REVIEW - BLACK BOX
Bayangkan Total Recall bertemu Get Out,
tapi dengan elemen horror lebih minim, tanpa subteks mengenai ras, serta lebih
banyak drama keluarga. Begitulah kira-kira Black
Box karya sutradara debutan Emmanuel Osei-Kuffour Jr., yang membuka parade
antologi delapan film produksi Blumhouse Television, yang rilis eksklusif di
Prime Video, Welcome to the Blumhouse.
Mungkin juga Osei-Kuffour, yang menulis naskahnya bersama Stephen Herman,
mengambil beberapa inspirasi dari judul-judul fiksi-ilmiah high concept karya Christopher Nolan, khususnya Inception. Tengok saja nama
protagonisnya: Nolan Wright (Mamoudou Athie).
Pertama kali kita bertemu Nolan, ia
sedang kesulitan menata hidup, akibat amnesia yang diderita pasca kecelakaan
maut yang turut menewaskan sang istri. Dia mesti kehilangan pekerjaannya
sebagai fotografer karena kemampuannya dianggap menurun, pula amat bergantung
pada puteri kecilnya, Ava (Amanda Christine), yang selalu menyiapkan sarapan
dan makan malam. Selain kehilangan ingatan, Nolan pun kerap menunjukkan sikap
tidak biasa. Salah satunya emosi yang mudah meledak, padahal selama ini ia
dikenal baik hati.
Nolan hampir putus asa, sampai sang
adik yang merupakan seorang dokter, Gary (Tosin Morohunfola), mengenalkannya
pada ahli gelombang otak nomor satu, Dr. Lilian Brooks (Phylicia Rashad). Bersama
Dr. Lilian, Nolan menjalani metode pengobatan eksperimental, menggunakan sebuah
alat yang mampu membawanya memasuki dunia bawah sadar, termasuk mengunjungi
memori-memorinya.
Semakin jauh Nolan menyambangi “masa
lalu”, kita pun semakin memahami penyebab ia menderita amnesia…..namun dengan
cara tak terduga. Black Box menyimpan
dua twist. Pertama adalah “twist besar” yang menjabarkan latar
belakang kondisi Nolan. Osei-Kuffour enggan memandang rendah kemampuan penonton
menarik kesimpulan sendiri, sehingga eksposisi gamblang nan berlarut-larut
takkan anda temui. Sayangnya, di saat bersamaan naskahnya pun tak cukup pintar
dan kurang memerhatikan detail pondasi elemen fiksi-ilmiah miliknya. Banyak kejanggalan
bertebaran, seputar “aturan” filmnya terkait alam bawah sadar dan gelombang
otak.
Sedangkan twist keduanya, walau “lebih kecil”, justru lebih meninggalkan
kesan. Kebanyakan film arus utama Hollywood bakal berkata, “mereka yang telah
tiada akan selalu dirindukan”. Tapi kenyataannya tidak demikian. Terkadang, kerabat
dan orang-orang tercinta merasa lebih bahagia setelah ditinggalkan.
Di antara kejutan-kejutan tersebut,
mungkin anda akan terkejut saat mendapati Black
Box hanya mengandung segelintir teror, tepatnya tiap Nolan memasuki alam
bawah sadar, kemudian diserang oleh sosok tanpa wajah, yang tampilannya mencerminkan
makhluk-makhluk dari banyak film horor, lengkap dengan efek suara “patah-patah”
dan kayang sebagai caranya bergerak. Sisanya,
film ini cenderung minim ketegangan. Apalagi Osei-Kuffour belum sematang itu
untuk bisa memaksimalkan materi sesedikit apa pun.
Beruntung jajaran aktornya kuat. Mamoudou
Athie, yang sebelumnya mencuri perhatian dalam Uncorked sebagai penggila anggur, mampu menghanyutkan penonton
dalam kebingungannya. Pesona terbesar justru datang dari Amanda Christine,
sebagai Ava, si bocah yang bersikap lebih dewasa dari usianya. Tapi itu bukan
lubang penokohan, sebab ada alasan mengapa Ava terpaksa mengalami pendewasaan
sebelum waktunya, sementara sang aktris secara meyakinkan melakoni peran
kompleks tersebut, sekaligus menyuntikkan bobot emosional yang mudah memancing
simpati.
Available on PRIME VIDEO
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar