REVIEW - A QUIET PLACE PART II

13 komentar

A Quiet Place berhasil, salah satunya berkat kesegaran konsep serta misteri. Dua poin yang mustahil diulangi. Sehingga tanpa pembaruan, sekuel bakal kehilangan daya magis. Di A Quiet Place Part II, keheningan tetap mendominasi, namun sekarang, kita sudah tahu apa yang terjadi bila keheningan itu pecah, sementara wujud para monster bukan lagi suatu rahasia (wajar, mengingat sekuel cenderung "lebih besar"). Alhasil keheningannya tidak berdampak sebesar film pertama.

Apakah artinya film ini buruk? Sama sekali tidak. Secara filmis, A Quiet Place Part II tergarap baik, membuktikan bahwa keberhasilan Krasinski di kursi penyutradaraan bukan semata kebetulan. Dia memang bertalenta. Tengok sekuen pembukanya, di mana kita dibawa mundur menuju hari pertama invasi monster. Meski telah "bocor" di beberapa materi promosi, superioritasnya tidak berkurang, bahkan jadi momen paling menegangkan selama 97 menit durasi. Krasinski menggambarkan betapa kacau nan mengerikan kala "kiamat" tiba. 

Lalu kita melompat ke masa sekarang, tepat setelah akhir film pertama. Evelyn (Emily Blunt) membawa pergi Regan (Millicent Simmonds), Marcus (Noah Jupe), dan bayinya yang baru lahir, guna mencari penyintas lain. Di sinilah Krasinski, yang turut menulis naskahnya, mengambil keputusan cerdik. Sekuel horor biasanya mengambil salah satu dari dua arah berikut: melanjutkan kisah karakter lama, atau sepenuhnya memakai karakter baru. Krasinski menggabungkan keduanya, ketika Evelyn beserta anak-anaknya, tiba di tempat persembunyian Emmett (Cillian Murphy). 

Emmett sempat menolak membantu Evelyn, hingga keputusan nekat Regan (yang meyakini bahwa masih ada harapan jika tidak cuma berdiam diri), memaksanya turun tangan. Nantinya rahasia mengenai Emmett terungkap, yang mungkin bakal dikupas di film ketiga, tapi untuk sementara, hal tersebut hanya berakhir sebagai twist nihil esensi. 

Emmett mengambil peran Lee (John Krasinski) selaku protagonis yang mengalami pergolakan batin, tanpa harus mengesampingkan Evelyn sekeluarga. Emmett bukan orang asing. Adegan pembuka memperkenalkan penonton padanya, sebagai kawan lama Lee. Jadilah film ini tampil bak gabungan antara spin-off dengan sekuel tradisional. Unik, tanpa harus menjadi radikal.

Jika Blunt tetap solid sebagai heroine tangguh, sedangkan Simmonds tambah hebat mengolah emosi, Murphy menyuntikkan warna baru sebagai pria yang lelah, baik fisik maupun jiwa. Semangatnya terkikis namun belum habis. Melalui akting naturalnya, Murphy melahirkan transformasi meyakinkan, dari figur hangat menjadi dingin sebelum akhirnya menemukan lagi kehangatan itu. Selain penampilan sang aktor, transformasi Emmett tidak terasa setengah-setengah juga karena keputusan Krasinski untuk lebih banyak mengolah drama, yang mungkin mengejutkan bagi penonton yang berharap film ini seutuhnya fokus pada aksi bertahan hidup dan teror. 

Terkait teror, walau tak lagi seefektif dulu dalam membangun ketegangan saat berdiri sendiri, ibarat ketenangan sebelum badai menggempur, keheningan membuka jalan bagi Krasinski melempar deretan jump scare yang selalu berhasil menggedor jantung. Timing pengadeganannya sempurna. Selaku penulis pun Krasinski makin matang, yang nampak dari bagaimana ia memaparkan dua peristiwa terpisah secara simultan di klimaks, agar terasa dinamis.

Sedangkan konklusinya, seperti film pertama, berkutat soal "pertarungan bagi generasi masa depan". Repetisi? Garis besarnya, ya. Bahkan proses yang Emmett lalui serupa Lee, yakni menghadapi rasa bersalah akibat kehilangan sosok tercinta. Muncul pembeda, karena kali ini tongkat estafet telah dioper pada para generasi masa depan itu. Cara Krasinski menyuguhkan konklusinya kembali memunculkan kekaguman. Hopeful, indah, menegaskan kelengkapan bakatnya. Selain jago membuat teror, Krasinski juga dibekali sensitivitas menangani drama.

13 komentar :

Comment Page:
Anon mengatakan...

Ada possibility lee abott masih hidup gak sih? Mengingat di prequel pertama ga diliatin secara jelas sang bapa benar benar dibunuh,Walaupun emang sepertinya memang benar.

Soalnya di sequelnya ini ada hint yang mengarah ke sana "coba aja ayah hidup bla bla bla"

Teguh Yudha Gumelar mengatakan...

penasaran krasinki garap movie yg bener bener horror hantu.
wan bisa jd dapet saingan kuat nih

Yasya Indra mengatakan...

sekarang lagi jamannya komedian/aktor komedi hijrah ke film horor. Jordan Pele, John Krasinski, Chris Rock. Ya gapapa sih, yang penting filmnya bagus

Rasyidharry mengatakan...

Kalimat soal Lee itu lebih ke penggambaran si anak yang masih di tahap grief sih, bukan hint soal kembalinya Lee. Salah satu alasan Lee dimatiin kan buat kasih porsi ke Evelyn & biar fokus Krasinski nggak kebelah juga

Rasyidharry mengatakan...

Komedian bagus, biasanya punya potensi bikin horor/thriller bagus, apalagi kalo jadi sutradara. Komedi & horor sama-sama mementingkan timing

Rasyidharry mengatakan...

Bagus pasti. Jago banget dia urusan set up & payoff di jump scare

Anonim mengatakan...

Di Indonesia juga ada Bene Dion dan Ari Kriting

Rasyidharry mengatakan...

Ernest juga besok bakal ke thriller. Tapi tetep, mereka semua masih kental komedi, belum full horor/thriller

Teguh Yudha Gumelar mengatakan...

setuju, komedi dan horror sama sama mementingkan timing.
ernest bagus dalam eksekusi menggabungkan komedi dan drama.
next dia gabung komedi dan misteri.
masih ragu sih kalau komedinya dihilangkan

husen mengatakan...

kayaknya ernest bakal condong ke arah horor atau thriler nya deh ya bang daripada ke komedi.lagipula yang maen bukan ge pamungkas kaya yang dua itu. pemainnya kelas 1 semua kaya morgan sama dion jadi mungkin bakal lebih serius tapi komedinya tetep bakal ada sih.
tapi bang chelsea itu jadi main gak sih di filmnya kok kaya gak jelas statusnya.

susan mengatakan...

Kok "cuma" 3,5/5? Yg 1,5/5 nya apa bang? Ga dijawab juga gppa..hehe

Rasyidharry mengatakan...

Teka Teki Tika masih komedi. Mungkin jenis konyolnya beda, karena salah satu inspirasinya dari Knives Out

Rasyidharry mengatakan...

Kan udah ada semua tuh di reviewnya