KNIGHT KRIS (2017)
Rasyidharry
November 24, 2017
Animated
,
Antonius
,
Bimasakti
,
Chika Jessica
,
Deddy Corbuzier
,
Indonesian Film
,
Kaesang Pangarep
,
Kurang
,
REVIEW
,
Santosa Amin
,
Stella Cornelia
,
William Fajito
17 komentar
Indonesia punya banyak animator handal yang telah berlalu lalang di kancah internasional, tapi mengapa kualitas animasi layar lebar belum berkembang pesat? Masalahnya satu, yakni anggapan bahwa keterlibatan animator bagus sudah cukup menghasilkan animasi berkualitas. Anggapan salah kaprah ini berujung melahirkan beberapa karya yang memukau secara gambar namun acak-acakan soal penceritaan, contohnya Battle of Surabaya dua tahun lalu. Knight Kris terjangkit penyakit serupa. Menawarkan konsep unik ditambah desain karakter apik, perjalanannya diganggu penceritaan medioker.
Didasari mitologi soal Asura alias raksasa jahat, Knight Kris menempatkan Bayu (Chika Jessica), bocah 8 tahun yang bercita-cita menjadi pahlawan super sebagai karakter sentral. Impian itu terlaksana setelah ia mencabut keris yang tersembunyi di gua, memberinya kemampuan berubah menjadi Bayusekti (Deddy Corbuzier), pahlawan sakti berwujud harimau. Tapi di saat bersamaan, Bayu turut membangunkan Asura (Bimasakti) dari tidurnya. Dibantu sepupunya, Rani (Stella Cornelia) dan Empu Tandra (Bimasakti), Bayu memulai petualangan mengumpulkan enam pecahan keris yang tersebar guna menggagalkan niat Asura menghancurkan dunia.
Knight Kris berpotensi mengembalikan kebahagiaan masa kecil kita kala menyaksikan kemunculan tokoh-tokoh berpenampilan keren. Nahwara (Santosa Amin) dengan tiga topeng di wajahnya, Bayusekti dan baju zirahnya, hingga Asura yang merupakan modifikasi kreatif tampilan raksasa dalam dongeng. Walau tak sampai membentuk parade meriah karena terbatasnya kemunculan karakter akibat upaya menyimpan cerita untuk diteruskan sebagai trilogi, duet sutradara Antonius dan William Fajito sanggup menuangkan kreativitas, merangkai sederet jurus menarik pembungkus adegan aksi yang mendominasi 106 menit durasi.
Namun kembali ke permasalahan dasar, Knight Kris hanya memamerkan gambar (plus konsep). Pada adegan pertarungan misalnya, di antara kekacauan situasi, sulit merasa terikat karena ketiadaan tensi. Kedua sutradara sekedar melempar warna dan jurus sebanyak mungkin, lalai memberikan nyawa dalam momen tersebut. Alhasil, apa yang terlihat hanya wujud-wujud kartun saling serang, nihil ketegangan apalagi emosi. Enak dilihat, tetapi takkan bertahan lama di ingatan, kemudian dapat terlupakan beberapa menit setelahnya. Cukup besar kemungkinan penonton anak terpuaskan meski belum sampai taraf menjadikan Bayusekti dan kawan-kawan sebagai idola baru.
Menonton film ini layaknya menyaksikan kartun Minggu pagi berisi kalimat klise ketika penjahat gemar tertawa sambil berkata "Akan kuhancurkan kalian". Dialog dalam naskah tulisan Antonius amat kaku untuk ukuran animasi anak yang mengetengahkan petualangan seru hingga filmnya terkesan terlalu serius menyikapi seluruh kondisi. Seolah berkiblat dari sinetron lokal, tiap isi hati karakter wajib dituangkan secara verbal, misalnya saat melihat rumah sepi, karakternya akan berucap "kok sepi, apa tidak ada orang ya?". Bahkan Upin & Ipin pun enggan "secerewet" ini. Jajaran pengisi suara pun gagal menolong. Bimasakti dan Santosa Amin bermodalkan pengalaman mereka enak didengar, namun Deddy Corbuzier, Chika Jessica, juga logat medok Kaesang Pangarep hadir tanpa rasa.
