REVIEW - WOMAN OF THE HOUR

Tidak ada komentar

Woman of the Hour memotret aksi Rodney Alcala (diperankan Daniel Zovatto), pembunuh berantai yang diduga telah merenggut nyawa sekitar 130 perempuan (hanya delapan yang dapat dikonfirmasi). Mudah menjadikannya kisah sensasional nan eksploitatif, namun seperti judulnya, yang diglorifikasi dan diberi ruang bersinar oleh debut penyutradaraan Anna Kendrick ini bukanlah si pelaku, melainkan para korbannya. Para perempuan. 

Naskah buatan Ian McDonald enggan memandang perempuan-perempuan ini hanya sebagai bagian statistik yang bisa begitu saja dilupakan. Cheryl Bradshaw (Anna Kendrick) misalnya. Dia bukan siapa-siapa. Jangankan selebritis, upayanya mewujudkan mimpi menjadi aktris saja selalu menemui jalan buntu. Berbagai audisi ia lalui, hanya untuk menerima cap "kelihatan marah" oleh para laki-laki pemegang keputusan. Apalagi Cheryl menolak melakoni adegan telanjang. 

Tanpa harus berurusan dengan Rodney sekalipun, Cheryl sudah terjebak dalam paham misoginis yang menjangkiti masyarakat. Sewaktu ia menerima tawaran tampil di acara televisi The Dating Game, dengan harapan itu bakal membuka pintu kesuksesan, Cheryl yang pintar hanya diberi instruksi untuk tersenyum. "Laki-laki tidak suka dan bakal terintimidasi oleh perempuan yang pintar", ucap Ed Burke (Tony Hale) selaku pembawa acara. 

Melalui The Dating Game itulah Cheryl berkenalan dengan Rodney yang merupakan salah satu kontestan. Terdapat tiga kontestan laki-laki, dan ironisnya, Rodney terdengar sebagai sosok terbaik di antara mereka berkat jawaban-jawabannya yang tak merendahkan perempuan. Sisi manipulatif Rodney terpampang jelas di situ. Kalau pembunuh mesum seperti Rodney saja sanggup berpura-pura dengan sebegitu meyakinkan, laki-laki mana yang bisa dipercaya? Mungkin memang tidak ada. 

Di sisi lain, Laura (Nicolette Robinson) yang duduk di kursi penonton secara kebetulan mengenali Rodney, yang ia yakini telah membunuh sahabatnya. Laura berupaya memperingatkan tim produksi, namun tak ada yang mendengarnya. Sama seperti para polisi yang selama bertahun-tahun kurang menyeriusi laporannya. Satu lagi contoh bagaimana laki-laki mengerdilkan ucapan perempuan. 

Naskahnya mampu memberi peran signifikan bagi mayoritas karakter perempuannya. Termasuk Amy (Autumn Best) yang bertemu Rodney pada tahun 1979 (peristiwa The Dating Game terjadi pada 1978) setelah kabur dari rumah.

Di satu sisi, keputusan Woman of the Hour untuk tidak cuma berkutat di satu latar waktu dan tempat mampu menampilkan gambaran menyeluruh mengenai kasusnya, pula isu seksisme yang diusung. Karakter perempuan dengan ragam peranan penting pun akhirnya mampu disertakan. 

Tapi di sisi lain, skala besar ditambah gaya non-linear miliknya kerap mengganggu fokus penceritaan, dan sesekali mencuatkan pertanyaan perihal signifikansi. Contohnya kasus pembunuhan terhadap pramugari bernama Charlie (Kathryn Gallagher) pada 1971 yang tak benar-benar memberi dampak bagi keseluruhan alur. 

Sementara di kursi penyutradaraan, Anna Kendrick membuktikan talentanya. Pengarahannya elegan. Penonton mampu dibuat memahami betapa brutal aksi Rodney tanpa harus mengeksploitasi pembunuhan dan pemerkosaan yang ia perbuat, entah dengan membuatnya terjadi secara off-screen, atau menangkapnya dari kejauhan. 

Pengarahan Anna paling menonjol ketika Cheryl dan Rodney akhirnya bertatap muka selepas pengambilan gambar. Setelah sempat minum bersama, Cheryl mulai menyadari ketidakberesan dalam diri Rodney. Keduanya berjalan melintasi malam, lalu tiba di lahan parkir studio. Dipandu tata kamera arahan Zach Kuperstein, Anna memakai wide shot guna memberi informasi pada kita tentang betapa kosong tempa tersebut. Cuma ada Cheryl dan Rodney di area seluas itu. Musik pun absen mengiringi adegan. Sepi. Sunyi. Mencekam. 

Sedangkan konklusinya patut dibanjiri tebuk tangan. Di situlah Woman of the Hour menegaskan bagaimana laki-laki, sesadis atau seberkuasa apa pun dia, tetaplah bocah dalam tubuh orang dewasa, sehingga dapat dengan mudah bertekuk lutut di bawah kontrol perempuan yang cerdas. Jangan pernah memercayai anggapan bahwa perempuan tidak boleh menjadi pintar. 

(Netflix)

Tidak ada komentar :

Comment Page: