REVIEW - VAL

1 komentar

Sekitar 800 jam materi berisi rekaman di balik layar berbagai produksi film, audition tapes, home video, dan lain-lain, jadi modal pembentukan Val, selaku dokumenter mengenai Val Kilmer, salah satu bintang terbesar Hollywood era 90-an, sekaligus figur kontroversial yang dianggap biang masalah. Di tangan pihak eksternal, modal di atas lebih dari cukup untuk melahirkan eksplorasi kompleks, yang merayakan kehebatan sembari merenungkan kelemahan seorang manusia. 

Val disutradarai Leo Scott dan Ting Poo, tapi jelas ini proyek Kilmer. Dia tampil di depan kamera, memproduseri, pula menulis narasi yang dibaca puteranya, Jack, karena selepas menderita kanker tenggorokan, Kilmer kehilangan suaranya. Sementara Mercedes, puterinya, menjadi associate producer. Alhasil, meski tetap mengajak penonton mengunjungi ruang-ruang personal sang aktor, Val tampil tak sedalam yang dijanjikan, pun sering terasa seperti usaha membangun ulang citra.

Sedikit meninggalkan kekecewaan? Mungkin. Apakah salah? Tentu tidak. Dan bukan berarti filmnya buruk. Sekali lagi, ada modal sekitar 800 jam video. Ditambah karir sarat cerita yang membentang nyaris 40 tahun, minimal tiap sudut Val menyimpan nilai hiburan. 

Tujuan utama Val adalah menjawab tudingan, bahwa meski bertalenta, Kilmer sulit diajak bekerja sama. Menurut film ini, ada dua penyebab. Pertama, kematian adiknya, Wesley (meninggal di umur 15 tahun akibat epilepsi), meninggalkan lubang yang tak pernah terobati di hati Kilmer. Berbagi kecintaan pada film, keduanya kerap membuat ulang judul-judul favorit mereka, termasuk Batman, yang mendorong Kilmer menerima peran di Batman Forever (1995).

Alasan kedua menyoroti bagaimana Kilmer menangani sebuah peran. Baginya akting adalah "a place where you end and the character begins". Di mana fiksi dan realita membaur. Tumbuh di dunia teater membuat Kilmer menjunjung tinggi totalitas berperan, beberapa kali menerapkan method acting, dan terganggu bila totalitas itu tak difasilitasi. 

Terdengar seperti justifikasi, "Sikap bermasalahnya merupakan wujud kekecewaan terkekangnya ekspresi artistik seorang seniman". Di sebuah wawancara, Joel Schumacher menyebut Kilmer "childish and impossible". Di sini, Kilmer mengeluhkan keterbatasan performa kala memerankan Batman, merasa cuma harus "berdiri di mana pun ia diminta". Mana yang benar? Entahlah. Sebab Val, biarpun memiliki segudang materi video, terkesan pelit membagi rekaman proses pembuatan film dalam kuantitas memadai, guna memberi pemahaman lebih akan suatu peristiwa pada penonton.

Terkait proses di balik layar, bagi saya bukan Batman Forever, Top Gun (1986), Tombstone (1993), maupun Heat (1995) yang paling dinantikan, melainkan The Island of Dr. Moreau (1996), karena begitu banyaknya konflik selama produksi. Kembali, presentasinya terlalu singkat dan hanya berada di permukaan untuk bisa memancing pemikiran, namun melihat kekacauan kala Marlon Brando menghilang dari set, lalu harus diganti oleh pria bernama Norm, menghasilkan hiburan tersendiri. 

Begitu pula saat filmnya secara bergantian menampilkan adegan Kilmer di The Doors (1991) dan aksi panggung asli Jim Morrison. Apakah itu mengeksplorasi area psikis aktor sewaktu menyatu dengan peran? Tidak, namun melihat bagaimana Kilmer membaurkan batasan "bermain peran" dan realita sungguh memukau (meski kesan itu bisa didapat dengan menonton filmnya langsung). 

Val baru mulai lepas landas memasuki paruh kedua yang lebih intim. Menyaksikan Val Kilmer si "biang onar Hollywood" terduduk lemas, mesti menunda fansign gara-gara kondisi fisiknya melemah, terasa memilukan.

Momen paling menyentuh terjadi, ketika Kilmer menghadiri jumpa fans sekaligus pemutaran Tombstone di Texas. Dia tampak bersemangat membuka acara di atas panggung. Lalu penonton bersorak, sedangkan sang bintang berjalan seorang diri di tengah kegelapan, mencurahkan kegetiran karena merasa menjual kegemilangan masa lalu untuk hidup. Di momen itu, mungkin Val tetap belum menyediakan jawaban atas segala pertanyaan mengenai subjeknya, namun di situ muncul sisi lain seorang Val Kilmer.  


Available on PRIME VIDEO (US)

1 komentar :

Comment Page:
aan mengatakan...

Film favorit saya malah Top Secret...kacau komedinya...😂😂