BUKA'AN 8 (2017)
Setelah membesut tim sepak bola muda Maluku, mencari resep kopi terbaik, hingga mengantar surat cinta masa lalu ke Praha, Angga Dwimas Sasongko akhirnya "pulang", berkarya berdasarkan pengalaman pertamanya menjadi seorang ayah. "Buka'an 8" yang mempertemukan lagi sang sutradara dengan Salman Aristo selaku penulis naskah sejak "Hari Untuk Amanda" (2010) juga adalah kali pertama Angga menggarap komedi. Bagi saya, Angga termasuk filmmaker yang wajib didukung berkat kemampuannya mengemas film komersil sambil tetap memperhatikan kualitas tutur. Keseimbangan tersebut kembali diperlihatkan meski kali ini perjalanan kisah tak semulus biasanya
Mengambil mayoritas setting di rumah sakit, "Buka'an 8" bercerita mengenai Alam (Chicco Jerikho) yang tengah mengantar sang istri, Mia (Lala Karmela) mempersiapkan kelahiran anak pertama mereka. Momen semacam itu pastilah penuh kecemasan, apalagi berbagai permasalahan ikut menghadang. Mulai dari uang yang tidak cukup untuk menetap di kamar VIP, juga kedatangan orang tua Mia, Ambu (Sarah Sechan) dan Abah (Tyo Pakusadewo) yang tidak menyukai sang menantu, menganggapnya kurang dapat diandalkan karena hanya sibuk di media sosial. Perjuangan Alam selama sehari penuh demi menyambut kelahiran si buah hati pun dimulai.
Menengok aktivitas keduanya di Twitter, Angga dan Salman jelas paham betul pergerakan generasi milenial di media sosial, lalu menuangkannya dalam karakterisasi Alam yang kerap terlibat twitwar meributkan soal kecurangan politik. Alhasil Alam terasa dekat dan bukan tidak mungkin anda bisa melihat cerminan diri anda padanya. Naskah Salman Aristo memanfaatkan fenomena masa kini saat banyak pihak melampiaskan kejengahan terhadap situasi politik (termasuk politisasi khotbah solat Jumat) secara kurang tepat akibat dikuasai amarah. Ada pula sepintas sindiran soal kemunafikan mengiringi "tanggung jawab" selaku pokok bahasan utama di mana Alam sibuk membahas isu politik namun kelabakan mengurusi kehamilan Mia. Kritikan Salman Aristo kepada segala aspek di atas lembut tetapi menusuk tepat sasaran sembari menawarkan solusi bijak.
Sayang kepiawaian naskahnya menyodorkan isu kekinian tak dibarengi resolusi konflik memadahi. Alam dihadapkan bermacam permasalahan pelik. Biaya rumah sakit belum terbayar lunas, terlibat hutang dengan lintah darat, Ambu begitu meragukan kapasitasnya sebagai suami, demikian pula Abah yang dulu terserang stroke tatkala mendengar Mia dihamili oleh Alam (sengaja dia lakukan demi mendapat restu nikah). Semua itu masalah serius yang penyelesaiannya terkesan menggampangkan. Saya tahu tawa dapat menjalin kebersamaan, internet banyak menawarkan bantuan, dan kehadiran bayi bisa mendamaikan pertentangan, namun butuh paparan proses kuat untuk mengundang simpati atas perjuangan karakternya, dan "Buka'an 8" tak memiliki itu.
Angga Dwimas Sasongko masih solid dalam urusan bercerita, bahkan ketika filmnya dipenuhi nuansa chaotic, penyutradaraan Angga menjaga supaya adegan demi adegan dalam pergerakan alur tetap nyaman diikuti. Alhasil penonton mampu menikmati kekacauan tersebut tanpa merasa terganggu akibat pengadeganan yang terbawa kacau. Pencapaian spesial mengingat bukan hal mudah merangkum rentetan keriuhan situasi secara rapi. Meski begitu, Angga perlu belajar lagi cara berkomedi, sebab balutan humor film ini kerap meleset karena minimnya punchline, tidak ada penegasan bagi lelucon yang dilontarkan. Sentilan perilaku "social media sharing" (selfie, tweeting, etc.) pun dieksploitasi terlampau sering. Tujuannya memang menggambarkan betapa masyarakat sekarang berlebihan melakukan itu, tapi makin lama makin terasa repetitif.
Jajaran cast-nya bermain memikat. Chicco Jerikho punya energi dan antusiasme tinggi memerankan Alam yang kerepotan kesana kemari sekaligus memiliki charm, menjaga tokohnya urung berujung menyebalkan walau selalu marah-marah. Lala Karmela boleh menghabiskan mayoritas kemunculannya berbaring, namun itu tak menghalanginya berakting kuat termasuk satu momen luapan kemarahan yang tidak hanya mendiamkan karakter filmnya, pula saya di kursi penonton. Sarah Sechan dengan kebolehannya berkelakar cepat tanpa henti bersama Tyo Pakusadewo dan gestur strokenya mendukung kejenakaan. Dayu Wijanto sekali lagi sanggup menyulap momen hati ke hati sederhana menjadi kehangatan mengharukan. Belum lagi sisi badass yang (tak biasanya) ia tampilkan amat mencuri perhatian. Seluruh cast memang tampil baik bahkan kehadiran singkat para pemeran suster.
Departemen artistik lain tak ada yang benar-benar mencuat kecuali kelembutan petikan gitar milik iringan musik McAnderson ("Wonderful Life") yang senada dengan syahdunya "Untuk Perempuan Yang Sedang Dalam Pelukan" dari Payung Teduh selaku lagu tema. Alunan nada-nada tersebut sempurna, setia menemani pencarian Alam akan makna pendewasaan. Bahwa dewasa berarti bertanggung jawab, sabar, tahu bagaimana mengambil sikap terbaik. "Buka'an 8" mungkin karya terlemah Angga Dwimas Sasongko di beberapa tahun terakhir, tapi masih satu suguhan memikat berisi gambaran sesuai terhadap masyarakat Indonesia dewasa sekarang, membuktikan betapa mengesankan karir sutradara satu ini.
Ticket Sponsored by: Bookmyshow ID & Indonesian Film Critics
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
4 komentar :
Comment Page:Dilihat dari banyaknya review Film comedy Anda orang yang susah ketawa hehehe
Wah seorang angga..mengarap ranah komedi..
Bukan susah juga sih, tapi selera humor saya yang nggak pasti hehe
Yap, menarik, dan berikutnya film action di "Lelawa" dan "Wiro Sableng"
Posting Komentar