POPSTAR: NEVER STOP NEVER STOPPING (2016) / THE AUTOPSY OF JANE DOE (2016) / THE FITS (2015)
Popstar: Never Stop Never Stopping - We love to hate Justin Bieber. We love to hate his egocentric and narcisstic nature. We love when he got "killed" on "CSI". "Popstar: Never Stop Never Stopping" menyindir industri musik pop (dan hip-hop) secara umum, tapi dari judul serta karakterisasi Conner4Real (Andy Samberg) selaku protagonis, kentara Bieber merupakan sasaran tembak utama. Naskah karya trio komedi The Lonely Island (Andy Samberg, Akiva Schaffer dan Jorma Taccone) mengisahkan karir Conner4Real yang sukses menjadi popstar kenamaan pasca grup musiknya, The Style Boyz bubar. Nasib Conner berubah 180 derajat kala album keduanya, "Connquest" gagal di pasaran serta di-review negatif oleh kritikus. (Pitchfork memberi rating -4 dari 10).
Fakta bahwa dua personil The Style Boyz lain (Owen dan Lawrence) diperankan oleh Schaffer dan Taccone menciptakan mirroring dengan The Lonely Island. Kesan meta dan nyata coba dibangun termasuk lewat kehadiran setumpuk cameo (Seal is the best one) serta pemakaian mockumentary, meski format itu kurang maksimal akibat beberapa angle yang terlampau "kaya", memunculkan kesan staging. Sindiran kepada perilaku para popstar cukup on point dan sederet lagunya enak didengar pula menghasilkan tawa berkat lirik-lirik menggelitik. Sayang, pergerakan konklusi menuju drama persahabatan hangat mengurangi ketajaman satirnya. (3.5/5)
The Autopsy of Jane Doe - Situasi yang bersinggungan dengan mayat tentu menyimpan setumpuk kemungkinan mengerikan, dan debut film berbahasa Inggris André Øvredal ("Trollhunter") ini mengeksplorasi kemungkinan tersebut kala koroner bernama Tommy Tilden (Brian Cox) dan puteranya, Austin (Emile Hirsch) diminta oleh kepolisian mengautopsi mayat wanita tanpa nama (disebut Jane Doe). Kejadian aneh menimpa begitu proses autopsi dimulai, menghasilkan captivating mystery berbalut atmosfer mencekam, termasuk dari tatapan Jane Doe (Olwen Kelly tampak mengerikan meski hanya berbaring).
The Autopsy of Jane Doe - Situasi yang bersinggungan dengan mayat tentu menyimpan setumpuk kemungkinan mengerikan, dan debut film berbahasa Inggris André Øvredal ("Trollhunter") ini mengeksplorasi kemungkinan tersebut kala koroner bernama Tommy Tilden (Brian Cox) dan puteranya, Austin (Emile Hirsch) diminta oleh kepolisian mengautopsi mayat wanita tanpa nama (disebut Jane Doe). Kejadian aneh menimpa begitu proses autopsi dimulai, menghasilkan captivating mystery berbalut atmosfer mencekam, termasuk dari tatapan Jane Doe (Olwen Kelly tampak mengerikan meski hanya berbaring).
Walau beberapa momen autopsi cukup untuk membuat penonton meringis, Øvredal tak sekedar mengeksploitasi gore. Pembangunan suasana justru yang paling utama, menggiring antisipasi dan ketegangan menantikan kejadian paranormal. Keping demi keping hasil autopsi terkumpul, begitu pula bukti dari tempat kejadian perkara, perlahan mengungkap keseluruhan puzzle misteri berdaya pikat tinggi. Namun menulis naskah berbasis autopsi tentu tak mudah, mungkin itu pula penyebab Ian Goldberg dan Richard Naing mengubah arah film di paruh kedua menjadi scarefest standar bermodal jump scare standar yang gagal menyaingi tensi paruh pertamanya. (3.5/5)
The Fits - Debut penyutradaraan serta penulisan naskah Anna Rose Holmer ini dibuka layaknya film bertemakan olah raga kebanyakan ketika sang protagonis, gadis 11 tahun bernama Toni (Royalty Hightower, what a name!) melakukan sit up dan berlatih tinju bersama kakaknya, Jermaine (Da'Sean Minor). Namun begitu alurnya menyoroti usaha Toni membaur dengan tim tari sekolahnya, "The Fits" berkembang menjadi drama coming-of-age solid yang menyinggung tatanan gender sekaligus kaitannya akan konformitas sosial. Holmer tidak menawarkan solusi mudah dengan secara buta melontarkan "don't be ashamed of who you are", memaparkan pengaruh kompleks konformitas terhadap pencarian jati diri individu.
The Fits - Debut penyutradaraan serta penulisan naskah Anna Rose Holmer ini dibuka layaknya film bertemakan olah raga kebanyakan ketika sang protagonis, gadis 11 tahun bernama Toni (Royalty Hightower, what a name!) melakukan sit up dan berlatih tinju bersama kakaknya, Jermaine (Da'Sean Minor). Namun begitu alurnya menyoroti usaha Toni membaur dengan tim tari sekolahnya, "The Fits" berkembang menjadi drama coming-of-age solid yang menyinggung tatanan gender sekaligus kaitannya akan konformitas sosial. Holmer tidak menawarkan solusi mudah dengan secara buta melontarkan "don't be ashamed of who you are", memaparkan pengaruh kompleks konformitas terhadap pencarian jati diri individu.
Suatu ketika, para gadis terjangkit epidemi misterius berupa kejang-kejang atau disebut "the fits". Apakah penyebabnya memang air seperti hipotesis awal atau ada hal lain? Holmer cerdas mengaitkan fenomena tersebut dengan usaha Toni mencari tempat sesuai dalam kehidupan sosialnya. Semua berujung pada ending aneh (yet feels magical), yang sebagaimana nampak sejak opening, menonjolkan visual, membiarkan gambar bicara ketimbang bergantung akan dialog. Tapi aspek suara pun memikat berkat kecermatan sound mixing, sehingga gesekan sepatu dan lantai, ayunan pukulan yang membelah udara, dan segala environmental audio lain piawai menguatkan suasana. Berdurasi hanya 72 menit, "The Fits" merupakan sajian yang padat. (4/5)
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
1 komentar :
Comment Page:bro review max steel dong
Posting Komentar