REVIEW - PROJECT WOLF HUNTING
Kebanyakan film Korea Selatan yang diberi label "disturbing" menjadikan kekerasan sebagai alat pendukung penceritaan. Poinnya bukan "seberapa sadis", melainkan dampak (biasanya psikis) yang dibawa oleh kekerasan tersebut. Project Wolf Hunting sebaliknya. Alur dikesampingkan guna memberi sorotan terhadap 2,5 ton galon darah yang konon ditumpahkan oleh suguhan over-the-top ini.
Dikisahkan, proses ekstradisi para kriminal dari Filipina menuju Korea Selatan melalui jalur udara digagalkan oleh teror bom bunuh diri di bandara. Alhasil, perjalanan via laut yang memakan waktu tiga hari pun dipilih.
Sepasukan polisi termasuk Lee Seok-woo (Park Ho-san) dan Lee Da-yeon (Jung So-min) dikerahkan untuk mengamankan kapal yang diisi banyak penjahat kelas kakap. Beberapa di antaranya adalah Park Jong-du (Seo In-guk), Lee Do-il (Jang Dong-yoon), Go Kun-bae (Ko Chang-seok), dan Choi Myeong-ju (Jang Young-nam). Di luar kapal, Interpol yang dipimpin Oh Dae-woong (Sung Dong-il) memonitor perjalanan. Singkatnya, ini adalah Con Air versi laut dengan ensemble cast.
Ketika polisi yang tak ragu memakai kekerasan disatukan dengan para penjahat keji di tengah laut, kekacauan pun tinggal menunggu waktu. Selama kurang lebih satu jam pertama, dinamika kedua pihak jadi fokus utama. Polisi memamerkan kuasa mereka, sedangkan para tahanan diam-diam menyusun rencana. Di fase ini Seo In-guk paling mencuri perhatian, memerankan pembunuh sinting yang berlawanan dengan citranya di layar televisi.
Tapi teror sesungguhnya justru datang dari sumber tak terduga, yang dipicu oleh sebuah peristiwa penuh unsur kebetulan. Dipaksakan? Ya, tapi sekali lagi, kualitas penceritaan memang bukan senjata Project Wolf Hunting. Kim Song-hun selaku sutradara sekaligus penulis naskah bukan pencerita ulung. Terlihat dari caranya menerapkan flashback, yang alih-alih menyediakan jawaban, malah kerap menjadikan hal-hal sederhana tampil lebih rumit dari seharusnya.
Lain cerita kala ia dihadapkan pada tugas menghadirkan kekerasan. Project Wolf Hunting dibawanya bergeser ke ranah aksi beraroma slasher kental, yang bak gabungan Predator dan seri Friday the 13th, khususnya Jason X. Darah muncrat, kepala pecah, wajah remuk, tangan dan kaki putus, semua dapat ditemukan di sini.
Tubuh manusia di Project Wolf Hunting bagaikan roti yang sebegitu mudah dihancurkan, dan sang sutradara tidak menahan diri dalam memperlihatkannya. Tanpa sensor pribadi, tanpa satu pun kematian off-screen.
Sayang, klimaks yang dinanti-nanti justru meninggalkan kekecewaan. Sadisme tingkat tinggi digantikan oleh gelaran aksi generik, sementara salah satu protagonis "dilenyapkan" tanpa alasan kuat, pun dengan cara yang miskin kreativitas. Walau begitu, melihat pencapaian filmnya sebelum memasuki third act, tiada alasan bagi pecinta film gore untuk tak menantikan sekuel yang kemungkinan bakal mengeksplorasi mitologi dunianya.
(Viu, Vidio, Catchplay+)
2 komentar :
Comment Page:plot twiat yang membagongkan
mual gw nontonnya... kirain bakal kaya film gangster biasa.. tapi ini kombinasi The Witch: Part 1. The Subversion sama Ninja Assassin..
Posting Komentar