REVIEW - PG: PSYCHO GOREMAN

2 komentar
PG: Psycho Goreman menceritakan persahabatan aneh antara bocah dengan alien. Ya, seperti E.T. the Extra-Terrestrial (1982). Hanya saja, karena dibuat oleh orang-orang yang mencintai b-movie dari dekade lampau, alih-alih makhluk mungil ramah, sosok alien yang akan kita temui adalah monster pembunuh yang ingin menghancurkan seisi galaksi, dengan wujud bak gabungan Guyver (salah satu tontonan favorit Steven Kostanski selaku sutradara film ini) dan musuh-musuh Power Rangers. 

Protagonis kita adalah Mimi (Nita-Josee Hanna) dan adiknya, Luke (Owen Myre). Luke selalu patuh kepada Mimi yang, well, "eksentrik". Kata "nakal" rasanya kurang pas mendeskripsikan gadis cilik ini, yang ingin mengubur hidup-hidup adiknya sebagai hukuman saat kalah bermain Crazy Ball (permainan bola dengan aturan unik yang nantinya bakal berperan besar pada alur), pula menyebut mendiang nenek mereka "tersiksa di neraka selamanya". 

Sehingga sikap yang diambil Mimi setelah menemukan batu bercahaya terkubur di halaman belakang, yang ternyata mempunyai kekuatan untuk mengontrol sesosok alien mematikan (disuarakan Steven Vlahos, sementara Matthew Ninaber ada di balik kostum), tidaklah mengejutkan. Bukannya takut, alien yang dia beri nama Psycho Goreman alias "PG" itu justru dijadikannya teman (baca: budak), dipaksa melakukan seluruh kehendaknya, termasuk mengubah bocah yang disukai Mimi menjadi monster menjijikkan berbentuk otak raksasa, agar dapat mengikuti semua kemauannya.

Berdasarkan crawling text di awal film, yang mengingatkan pada narasi kisah-kisah fantasi era medieval, kita tahu bahwa PG sudah sekian lama dikurung akibat mengancam keselamatan semesta. Musuh bebuyutannya adalah para Templars, prajurit berpenampilan bak robot-robot dari suguhan tokusatsu. Anggota Templars yang kita temui bernama Pandora (Kristen MacCulloch), yang bersama sekelompok alien bernama "Planetary Alliance", mengetahui kebangkitan PG dan mulai menyusun rencana untuk memusnahkannya.

Tapi Kostanski, yang turut menulis naskahnya, bukanlah penyembah kebajikan. Dan memang bagi sebagian orang, para monster jahat di judul-judul macam Power Rangers atau tokusatsu Jepang, jauh lebih menarik dan keren daripada sang jagoan, khususnya perihal tampilan. Didasari kecintaan akan monster itulah, Kostanski tidak menggambarkan Templars sebagai pahlawan suci. Mereka tidak ada bedanya dengan para penjajah. Penguasa lalim yang menjadikan kebaikan sebagai topeng, sebagai alasan menginvasi (Oh, that sounds familiar). 

Tentu kualitas penceritaan tidak Kostanski utamakan. Alurnya bergerak seenaknya sendiri, termasuk menit-menit awal yang seolah sama sekali tak memperhatikan struktur dan kerapian bertutur. Pun upaya menggeser keabsurdan fiksi-ilmiah ke arah drama komedi keluarga di paruh akhir, cenderung menciptakan inkonsistensi tone daripada kehangatan. 

Bagaimana Kostanski menyulap bujet rendah (850 ribu dollar) menjadi tontonan berskala besar, yang melebarkan sayap hingga konflik antar planet, adalah kelebihan terbesarnya. Dibantu tim artistik luar biasa, Kostanski yang kenyang pengalaman sebagai penata rias di film-film seperti Crimson Peak (2015), Suicide Squad (2016), dan It (2017), juga serial Hannibal (2013-2014) dan Star Trek: Discovery (2017-2018), melahirkan barisan alien dengan desain unik nan kreatif, yang akan membuat pecinta monster mana pun mengalami eyegasm. Contohnya? Monster bertubuh seperti mesin cuci, yang di dalamnya bukan berisi baju dan detergen, melainkan potongan tubuh penuh darah.

Pastinya gore mendominasi, di mana Kostanski menguasai cara mempresentasikan kekerasan over-the-top ala film kelas b, agar tampil gila, menyenangkan, tak jarang mengejutkan pun sesekali menjijikkan. Didukung humor, yang meski hit-and-miss, kental keabsurdan adiktif (walau beberapa mungkin terganggu oleh penggambaran semua tokoh wanita sebagai "penguasa tiran") yang bakal membuat penonton sering berujar, "Wait, what???", PG: Psycho Goreman menjadi tontonan "murahan" namun brilian, dan begitu berakhir, anda segera mengharapkan sekuel agar bisa lebih banyak menyaksikan perjalanan PG menghancurkan seantero semesta. 



Available on SHUDDER

2 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

Mas ditunggu ya review nya a quiet place 2 pengen nonton tpi takut filmnya biasa aja

Anon mengatakan...

A quiet place 2 apa cruella duluan nih yang di review? 😜