REVIEW - HOME SWEET LOAN

4 komentar

Di antara semua karya sineas Indonesia tahun ini, mungkin Home Sweet Loan yang paling merepresentasikan "orang biasa". Orang-orang yang harus berjibaku dengan realita tanpa bantuan keluarga kaya atau rekan-rekan pemegang kuasa, hingga untuk memiliki tempat berteduh milik sendiri saja kesulitan. Mereka yang luntang-lantung layaknya seekor keong yang berjuang menemukan cangkang baru sebagai rumah. 

Mengadaptasi novel berjudul sama buatan Almira Bastari, kisahnya berpusat pada keseharian Kaluna (Yunita Siregar), seorang karyawan swasta kelas menengah yang hidup sederhana demi mengumpulkan uang untuk membeli rumah. Sebelum mimpi itu tercapai, Kaluna masih harus tinggal di rumah orang tua bersama dua kakaknya, Kanendra (Ariyo Wahab) dan Kamala (Ayushita), yang sama-sama sudah menikah dan memiliki anak. 

Sabrina Rochelle Kalangie selaku sutradara, yang turut menulis naskah bersama Widya Arifianti, secara amat akurat menggambarkan pergulatan kaum kelas menengah lewat kehidupan protagonisnya. Bagaimana hasrat mempunyai rumah acap kali juga didorong keinginan untuk bebas dari keluarga, yang alih-alih mendukung, justru tak jarang menjadi benalu.

Sebagai satu-satunya lajang di keluarga, Kaluna dianggap punya beban paling ringan walau tidak pernah secara gamblang diutarakan. "Lo bakal ngerti kalau udah punya anak", ucap iparnya, Natya (Ina Marika), menanggapi keluhan Natya mengenai anak-anaknya. Di kesempatan lain, Kanendra si putra sulung pun dengan santai menyuruh adik bungsunya itu mengisi token listrik yang habis. 

Satu-satunya tempat Kaluna menuangkan keluh kesah adalah tiga sahabatnya: Danan (Derby Romero), Tanish (Risty Tagor), dan Miya (Fita Anggriani Ilham). Merekalah yang setia menemani Kaluna berkeliling Jakarta mencari tempat tinggal idaman. Tapi biar bagaimanapun, sahabat tidak berada di sisinya setiap saat. Terkadang alunan musik di earphone merupakan satu-satunya kawan Kaluna. 

Ketika lagu diputar, adegan berubah menjadi gerak lambat. Rasanya itu juga yang Kaluna inginkan. Sejenak melambatkan laju hidupnya, lalu menenggelamkan diri dalam ruang intim yang damai dan sepenuhnya adalah milik dia. Di satu kesempatan, baterai earphone Kaluna habis sewaktu ia masih berada di atas bus. Betapa menyiksa perjalanan pulang itu bagi Kaluna, dan saya rasa banyak penonton bakal memahami kondisi tersebut.

Relevansi dan akurasi memang kekuatan utama Home Sweet Loan. Kesan itu hadir di banyak aspek, dari konflik utama sampai detail-detail kecil selaku penguat realisme. Perhatikan saat sayup-sayup terdengar lagu legendaris Bakpao Mega Jaya di lingkungan rumah Kaluna. Hanya warga kelas menengah yang bakal segera mengenali jingle tersebut. 

Yunita Siregar membawa sensitivitas yang sama dalam aktingnya. Diwakilinya kegelisahan kelas pekerja yang isi pikirannya selalu dipenuhi beban, hingga sejenak berbahagia saja sulit. Beberapa kali ia tersenyum namun matanya tak beranjak dari kesenduan. Tatkala segala beban yang cenderung dipendam itu akhirnya meledak di sebuah adegan emosional berlatar meja makan, sang aktris bak menjadi corong perasaan kalangan yang ia representasikan.

Realisme milik Home Sweet Loan terus bertahan hingga konklusi yang tak menawarkan jalan keluar "ajaib" bagi si tokoh utama. Karena pada kenyataannya selalu ada harga yang harus dibayar oleh orang biasa dalam setiap pilihan yang diambil, dan mau tidak mau hidup mereka harus terus bergerak dan berubah demi tercapainya kebahagiaan.

Salah satu momen paling hangat di filmnya terjadi saat Kaluna berhasil menemukan rumah idamannya. Senyumnya mengembang lebar. Sesuatu yang tidak pernah kita saksikan sebelumnya. Kemudian dia mengitari tiap sudut rumah sambil membayangkan hal-hal yang kelak ingin dilakukan di situ, seperti memasak atau sekadar merebahkan tubuh yang lelah sepulang kerja di sofa. 

Sangat sederhana, tetapi begitu hangat. Sabrina menangani momen itu dengan kepekaan luar biasa, memancarkan romantisme yang lebih manis daripada adegan percintaan mana pun. Mungkin karena kita memang sedang menyaksikan romantika antara manusia dengan mimpinya. 

4 komentar :

Comment Page:
Ngomongin Lagu mengatakan...

Sudah ada tiga film Sabrina yang Mas Rasyid review dan ketiga-tiganya dapat rating bagus sampai bagus sekali. Semoga prestasinya terus bertahan di film-film berikutnya ya, Mas.

reza mengatakan...

Film yg memeluk, disampaikan dg review yg nyata menggambarkan. Makasih mas...

reza mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Redo anggara mengatakan...

Film yg layak di tonton oleh banyak orang ini, beneran bagus dan serelate itu sih