi cerita. Dalam naskahnya pun Chris Morgan begitu malas untuk berpikir lebih keras tentang bagaimana cara memunculkan Deckard. Akhirnya kita akan selalu melihat sang pemburu ini hadir secara tiba-tiba entah dari mana disaat Dominic dan teman-temannya tengah menjalankan misi demi misi. James Wan mengatakan filmnya ini akan kental nuansa vengeance thriller era 70-an. Saya yang berharap Furious 7 bakal memberikan another fresh start bagi franchise ini lewat pembangunan ketegangan yang berbeda pun dibuat kecewa.
Alih-alih melihat Dom dan kawan-kawan berada dalam posisi tersudut sebagai tikus yang dikejar oleh kucing bernama Deckard, kita hanya akan ditunjukkan plot standar Fast & Furious dimana Dominic beserta timnya berusaha memburu teroris bernama Mose (Djimon Honsou) untuk menyelamatkan hacker wanita bernama Ramsey (Nathalie Emmanuel) yang telah menciptakan "God's Eye", sebuah software yang mampu mencari keberadaan siapapun di penjuru dunia manapun dengan mencuri akses ke berbagai video maupun audio mulai dari CCTV sampai kamera handphone. Tidak masuk akal? Pastinya. Tapi sebenarnya alur berisikan usaha mencuri barang/teknologi dari teroris semacam itu sangat cocok untuk mengemas cerita ala Fast & Furious. Setidaknya itu sudah memberikan jalan supaya para aktornya bisa berkumpul, kebut-kebutan di jalan dan melakoni adegan aksi gila seperti mobil yang terjun dari pesawat atau melompat diantara tiga gedung pencakar langit Abu Dhabi. Sudah memenuhi standar biasa, tapi belum cukup untuk Furious 7 yang terlanjur menjanjikan suatu hal berbeda lewat kehadiran Deckard Shaw.
Deretan action sequence yang hadir masihlah seru, berisik dan tentunya berlebihan. James Wan membuktikan ia punya kapasitas tidak kalah dari Justin Lin dalam mengemas semua itu. Dia berhasil menangani adegan aksi yang berjalan super cepat dengan baik meski saya tetap berharap influence Wan sebagai sutradara horror bakal lebih kental dalam thriller balas dendam Deckard Shaw. Saya masih terhibur oleh action yang ada, tapi jujur saja semua itu mulai terasa melelahkan. Tidak masalah jika cerita dalam film seperti ini terasa predictable, tapi jika aksinya sudah mulai bisa diprediksi serta tidak lagi mind blowing, itu artinya franchise ini mulai kehabisan bahan bakar. Begitu minimnya porsi bagi Dwayne Johnson untuk beraksi (entah murni faktor jadwal atau minimalisir dana akibat kejadiran Statham) juga berpengaruh besar. Johnson adalah steroid disamping Vin Diesel. Semenjak Fast Five, karakter Luke Hobbs hampir sama vitalnya dengan Dominic ataupun Brian. Untung masih ada sosok pencuri perhatian lain bernama Roman (Tyrese Gibson). Perannya semakin dikhususkan sebagai "badut" dan untungnya menghadirkan banyak lelucon efektif.
Memang benar salah satu pembeda film ini dengan para pendahulunya adalah keberadaan hati dan momen emosional. Siapa tidak tersentuh melihat adegan penutup yang menampilkan perpisahan karakter Dominic dengan Brian? Sebuah perpisahan hangat, mengharukan dan begitu pantas baik terhadap karakter Brian O'Conner maupun Pau Walker. Melihat wajah rekayasa CGI Paul (meski tidak bisa dipungkiri tidaklah sempurna) atau dua mobil yang melaju berpisah jalan memang menyentuh. Tapi diluar itu tidak ada hati lain yang diberikan oleh filmnya. Furious 7 masihlah hiburan yang cukup menyenangkan, tapi ada pertanda begitu kuat bahwa franchise ini sudah kelelahan. Sudah waktunya mengambil langkah yang baru/berbeda, atau bahkan diselesaikan untuk selamanya selagi masih berada di puncak kesuksesan. Menyenangkan, tapi sedikit mengecewakan. Enjoyable dumb movie.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar