JAFF 2020 - YOU AND I

1 komentar

Debut penyutradaraan Fanny Chotimah ini mengingatkan pada A Secret Love, dokumenter yang tayang di Netflix akhir April lalu. Sama-sama mengetengahkan sepasang wanita lanjut usia yang tinggal bersama selama puluhan tahun hingga ajal memisahkan. Kalau tema besar A Secret Love adalah LGBT, maka peristiwa 1965 di Indonesia jadi sorotan You and I. Tepatnya saat terjadi penangkapan besar-besaran atas orang-orang yang dituding sebagai simpatisan PKI.

Nama kedua wanita itu adalah Kaminah dan Kusdalini. Saat film dibuat, masing-masing berusia 70 dan 74 tahun. Deretan foto dan teks menjelaskan latar belakang keduanya. Kaminah dan Kusdalini ditangkap karena tergabung dalam organisasi paduan suara komunis untuk pemuda. Kaminah dipenjara saat baru duduk di bangku kelas 2 SMP dan harus menghabiskan tujuh tahun mendekam di sel, sedangkan Kusdalini selama dua tahun. Bertemu di penjara, ikatan kuat bak kakak-adik tumbuh di antara mereka.

Selepas dari penjara, Kaminah ditolak oleh keluarganya. Beruntung, Kusdalini dan neneknya bersedia menampung Kaminah. Keduanya menetap di Solo, mencari uang lewat berjualan krupuk, dan hidup serba kekurangan di sebuah rumah sangat sederhana, yang atapnya bocor di sana-sini. Karena tak punya uang untuk perbaikan, Kusdalini pun memasang payung tepat di titik kebocoran. Walau lebih tua empat tahun, Kusdalini harus merawat Kaminah yang baik fisik maupun ingatannya sudah melemah.

Kaminah lebih banyak menghabiskan keseharian duduk atau berbaring. Lutut Kaminah sudah tak kuat menopang tubuhnya. Mungkin cuma sebulan sekali ia keluar rumah, yakni ketika diadakan pertemuan rutin antara penyintas tragedi 1965. Di pertemuan itu, informasi-informasi terbaru dibahas, termasuk soal penemuan beberapa kuburan massal.

Lalu beberapa kali kita mendapati Kaminah kesulitan mengingat kabar rekan-rekan seperjuangannya. Kusdalini selalu bisa memberikan jawaban tentang siapa masih hidup, siapa sudah meninggal. Begitu pun ketika Kusdalini melupakan arti “Jas Merah”. Tapi setelah mendengar Kaminah menjawab, “Jangan Sekali-Sekali Melupakan Sejarah”, Kusdalini langsung menjawab bahwa tentu saja dia tidak akan lupa. Tetek bengek istilah maupun kondisi teman-teman boleh jadi sudah susah Kusdalini ingat, namun ketidakadilan yang menimpanya lebih dari lima dekade lalu itu takkan terlupa.

You and I sendiri merupakan upaya agar masyarakat tidak pernah lupa, bukan saja soal sisi sejarah kelam Indonesia tersebut, juga tentang pentingnya kemanusiaan. Kedua karakter film ini bukan saudara kandung, tapi sebagai sesama manusia (yang jadi korban kejahatan kemanusiaan manusia lain), mereka merasa perlu berbagi cinta tanpa diminta. Dan cinta itu pula yang jadi sumber emosi terbesar filmnya.

Fanny tidak perlu banyak melakukan dramatisasi. Menyaksikan ketulusan Kusdalini merawat teman hidupnya, maupun Kaminah yang senantiasa merespon dengan senyum penuh kasih sudah cukup memancing rasa haru. “Semangat ya”, ucap Kusdalini kepada Kaminah yang jelang akhir film kondisinya memburuk dan harus terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Kalau hati tak tergerak mendengar kalimat sederhana itu, mungkin sisi kemanusiaan anda perlu dipertanyakan.

You and I ditutup di latar tahun 2017 setelah Kaminah meninggal dunia (Kusdalini meninggal setahun berselang). Kusdalini duduk seorang diri. Dia terdiam, sementara di belakang, terdengar pengajian untuk mendoakan Kaminah tengah dilangsungkan. Beberapa waktu kemudian, di tengah kesunyian, giliran Kusdalini yang berdoa. Karena memang hanya itu yang bisa dilakukan rakyat jelata korban ketidakadilan para pemegang kuasa. Pasrah, sembari memanjatkan doa yang entah bakal dijawab dengan cara apa.

1 komentar :

Comment Page:
Anon mengatakan...

Mas rasyid, Tenet udah rilis tuh tinggal sedot trus review deh heheheheee