THE BOSS BABY (2017)
Rasyidharry
April 06, 2017
Alec Baldwin
,
Animated
,
Bagus
,
DreamWorks
,
Michael McCullers
,
Miles Christopher Bakshi
,
REVIEW
,
The Boss Baby
,
Tom McGrath
11 komentar
For me, baby is the cutest thing in the whole world ever. Fakta itu cukup mendorong saya menonton The Boss Baby, ingin dijejali eksploitasi mengenai betapa menggemaskan sesosok bayi. Itu saja. Lagipula DreamWorks memang bukan tempat mencari inovasi visual (Laika) atau konsep liar dan kisah emosional (Pixar). Sehingga terasa mengejutkan tatkala adaptasi buku cerita bergambar karya Marla Frazee ini begitu kaya akan imaji, hati, seraya membawa kembali ingatan masa kanak-kanak saat segala kegiatan bermain dibayangkan bagai petualangan seru di dunia penuh fantasi, menjadikannya film terbaik produksi DreamWorks sejak How to Train Your Dragon 2.
Tim Templeton (Miles Christopher Bakshi) adalah bocah 7 tahun yang hidup bahagia, menikmati kasih sayang dari kedua orang tuanya. Hingga suatu hari datang Boss Baby (Alec Baldwin), adik bayi Tim yang berlagak layaknya bos, memakai setelan jas dan membawa koper. Tumbuh kebencian di hati Tim pada sang adik karena ia merasa tidak lagi diperhatikan oleh orang tuanya. Merasa ada keanehan, Tim pun akhirnya mendapati bahwa Boss Baby bukan saja bisa bicara pula bersikap layaknya orang dewasa (tepatnya pebisnis), tapi juga tinggal di rumah keluarga Templeton dalam rangka mengemban misi khusus.
Do you love baby's cuteness? Jika ya, bersiaplah untuk luluh, sebab The Boss Baby enggan menahan diri ketika langsung menampakkan pantat bayi disusul tingkah polah menggemaskannya sedari menit-menit awal. Selanjutnya, film ini mengandalkan lelucon ketika para bayi bertingkah bagaikan orang dewasa sambil berusaha menyembunyikan fakta itu dari orang lain (ganti mainan di Toy Story dengan bayi). Bukan konsep baru, tapi bahkan pola komedi paling formulaik macam slapstick yang cukup mendominasi pun akan memancing tawa bagi penonton penyuka bayi. Karena bagi mereka seluruh perbuatan bayi terasa lucu dan takkan membosankan. The Boss Baby sukses memaksimalkan itu.
Namun The Boss Baby tidak bersikap malas sekedar memanfaatkan "kelemahan hati" penonton terhadap bayi, sebab sutradara Tom McGrath (Madagascar, Megamind) punya amunisi lebih berupa kemampuan bertutur lewat visual. Penonton kerap diajak mengikuti imajinasi Tim saat mengayuh sepeda menjadi petualangan luar angkasa, atau mandi di bathtub seperti terombang-ambing tengah samudera. Adegan-adegan tersebut dibungkus oleh sequence demi sequence animasi dengan penggambaran luar biasa kreatif. Saya dibuat tersenyum mengingat lagi aktivitas serupa sewaktu kecil yang sama seperti tata visual filmnya, menyimpan imajinasi nihil batas.
Kekuatan visual dibarengi pula oleh cerita tak kalah imajinatif. Benar bila konsep "pabrik bayi" telah dimunculkan terlebih dahulu dalam Storks tahun lalu, tetapi naskah garapan Michael McCullers sanggup menjaganya tetap segar kala mampu mengaitkannya dengan kehangatan proses tumbuh kembang ketika seorang anak belajar berbagi, memberi kasih sayang alih-alih sekedar menerima. Tim dan Boss Baby awalnya saling membenci, hingga seiring waktu berlalu keduanya makin banyak mengalami suka duka bersama. Sebagaimana hubungan saudara di dunia nyata, kepedulian dan ikatan perlahan tumbuh. Ditemani lagu Blackbird milik The Beatles, ikatan serupa muncul di hati saya terhadap tokoh-tokohnya, memancing dampak emosional menyaksikan tuturan drama keluarganya.
McCullers juga unjuk gigi memamerkan kecerdikan membangun humor berbasis referensi dari bermacam pop culture khususnya film lewat berbagai cara, entah pengadeganan (Raiders of the Lost Ark), permainan kata dalam dialog (Mary Poppins, Glengarry Glen Ross), penokohan (The Lord of the Rings), dan sebagainya. Poin ini menambah intensitas tawa bagi penonton yang memahami setumpuk referensi tersebut. Sayang, naskahnya kurang solid menggali konsep, berujung meninggalkan sederet pertanyaan "bagaimana" terkait "rules" seputar kehidupan bayi sampai rencana villain yang banyak memiliki lubang. Namun sulit untuk tidak memaafkan itu jika selama sekitar 98 menit disuguhi perilaku menggemaskan para bayi.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
11 komentar :
Comment Page:Baca review mas rasyid tidak heran kalau boss baby mengalahkan Ghost in the shell di box office..
Harus dilist ditonton segera nih.. :)
Apakah ini film pixar yang paling anda sukai, mas?
maksudnya yang computer animated
Bukan cuma Ghost in the Shell, yang akhirnya melengserkan Beauty and the Beast juga para bayi ini hehe
Ini filmnya DreamWorks :)
Ane bingung antara ntn ghost in shell apa boss baby ya?tp postingan ini bantu ane utk memutuskan wkwkwkwk
Night Bus gimana?
Senang bisa berguna :D
Segera di-review. It's good :)
Tapi dibanding film computer animate yang lain apakah ini film yang paling anda suka?
Nggak dong, not even close :)
Posting Komentar