Tersimpan usungan nilai tentang memperbaiki kesalahan (Bayu penyebab kebangkitan Asura) yang menyentuh ranah pendewasaan, sayangnya urung tersampaikan sepenuhnya mengingat kisahnya masih jauh dari tuntas. Begitu pula mitologi sarat budaya yang ditenggelamkan gempuran aksi bertubi-tubi. Knight Kris tak meninggalkan banyak hal untuk orang tua sampaikan atau ajarkan kepada anak kecuali hiburan sambil lalu. Melihat kualitas gambar Knight Kris, sangat disayangkan animasi negeri ini selalu terbuai oleh visual, lupa memperhatikan penceritaan yang notabene merupakan pondasi film apapun.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
17 komentar :
Comment Page:Saya menonton film ini bareng keponakan saya, keluar bioskop dia puas sekali sambil bergaya a la di filmnya, sementara ekspresi saya pas keluar bioskop just flat expression. Tadinya mau nonton Valentine ajak keponakan, tapi takut gk cocok. Oh ya Mas Keluarga tak kasat mata sama film breathe nya Andrew Garfield akan di review kah?
@ungki: Kalau direview kenapa? Kalau tidak kenapa?
Tuh Mas Harris saya bantu jawab
Betul juga, bosan saya dg pertanyaan minim substansi seperti itu.
Kalau direview, terus kenapaaaa??
saya bertanya karena itu jadi referensi saya untuk menonton. Lagian mas Rasyid juga tidak pernah keberatan, mengapa anda demikian?
Apakah mas Harris akan mereview The Post-nya Mwetl Streep dan Tom Hanks?
Kalau ndak direview berarti jelek, saya ndak mau nonton.
Memang sulit, memasukkan 'jiwa'pada karakter2 animasi. Kebanyakan pembuat film animasi di sini terlalu malas untuk mengeksplorenya.
Untuk poin yg satu ini saya angkat jempol utk animator lokal seperti drs. Suyadi dulu (kalau pernah lihat mungkin ada di youtube). Beberapa animasinya meski hanya 2D dan sederhana, punya karakter 'berjiwa' dan gaya bercerita yang mengagumkan.
Keluarga Tak Kasat Mata dari kemarin selalu kehabisan tiket, hari ini semoga dapet. Breathe ntar dulu deh, masih ada Blade of Immortal, Murder on the Orient Express/Daddy's Home 2 juga ada midnight. So many movies so little time ::)
Bahkan Bang Rasyid ini mereview film Gasing Tengkorak. Jadi tentunya beberapa hal tidak perlu dipertanyakan berulang-ulang.
Mau tu pelem menang Oskar kek, SAG kek, BAPTA kek, apalagih cuma
Citra
Kalo tu pelem kaga diripiuw bang Rasyid (i lap yu bang.. U Rocks!) ane kagak bakalan nongton deh
Titik
Aku udah nonton Blade of immortal Bg. Saran sih, ekspektasi mending di rendahin πππ
@Anonim Bwahaha bisa jadi yang nggak diriviu karena males nulis tapi bagus padahal
@Arif Waduh, yang versi 2 setengah jam kan?
Kalo jaman dulu tren komentarnya
"Bisanya cuma ngritik, emangnya lo bisa bikin film"
Lalu tren itu berubah jadi
"Udah nonton film ini belum? Gimana pendapatnya?"
Mending yang sekarang, artinya orang udah lebih terbuka memandang review film :)
Lah, emang ada versi yg lain ya Bg.
Sempet denger ada versi 2 jam, tapi ternyata rumor aja hehe
Pada Bacot ajj Lu , Org dy cuma nanya doang
Tapi ' Battle of Surabaya ' yang ' dikucilkan ' di negeri sendiri, dianggap 'ceritanya kurang', malah mendapat 14 Awards di berbagai International Film Festival ternama di dunia seperti Venize Internationl Film Festival, Milan Internationl Film Festival, London International Film Festival, sebagai Best Film Animation, Mengalahkan film-film animasi dari negara-negara penghasil animasi seperti Jepang, Amerika. Tanya kenapa?
Kemudian, kalau ada yang mengatakann ' Memang sulit, memasukkan 'jiwa'pada karakter2 animasi. Kebanyakan pembuat film animasi di sini terlalu malas untuk mengeksplorenya ' >> mungkin gaulnya kurang luas, karena banyak karya anak bangsa yang sudah berjaya diluar, tetapi memang di negeri sendiri kurang di hargai.
Seperti film seri Animasi Hebring yang bebrapa tahu lalu tayang rutin di TV Nasional Jepang, setelah itu baru NET TV pasang diawal TV tersebut berkibar. Ada juga Bilu Mela (Flip Flop) yang tayang di 14 negara di amerika latin dan timur tengan, termasuk di Al Jazeera TV.
Mari didukung saja film-film nasional, Apapun bentuknya. Kritik perlu tetapi jangan sampai kritik itu membunuh film maker, sehingga tidak ada yang menonton filmnya. :)
salam,
@sonsmotion
Posting Komentar